Bab 1

1.3K 112 24
                                    

"Pacarin dosennya biar skripsinya dipermudah, setelah wisuda langsung putusin."

-Ivander Cullen Sadewa-

●●●

SEORANG perempuan membentuk garis tak beraturan di atas lembaran yang penuh dengan kata-kata itu, seakan apa yang dia lihat adalah sesuatu yang memuakkan.

"Diperbanyak referensinya, banyak membaca, dan jangan kerjain asal-asalan, ini sudah satu bulan tapi kamu masih stuck di bab satu," Seorang dosen itu menatap cowok di depannya dengan intens, "temui saya tiga hari lagi dan saya mau semua coretan itu direvisi dengan sebaik-baiknya."

Cowok yang bernama Dewa itu mengangguk dengan malas, lalu dia keluar ruang dosen dan menemui sahabatnya yang sedang nongkrong di kantin.

Dewa menyerobot es jeruk milik Davin hingga tandas, membuat sang empunya mendelik kesal.

"Anjir, pesan sendiri kek, lo nggak tahu, bagi anak kos kayak gue segelas air jeruk itu sangat berharga, dan lo main serobot aja!"

Dewa tak menanggapi, kepalanya masih pusing karena kejadian menyebalkan tadi.

"Lo kenapa?" Meskipun es jeruknya telah diserobot tapi Davin masih peduli dengan wajah murung Dewa.

"Biasa, biang keroknya si Ena-ena itu."

Davin tak perlu bertanya lagi siapa yang dimaksud oleh Dewa, karena dia selalu memanggil Ghazia Aleena, sang dosen killer itu dengan Ena-ena.

"Skripsi lo banyak yang dicoret?"

"Iya, nggak tahu aja gue begadang buat kerjain itu skripshit, dia seenaknya main coret, dan sialnya gue nggak bisa berkutik selain manggut-manggut bego."

Dewa itu termasuk mahasiswa pintar, tiap semester selalu mendapat indeks prestasi di atas 3,50. Di saat Davin masih berkutat dengan kuliah, berbeda dengan Dewa yang sedang berjuang agar bisa lulus dalam kurun waktu 3,5 tahun.

Davin menopang dagunya. "Wa, i have good idea," Davin semakin mendekatkan wajahnya ke Dewa, "lo pacarin itu dosen, kalau dia udah jatuh ke pelukan lo, gue yakin ibu Aleena nggak akan persulit skripsi lo."

Dewa menggeleng. "Ogah, gue nggak mau sama perawan tua."

"Santuy lah, kalian masih sama-sama kepala dua."

"Iya, gue 20, dia 29. Ogah!"

"Atau lo pacarin dia sampai lo pakai toga, deh. Setelah itu lo putusin dia."

Dewa memikirkan usulan Davin, sepertinya bukan hal yang buruk. Walau dia harus berpikir keras cara menaklukan dosen killer yang sudah menjadi musuh Dewa sejak semester satu.

"Thanks idenya, gue cabut dulu."

●●●

Setelah motor ninja merahnya terparkir rapi, Dewa langsung masuk ke dalam rumah mewah yang sepinya melebihi kuburan itu.

"Mbak, Papa ada?" tanya Dewa saat melihat asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan makan malam.

Wanita yang bernama Lastri itu menggeleng. "Belum pulang, Mas."

"Oke."

Selama dua puluh tahun Dewa hidup di dunia ini, sang ayah tidak pernah menyapanya, hanya sekadar memanggil nama Dewa pun tidak pernah. Dewa selalu bertanya tapi tidak pernah mendapatkan jawabannya. Entah kesalahan apa yang telah diperbuatnya, Dewa tidak tahu.

Sang ayah akan berangkat kerja di saat Dewa belum bangun, dan akan pulang setelah Dewa tidur, saat weekend pun ayahnya lebih memilih pergi dengan teman-teman kantornya atau menghabiskan waktunya di ruang kerja.

Tidak ingin berlama-lama di rumah gedong yang sepi itu, akhirnya Dewa memilih untuk keluar rumah. Mungkin dia bisa membeli minuman penenang yang dijual di minimarket. Dewa bukan cowok alim yang polos, tapi dia cowok dewasa yang mengerti minuman keras, rokok, dan kenakalan yang masih batas wajar. Untungnya dia tidak pernah main perempuan atau narkoba. Sedangkan balapan motor sudah menjadi kebiasaannya sejak SMA.

Itu bentuk pelampiasan kesepian yang dirasakan Dewa, dia sepi, benar-benar sepi.

Baru saja Dewa ingin mengambil sebotol minuman, namun tanpa disadari ada tangan yang langsung merebut botol itu.

Dewa menatap sang pelaku. "Balikin, Bu."

"Siapa suruh kamu minum ini, hah?" tanyanya dengan sedikit melotot.

Dewa mendesah kesal, tidak di kampus, tidak di luar, sama-sama menyebalkan.

"Bu, itu urusan saya."

"Saya dosen kamu, saya berhak mendidik kamu menjadi orang baik."

Mood Dewa sedang tidak bagus, dia malas berdebat, akhirnya dia mengambil minuman lain yang masih tersedia.

"Wa, ibu kamu udah meninggal, kamu ingin siksa dia dengan barang haram itu?" ucapan Aleena sukses membuat Dewa terdiam, dan mengurungkan niat tersebut. Selama ini dia tidak kepikiran dengan hal itu, bahwa ada seorang wanita yang harus dia doakan di sana meskipun dia tak pernah melihat wajah wanita yang melahirkannya itu secara langsung.

"Ibu tahu dari mana kalau Mama saya udah meninggal?"

"Datamu ada di tata usaha, saya pernah membacanya."

"Oh."

"Kalau kamu mau ibu kamu menderita di sana dengan kenakalan yang kamu lakukan di sini, ya silakan. Saya yakin, ibu kamu pasti sedih melihat anaknya seperti ini."

Setelah mengatakan hal itu, Aleena langsung menyimpan botol yang dia rebut tadi dan berjalan ke arah kasir.

"Bu Aleena ... "

Mendengar namanaya terpanggil, Aleena menoleh.

"Makasih, Bu. Udah ingatin saya," ujar Dewa dan langsung menghampiri Aleena, "saya aja yang bayar belanjaan Ibu, sebagai bentuk terima kasih saya."

"Eh?"

Dewa langsung mengambil keranjang di tangan Aleena dan dibawa ke kasir.

Aleena mengikut Dewa. "Nggak usah, saya bisa sendiri."

"Nggak apa-apa, Bu."

"Kamu lagi berusaha nyogok saya biar skripsi kamu cepat saya acc, ya?"

"Astaga, Ibu mah curigaan mulu sama saya, enggaklah. Saya kan ikhalas, sebagai terima kasih karena udah nyadarin saya."

"Totalnya 375 ribu," ujar petugas kasir.

Dewa langsung memberikan kartu debitnya.

"Silakan, pinnya, Mas," lanjut petugas itu.

Dewa langsung memencet enam digit angka. Setelah selesai bertransaksi, keduanya langsung keluar dari minimarket tersebut.

"Saya antar pulang, ya."

"Nggak usah, saya jalan aja. Apartemen saya dekat sini."

"Bu, rezeki nggak boleh ditolak."

"Nggak usah, Dewa. Saya bisa sendiri."

"Bu?"

"Kalau kamu ngeyel, saya akan persulit skripsi kamu."

Mendengar ancaman itu membuat Dewa langsung terdiam.

Dasar, giliran gue bayarin belanjaan lo, nggak diancam kayak gitu, dasar sukanya gratisan.

"Makasih udah bayarin, saya permisi." Aleena langsung melangkah pergi.

Sabar, Wa. Lo pasti bisa taklukin si Ena-ena itu, kalau perlu lo ajak ena-ena biar dia nurut.

●●●

Jangan lupa vote dan comment.

Mampir juga ke akun pribadi aku Mlyftr96

See you, next part.

DEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang