(5)

8 2 1
                                    

    Sudah seminggu aku tak berbicara dengan Atika, mungkin semua berpikir kalau aku lebay karena hanya masalah seperti ini saja aku sampai bertengkar dengan Atika. Aku mendengus kesal, mereka tak merasakan apa yang ku rasakan mana mungkin mereka bisa mengerti bagaimana perasaanku.

Mendengar banyak gosip kalau Rendi juga bertengkar dengan Atika, aku menduga pasti aku lah penyebabnya. Aku tak tau apa yang harus ku lakukan karena aku tak mampu berpikir jernih karena cinta yang membutakan. Huh bodohnya aku.

Aku mencoba menghilangkan perasaanku terhadap Rendi, kini aku tak lagi terus memikirkannya dan aku mecoba untuk fokus belajar karena sebentar lagi akan diadakannya ujian akhir semesterdan aku harus tetap mempertahankan juara umum yang terus melekat bersamaku.

Aku pergi ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku dan membacanya sebagian agar aku tak harus membawa semuanya.

“Ranti” aku mendongak saat ada seseorang memanggil namaku.
“Ada apa?” tanyaku singkat lalu aku kembali menunduk menghadap buku yng ada di depanku.

“Gue mau minta maaf sama lo, kita gak bisa terus diem dieman begini” ucapak Atika kembali membuatku mendongak melihat ke wajahnya.

“Iya gue juga minta maaf sama lo karena Cuma karena masalah sepele kita jadi begini” aku tersenyum dibalas pelukan hangat dari Atika.

“Gue udah gapapa kok, lagian gue udah gak suka lagi sama Rendi” mata Atika terbelalak seketika.

“Serius lu? Bukan gara gara gue kan?” tanya Atika memastikan dan aku membalas dengan gelengan.

“Yaudah sekarang kita balik ke kelas terus lu balikin semua buku ini dan lu harus nginep dirumah gue akhir pekan ini” aku memberi hormat kepadanya seperti anggota yang patuh dengan pemimpinnya.

Sepulang sekolah aku berjalan ke arah halte menunggu angkot kuning yang menuju ke arah rumahku tak lama kemudian terlihat angkot berwarna kuning yang terlihat hanya ada dua penumpang di dalamnya aku mengukir senyum kebahagiaan diwajahku karena tak biasanya angkot yang menuju ke rumahku ini terlihat sepi penumpang.

Aku memilih untuk duduk di dekat jendela agar anginnya yang masuk bisa langsung menerpa wajahku, tak berselang lama terdengar klekson motor yang tepat berjalan disamping angkot yang kunaiki dan motor itu tepat sejajar dengan jendela yang memberikan kesejukan kepadaku.

Spontan aku melihat kearah sumber suara itu, wajah orang yang mengendarainya tak terlalu terlihat karena ia memakai helm dan yang paling jelas terlihat hanyalah matanya. Ia mencuri curi pandangannya kearah ku karena aku duduk sejajar dengan sepeda motornya. Aku mengerutkan dahiku mencoba mengingat bentuk mata siapa itu. Ia melambat dan tertinggal dari angkot yang kunaiki, aku melihat ke belakang kenapa ia berhenti tiba tiba di pinggi jalan.

Orang aneh  –ucapku dalam hati.

Aku menyipitkan mataku karena anginnya yang menamparku lewat jendela terlalu kuat tekananya disebabkan supir angkot yang semakin mempercepat laju kendaraannya. Namun kembali terdengar klekson motor yang sudah berada tepat sejajar denganku, sontak aku kembali melihat kearahnya dan aku kaget bukan main saat aku melihat wajah orang yang mengendarainya.

“Arga” hanya satu kata itu yang keluar dari mulutku.

Ia tersenyum saat melihat kearah ku, aku habis pikir kenapa aku bisa bertemu kembali dengannya. Aku memalingkan wajahku dan melihat seisi angkot yang hanya ada tiga penumpang yaitu aku seorang ibu bersama anaknya. Wajah ibu itu terlihat bingung melihat Arga yang bertingkah seperti itu, mungkin wajah ibu itu sama dengan wajahku saat ini.

Jadi dia tadi berhenti buat ngelepas helmnya –ucapku dalam hati yang tak pernah terpikir ia akan melakukan tindakan seperti ini.

Arga tetap terus mengikuti kemana pun arah angkot ini pergi dan aku turun saat aku tepat berada di depan jalan kecil yang hanya cukup untuk lewatnya satu mobil. Aku berhenti tak merasa nyaman karena Arga terus mengikutiku dari belakang.

“Arga lo ngapain sih ngikutin gue?” tanyaku dengan nada meninggi karena benar benar kesal dengan tingkahnya.

“Gue Cuma mau tau rumah lo ada dimana” jawab Arga santai.
“Iya terus kalo lu udah tau rumah gue lo mau ngapain?”
“Gue mau main ke rumah lo, emangnya gak boleh?”
“Gak boleh! Rumah gue ada anjing galak” jawabku tegas dan berbohong agar ia tak kan datang ke rumahku.

“Gapapa gue gak takut sama anjing kok”
“Tapi gue takut lu nanti lari sambil nangis karena digigit sama anjingnya” aku tertawa sambil membayangkan bagaimana jika Arga yang tampan ini menangis dan lari ketakutan.

“Kenapa ketawa? Ada yang lucu?” Arga kebingungan meilhatku yang tertawa padahal menurutnya tidak ada yang lucu.
“Gapapa yaudah duluan ya” kataku berlalu meninggalkannya.

“Sini biar gue anter” aku berhenti dan melirik ke belakang melihar Arga yang menepuk tempat sisa tmpat duduk kosong di motornya.

“Apaan sih lu, rumah gue udah deket lu pulang aja gue bisa kok jalan sendiri”
“Lu masih punya utang sama gue”
Aku yang terkejut dengan pernytaannya langsung menjawab “Sejak kapan gue minjem duit sama lu?”

“Bukan utang duit tapi utang nama. Lu udah tau nama gue tapi gue gatau nama lu” seketika aku kembali teringat dengan kejadian di Mall yang telah lama berlalu.

Sial!! Seharusnya aku beri tahu namaku saat itu agar ia tak menggangguku seperti saat ini.

“Nama gue Ranti. Ranti Maharani putri”
“Oo sama ya namanya” padahal Arga pelan mengucapkan kalimat itu tapi aku mampu mendengarnya dan kembali bertanya.

“Sama?” tanyaku dengan menaikkan satu alisku.
“Eh gak ada kok lupain aja” Arga seperti menghindari pertanyaan yang terucap dari mulutku ini.

“Ya udah kalo gitu gue balik duluan ya” ucapku melambaikan tangan seraya pergi meninggalkannya.

“Lu gak mau terima tumpangan gue? Pamali loh kalo nolak pemberian orang” endengar ucapannya aku kembali memutar kedua bola mataku dan naik ke motornya dengan posisi menyamping. Dan akhirnya Arga menjalankan sepeda motornya dengan aku yang menujukkan rumahku karena terdapat banyak rumah di jalan kecil itu.

“Stop ga, ini rumah gue” Arga segera memberhentikan motornya ketika mendengar perintah dariku.
“Gue duluan ya ga, makasih udah mau nganterin gue” sambungku.

“Iya gue cuma nganterin dari depan gang aja kok. Kalo gitu gue pergi dulu ya” ucap Arga kemudian memutar sepeda motornya meninggalkanku yang masih berdiri melihatnya yang menghilang setelah berbelok keluar gang.

   Kenapa aku tak berhenti tersenyum bahagia walaupun dengan hal sekecil ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arga dan RantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang