Chapter07 - S T A R E (Revisi)

147 34 28
                                    

Hal yang di takutkan Gyara kini kembali terjadi, sudah dua jam dia menunggu, namun hasilnya? Nihil. Orang yang ia tunggu tidak menunjukkan batang hidungnya.

Gyara kesal, hatinya terasa sangat hancur! Ia melambaikan tangan, seorang pelayan berjalan menghampirinya, namun dengan cepat ia berjalan keluar tanpa lupa menaruh selembar uang kertas berwarna biru di atas meja.

Kali ini, sesaknya tak mampu lagi ia tahan. Air matanya berhasil lolos dan kini mengalir di pipinya. Ia terisak! Sangat terisak! Beruntung jalanan malam ini sangat sepi, jadi tidak akan ada orang yang melihatnya.

Semesta pun seperti merasakan apa yang di rasakan gadis itu. Langit sudah mulai bergemuruh, cahaya kilat sudah mulai berdatang, suara petir sudah mulai menusuk telinga, dan tetes hujan sudah mulai menemani langkah kaki Gyara. Sungguh malang sekali gadis itu malam ini.

😹😹😹😹😹

Arga terus mencuri pandang pada Gyara, hatinya bahkan bertanya, siapa yang gadis itu tunggu? Seseorang yang paling berharga, kah? Hingga ia merelakan waktunya untuk menunggu hal yang tidak semestinya ia lakukan, bodoh.

Namun setelahnya, ia melihat Gyara beranjak dari tempat yang ia duduki setelah 2 jam lamanya.

Dengan mengikuti arahan hati, Arga segera mengikuti kemana gadis itu pergi tanpa membawa kunci motor yang ia simpan di meja kafe.

"Ga! Woy lo mau kemana?" Zean berteriak memanggil Arga.

"Woy sinting! Makanan lo belom di bayar ini," ingin rasanya Rey mengutuk Arga.

Tanpa sadar Rey dan Zean menjadi pusat perhatian pengunjung kafe. Tapi mereka acuh dan tidak memperdulikan.

"Susah kalau udah masuk kedalam jurang perbucinan." Zean menggelengkan kepala.

Gyara terus berjalan, bahunya bergetar dengan kedua tangan yang memeluk kedua bahunya.
Kenapa dia menangis? Ada apa sebenarnya? Lagi-lagi, Arga bertanya dalam hati.

Arga menatap langit yang mulai bergemuruh, ia teringat jika ia meninggalkan motor dan kuncinya di kafe, tadi. Ia bimbang, harus tetap mengikuti Gyara atau kembali mengambil motornya.

Kalau gue ngambil motor, nanti dia keburu ilang. Arga mulai berpikir.

Kalau gue terus ikutin, gimana nasib motor gue?

Ah, bodoamat lah! Ilang tinggal minta beliin lagi, toh Pak Tama masih banyak duit!

Shit! Entah setan mana yang merasuki Arga, hingga ia bisa mempunyai pikiran seperti itu.

Cahaya kilat, suara petir, dan tetes hujan membuat Arga semakin tidak tega meninggalkan Gyara sendiri.

Hujan semakin lebat, namun langkah Gyara tidak berhenti. Ia terus berjalan hingga Brukkkk!

kakinya tidak lagi kuat menopang tubuh nya. Seperti hatinya yang tak lagi kuat menopang beban hidupnya.

Ia menundukkan wajahnya, bahunya semakin bergetar. Sampai seseorang memayungi sebuah jaket di atas kepalanya--untuk melindungi Gyara dari hujan. Padahal, dari ujung rambut sampai ujung kaki sudah tercampur dengan air hujan.

S T A R E [Post Traumatic Stress Disorder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang