"Lebih baik tidak punya anak, daripada harus kehilangan kamu."
-Fernando Aryatama-
●●●
BRIANA SINTIA, wanita dua puluh lima tahun itu terus menggenggam tangan Fernando Aryatama, sang suami. Pasalnya, ini sudah hampir tiga puluh menit ngeden tapi bayinya masih betah di dalam perut. Sedari tadi wanita yang kerap disapa Ana itu sudah melakukan sesuai perintah dokter, tapi tetap saja sang bayi belum keluar.
Nando masih setia mendampingi sang istri, menyeka keringat dingin di dahi dan lehernya.
Saat itu dokter pernah menyarankan untuk melakukan operasi caesar saja, mengingat kandungan dan kondisi Ana melemah, takut terjadi sesuatu ke ibu dan bayi, tetapi Ana menolak, dia ingin merasakan perjuangan melahirkan seorang manusia ke dunia ini.
Kalau tahu melahirkan sesusah ini, lebih baik aku melarang Ana untuk hamil.
"Terus tarik napas, Bu. Keluarkan lewat mulut ... Sebentar lagi bayinya keluar," ujar sang dokter.
Entah tarikan napas ke berapa bayi laki-laki itu pun keluar disertai tangisan menyapa dunia untuk pertama kali. Senyuman kebahagiaan pun terukir di wajah Ana dan Nando.
Namun ada yang tidak beres, Ana mengalami pendarahan hebat. Sang dokter langsung memberikan bayi itu ke Nando, dan tim medis segera melakukan tindakan.
"Namanya Ivander Cullen Sadewa, artinya laki-laki terbaik yang sangat tampan dan pandai. Panggilannya Dewa," ujar Ana di tengah ketidak berdayaannya yang membuat Nando semakin takut.
Selama sembilan bulan dia berjuang keras mempertahankan kehamilannya, dan sekarang dia berhasil melahirkan secara normal meski melawan rasa sakit tiada tara. Dia yakin Dewa akan menjadi anak yang kuat.
"Mas, aku titip Dewa, jaga dia," lanjutnya.
"Kenapa kamu ngomong gitu, Sayang?"
Ana mengembuskan napasnya untuk terakhir kali, dengan wajah pucat pasi dia terbujur kaku. Lalu sang dokter mengecek denyut nadi dan detak jantungnya.
Beberapa detik kemudian dokter menghela napasnya, lalu berucap, "Kematian pasien, 22 Desember 1998, pukul 16.15 WIB," Sang dokter menatap Nando, "maaf, Pak. Kami sudah berusaha menghentikan pendarahannya tapi takdir berkata lain."
Tubuh Nando melemas, tangannya terasa kaku, hampir saja bayi yang di tangannya terjatuh, untung sang perawat yang ada di sebelahnya langsung sigap menangkap Dewa.
Kematian Ana bertepatan dengan hari ibu, sekaligus bertepatan dengan kelahiran putra pertama mereka. Nando menangis dalam diam, dia menatap Ana dalam-dalam, semua kenangan dari awal mereka berteman, lalu pacaran, kemudian menikah, dan akhirnya memiliki seorang putra, semua terekam jelas di otaknya.
"Kalau aja kamu ikuti saran dokter untuk melakukan operasi pengangkatan rahim, pasti hingga detik ini kita masih bisa tertawa bersama. Lebih baik nggak punya anak daripada harus kehilangan kamu, you are my first and last love."
Setahun yang lalu dokter memang memvonis Ana mengidap penyakit kanker serviks, dan jalan satu-satunya adalah melakukan operasi pengangkatan rahim, tapi Ana menolak dia ingin hamil dan punya anak, selama sembilan bulan Ana berjuang keras untuk mempertahankan Dewa dan sampai sekarang dia berjuang walau akhirnya harus meregang nyawa.
Nando menyeka air matanya, lalu menoleh ke arah Dewa dengan tatapan tajam. "Gara-gara kamu, saya kehilangan istri saya."
●●●
Halo, perkenalkan namaku Mulya Fitri Anggriani, kerap disapa Mulya, jangan kira aku laki-laki ya wkwkw. Mari berteman di akun wattpad Mlyftr96
Follow instagram: muliafitri.a dan mlyftr96
With love,
Mlyftr96
KAMU SEDANG MEMBACA
DEWA
Romance"Pacarin dosennya biar skripsinya dipermudah, setelah wisuda langsung putusin." - Ivander Cullen Sadewa. *** Cerita ini adalah bagian dari High School Love Story and Campus Live. Projek WITS yang bercerita tentang macam-macam cerita anak SMA dan ke...