BAB 2

1K 91 5
                                    

Hari berlalu, Rain kini benar-benar bekerja di warung Mak Ijah. Terlihat gadis berambut panjang yang dikucir kuda itu sibuk di depan penggorengan dengan celemek bergambar doraemon yang melekat di tubuhnya. Pukul 12.00, sudah menjadi kebiasaan di jam-jam makan siang, warung Mak Ijah akan ramai dengan pengunjung. Ketika itu, Rain juga akan bertambah sibuk. Dia harus kesana-kemari melayani pembeli. Ya, maklum saja, warung Mak Ijah yang berada di dekat pangkalan ojek membuatnya menjadi sasaran utama bagi para sopir angkot, tukang ojek maupun para pengendara yang melewati warungnya. Hampir setiap hari warung ini tidak pernah sepi sehingga Rain merasa beruntung bekerja di sini. Walaupun dengan gaji yang tak seberapa, setidaknya dia tidak menjadi pengangguran dan Mak Ijah tidak terlalu berat memberinya upah karena warungnya yang selalu ramai.

"Rain, gorengnya sudah dulu. Itu coba layani Pak Supar yang di ujung sana," ujar Mak Ijah yang sedang kewalahan melayani para pembeli.

Rain segera meletakkan baskom berisi adonan gorengan lalu bergegas mencuci tangannya.

"Rain ... ayo cepet," kata Mak Ijah lagi karena pembeli sabar menunggu untuk dilayani.

"Iya, Mak. Ini baru cuci tangan. Saya ke sana," balas Rain bergegas mendatangi Pak Supar, salah satu langganan tetap di warung milik Mak Ijah yang belum sempat Mak Ijah layani tadi.

Pak Supar tersenyum ramah pada gadis cantik berkulit putih itu, ia lali menunjuk beberapa lauk pauk dari balik kaca etalase warung. "Saya mau nasi satu pakai  terong balado sama oseng kacang ini," ujarnya membuat Rain mengangguk.

Gadis itu mengambilkan apa yang Pak Supar minta. "Tambah apa lagi, Pak?" Tanya Rain ramah.

"Teh manis satu ya, Dek. Sama rokoknya yang biasa," ucap Pak Supar seraya menerima piring yang sudah penuh dengan nasi lengkap beserta lauk pauknya yang diberikan Rain.

"Pak ... Maaf, rokoknya habis," kata Rain setelah melihat di etalase kecil khusus rokok sudah kosong.

"Habis makan gak rokok ya hampa atuh, Neng,"

"Sebentar ya, Pak. Biar Rain bilang Emak," balas Rain sembari tersenyum. Dia lantas melihat ke arah Mak Ijah.

"Mak ... rokoknya habis semua," kata Rain sambil membuat teh manis.

"Wah, Emak lupa belum beli. Tolong ke supermarket sana. Ambil uangnya di kotak itu," kata Mak Ijah.

Rain mengangguk, dia lantas menyerahkan teh manis buatannya pada Pak Supar dan menyuruhnya menunggu sebentar. Rain kemudian mengambil tiga lembar uang seratus ribuan dari kotak dan meninggalkan warung.
Dia setengah berlari menuju Supermarket meskipun panas siang ini sangat terik. Dia harus segera mendapatkan rokok sebelum para pelanggan selesai makan.

Saat Rain berlari melewati sebuah lorong kecil, sekelebat dia seperti melihat seseorang yang terjatuh. Rain menghentikan langkahnya dan mundur untuk memastikan hal itu.

Betapa terkejutnya Rain ketika dia mendapati seseorang laki-laki yang terbaring lemah di lorong tersebut dengan penuh luka dan darah yang terus mengucur dari tubuhnya .

Dengan gemetar, Rain mendekati pria itu.

"To-to-long," rintihan itu sangat lemah. Namun, Rain bisa mendengarnya dengan jelas.

Dalam keadaan takut berjongkok mendekati laki-laki itu kemudian berkata, "Ber ... tahan ... lah ... aku ... aku ... akan ... mencari bantuan," kata Rain dengan gemetaran. Saat dia hendak berdiri, laki-laki itu justru menarik tangannya. Dia berusaha untuk duduk.

"To ... lo ... ng," ujarnya kemudian ambruk dalam pelukan Rain.

Gadis itu menggoyang-goyang tubuh laki-laki yang bersimpah darah itu. "Pak ... Pak ... Pak ... Tolong jangan pingsan dulu. Pak ..." ucap Rain ketakutan. Saking takutnya dia bahkan tidak sadar meneteskan air mata.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang