(3)

20 4 6
                                    

Aku membelalakkan mataku karena tidak menyangka ia akan melontarkan kata kata seperti itu. “Aneh” ucapku lalu melepaskan tangaku yang sebelumnya berjabatan dengannya.

“Lah ganteng begini dibilang aneh, mata lo mungkin yang aneh” pria yang bernama Arga itu kemudian tertawa kecil, mungkin ia menertawakan wajahku yang kembali terkejut mendengar ucapannya tadi.

“Wih pede banget lo” aku berkata seperti itu agar tak kalah darinya. Aku memang mengakui kalau orang yang ada di depan ku ini sangatlah tampan namun jika aku mengakui didepannya maka aku merasa harga diriku ini seperti hilang ditelan olehnya.

“Hehe, boleh kita lanjutin lagi sesi perkenalannya?” tanyanya kembali mengulurkan tangan kanannya tak ingin mengulanginya lagi aku segera pergi dari hadapannya “Sorry gue sibuk” kataku mulai pergi meninggalkannya.

Pede banget tuh cowok, seumur umur gak pernah gue jumpa cowok yang begitu bentuknya. Tapi dia memang ganteng sih, ya ampun mimpi apa gue semalem bisa diajak kenalan sama cowok ganteng begitu. Akan terus gue inget nama lo Arga Henandra Putra  –Batinku dalam hati.

Aku berlari kecil menyusul Atika yang mungkin sudah menungguku sendirian. Saat sampai disana mataku meyusuri sekeliling mencari keberadaan Atika.

Sesaat kemudian mataku berhenti saat mendapati Atika yang ternyata tak duduk sendiri, dia ditemani oleh pria yang sedang tertawa bersamanya, aku hafal betul bentuk tubuhnya walaupun dia memunggungiku.

Rendi  -Batinku terkejut.

Aku berjalan menuju ke kursi tempat Atika duduk sambil merapikan penampilanku yang agak berantakan karena terjatuh tadi. Atika yang meilhatku menuju ke arahnya segera melambaikan tangannya lalu pria yang memunggungku spontan melihat ke belakang. Sial kenapa harus ada Rendi sih?

“Eh Rendi, lo kok bisa ada disini?” tanyaku memulai basa basi ringan untuk menghilangkan gugupku.

“Tadi kebetulan gue mau beli sesuatu terus tiba tiba Atika chat nanya gue dimana, karena deket gue langsung ngedatengin dia kesini” jawab Rendi dengan suara lembut khasnya dan aku mengangguk ringan. Aku segera mengambil makanan yang kulihat masih utuh tanpa disentuh.

“Punya gue kan?” tanyaku memastikan dan dibalas anggukan Atika. Aku pergi untuk mencuci tangan kearah wastafel, aku melihat cermin menarik nafas panjang memegang pipiku dengan kedua tanganku.

“Tenang Ranti ini cuma makan biasa lo jangan panik, santai aja jangan sampai kelihatan gugup jangan sampe lo buat malu didepan Rendi” aku berbicara sendiri dengan alasan untuk menenangkan jantungku yang berdegup kencang. Mencoba mearik napas sedalam dalamnya dan melakukannya berualng kali membuatku merasa sudah cukup tenang, dan kembali ke meja tadi.

Aku mulai menyantap makanan yang ada di depanku dengan anggun dan rapi agar Rendi tak memandangku sebagai wanita yang menjijikkan. Atika dan Rendi yang melihat aku mulai makan juga kembali menyantap makanan didepan mereka yang belum habis.

Semua kembali canggung saat kami telah menghabiskan makanan kami, Atika yang sibuk mengtak atik ponselnya membuatku hanya diam bersama dengan Rendi yang juga diam tanpa melakukan aktivitas lain, aku sangat risih dengan situasi ini aku ingin memulai pembicaraan namun tak tau topik apa nyambung antara aku dan Rendi.

Triiinngg…

    Suara notif chat masuk dari ponsel Rendi yang memang sudah berada di atas meja sejak tadi, ia segera meraihnya dan membaca chat yang sepertinya dianggap penting. Aku memperhatikannya yang fokus pada ponsel yang ada didepannya, dia membalas pesan yang masuk tadi. Tak berselang lama, ia menjauhkan ponsel itu dari hadapannya.

“Eh gue pergi dulu ya udah sore soalnya” Rendi berpamitan meninggalkan senyum tipis diwajahnya kemudian berlalu setelah mendapat respon anggukan dari aku dan Atika. Aku kembali menarik nafas panjang karena merasa lega suasananya tak lagi canggung karena hanya menyisakan antara aku dan Atika.

“Woi Atika” panggilanku membuat Atika menyingkirkan ponsel itu dari wajahnya.

“Apa?” tanyanya singkat.
“Lo ngapain sih manggil Rendi kesini?”
“Biar lo terbiasa”
“Terbiasa kenapa?”

“Biar lo gak gugup kalo deket dia, gue kasian sama lu. Lu selalu menghindar kalo dia ada di deket lu padahal lu suka sama dia. Gue gak pernah ngerti sama jalan pikiran lu. Gue tadi sengaja diem biar lu sama Rendi makin akrab, eh ternyata enggak juga” penjelasan Atika membuat ku terdiam, aku tak menyadari ia akan bertindak seperti ini hanya demi aku.

“Atika gue tau lu kesel sama gue, tapi kalo memang dia suka sama gue bukan lu yang berusaha tapi dia. Semua ini gak perlu dipaksa tik” ucapku sampil memegang kedua tangannya yang terkepal dihadapanku.

“Udah lupain kejadian yang tadi. Lo tau gak tadi gue jatuh ditabrak sama orang”
“Serius lu? Trus gimana ada yang sakit gak? Siapa orangnya? Sini biar gue hajar dia” sudah kuduga reaksi Atika akan seperti ini. Atika dikenal sebagai atlet silat, jadi Rendi juga termasuk salah satu atlet silat di sekolah kami, pesonanya sangat meningkat jika ia sedang memakai baju silatnya.

“Bokong gue sakit banget, niatnya gue juga mau ngehajar tu orang tapi pas gue liat dia itu cowo ganteng, perfect deh pokoknya. Luluh gue jadinya”
“Ya elah ti, perfect kan mana sama Rendi?”
“Ya Rendi lah, masalah di cowok yang nabrak gue tadi dia pede nya parah banget. Ngatain dirinya sendiri ganteng, geli gue”
“Kan emang ganteng lu bilang tadi”

“Ya iya sih, Tapi gimana ya, gak perlu bilang sampe begitu juga kali. Terus pas gue jatuh tadi muka gue sama muka dia tuh deket banget tik, deg degan gue jadinya tapi tunggu bukan berarti gue suka sama dia ya. Baru kali ini muka gue berhadapan sama muka tuh cowok sedeket ini.”

“Trus dia langsung gimana?”
“Dia langsung bangkit karena ngeliat muka gak nyaman gue mungkin, dengan basa basi dia minta maaf, terus pas jabatan tangan nih tiba tiba dia ngenalin dirinya sendiri, gue terkejut langsung gue lepasin tuh tangannya. Dan akhirnya gue langsung balik kesini” penjelasanku berakhir dengan Atika yang masih mencerna setiap perkataanku.

“Berarti lu udah tau namanya dong?” tanya Atika memastikan.
“Iya namanya itu Arga”
“Kayak nama tetangga gue” ucap Atika singkat.
“Yaelah lu kira nama Arga cuma satu?” aku menoyor pelan kepala Atika.

“Ranti yuk lanjut cari barang yang mau kita beli” aku mengangguk dan mengikuti kemana arahnya mencari barang yang diinginkannya.

Arga dan RantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang