Happy Reading 😊😊
____________________________________Hati yang hampa. Bukan berarti tak merasa. Hati yang kelas. Bukan berarti tak bercahaya. Seperti kata pepatah. Tak ada asap bila tak ada api. Hati yang hampa karena tersakiti. Hati yang kelam karena dikhianati. Membuat rasa dan cahaya redup dan perlahan mati
***
Taehyung mengendarai mobilnya dengan santai. Meski begitu, hanya butuh setengah jam hingga sampai tempat tujuan. Gedung perusahaan Park Corp, sesuai namanya, perusahaan itu adalah bisnis turun-temurun keluarga Park. Untuk Taehyung sendiri, tempat ini menjadi salah satu lahan bisnis miliknya.
Memegang tiga puluh persen saham, membuat dirinya menjadi pemegang saham terbesar kedua setelah Jimin.
Taehyung memarkirkan mobilnya. Melangkah masuk ke dalam gedung, tampak beberapa staff senior yang mengenalnya menyapa dengan ramah.
"Selamat pagi, Pak Kim," sapa beberapa staff saat Taehyung melewatinya.
Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum menanggapinya. Langkahnya tegap, dengan satu tangan dimasukkan dalam saku celana. Taehyung melewati lorong-lorong dengan penuh percaya diri.
Sudah lama rasanya ia tak berkunjung ke sini. Semenjak pria itu fokus pada dunia hiburan sebelum kemundurannya. Taehyung hanya akan pergi rapat beberapa kali, itu pun di luar kantor. Seakan bernostalgia, ia menyapu pandangan pada ruang-ruang di dalam gedung.
Tidak ada yang banyak berubah. Hanya ada penambahan mesin, beberapa vas bunga besar. Serta, Taehyung yakin bangunan itu sudah di cat ulang. Untuk selebihnya, tidak ada yang menarik.
Taehyung sampai pada ruangan Jimin. Tampak di luar pintu dengan sekotak kaca tembus pandang di atas pintu kayu berwarna putih. Jimin tengah memeriksa beberapa dokumen di atas meja dengan seksama. Begitu fokus. Hingga Taehyung berencana untuk sedikit mengejutkannya.
Pria itu melangkah tanpa suara. Membuka pintu ruangan yang tak terkunci, lalu menyapa Jimin yang masih berkutat pada dokumen-dokumen perusahaan, "Hi, Jim! Apa kau merindukanku?"
Jimin tersentak. Mata sipitnya terbuka lebar menunjukkan keterkejutan. Taehyung sialan! Begitu pikirnya. Ini bahkan belum siang dan pria itu sudah membuatnya nyaris jantungan. Untung dirinya tidak terjengkang, jika itu terjadi maka akan sangat memalukan.
"Mimpi! Aku tak pernah merindukanmu," ucapnya kesal membuat Taehyung menaikkan sebelah alisnya. Kemudian Jimin kembali melanjutkan, "Ini belum siang. Kenapa kau sudah datang?"
"Memangnya kenapa? Apa aku tak boleh datang lebih awal." Taehyung bersedekap, lalu melangkah semakin mendekat pada meja kerja Jimin.
Sementara itu, Jimin melambaikan tangannya. "Tidak, tidak. Hanya tumben saja." Menghela napas, ia kemudian memperbaiki posisi duduknya. "Perkerjaanku sangat banyak," keluhnya tatkala melihat dokumen yang masih bertumpuk.
Taehyung terkekeh kecil. "Apa? Bukannya kau bilang hari ini senggang? Kenapa bisa begitu banyak?"
"Diam! Seharusnya kau juga mengurus ini, kau tahu? Investor itu menelponku pagi-pagi dan membuat hariku suram. Benar-benar menyebalkan," kata Jimin sembari mengurut pangkal hidungnya. "Sudahlah, lupakan-kau tunggu aku di sana. Aku akan memeriksanya sebentar, dan kita bisa pergi nanti."
Jimin menunjuk sofa di sudut ruangan. Taehyung mengangguk lalu menuruti instruksi Jimin. Ia melangkah mendekati set sofa berwarna hitam dengan meja kecil di tengah-tengah. Pria itu mendudukkan dirinya. Melirik Jimin yang masih berkutat pada kertas-kertas. Ia lalu meraih koran yang tergeletak di atas meja dan membaca sekilas sebelum mengembalikannya kembali ke tempat semula karena tak ada berita yang menarik menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Regret | Vsoo
Fanfiction"Eomma, apa eomma membenciku? Di mana appa? *** Tatkala rasa bersalah menyelimuti Jiwa. Apalagi yang bisa Jisoo harapkan? Kepingan hati yang telah lama berserakan kembali bersatu ketika bagian masa lalu hadir dalam kehidupan. Hatinya hancur, manakal...