***
Saat beberapa langkah mendekati mobil, langkah Alby terhenti.
Lagi, dan lagi.
Adiba pun bingung kenapa laki-laki ini terlalu sering menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.
Alby berdiri tegak menghadap ke sebuah bangku di luar arena bermain. Sebuah bangku pink yang di depannya terdapat banyak gembok digantungkan.
Hingga tanpa terasa, tiba-tiba buliran airmata menetes dari pelupuk mata Alby.
Dengan cepat, ia menghapus airmatanya.
Dan, membalikkan badan untuk segera masuk ke dalam mobil.
Beruntungnya, Alby mengenakan kacamata hitam. Jadi, Adiba tidak akan menyadari bahwa Alby sempat meneteskan airmata beberapa detik yang lalu.
Mobil pun mulai melaju. Namun, Adiba seperti merasakan ada yang aneh. Sikap Alby berubah 180 derajat. Sikap dinginnya yang sempat mencair, kini berubah jadi sebuah bongkahan es.
Adiba menyibukkan diri dengan memainkan ponselnya.
Sedangkan, Alby, menyibukkan diri dengan berusaha membuang perasaan sakit yang tiba-tiba menghujam jantungnya saat itu juga.
Ia kira, semua perasaan sesak yang membelenggunya sudah menghilang karena termakan waktu. Nyatanya, semua perasaan sakit itu tetap ada. Dan, kian nyata.
Sebuah kenangan yang baru saja membuatnya mengingat tentang rasa sakit yang pernah ia rasakan. Beberapa tahun lalu, Alby datang dengan seorang perempuan. Bukan perempuan biasa. Namun, seseorang yang istimewa.
Bersamanya, mereka menggantungkan harapan akan kembali dengan perasaan yang sama.
Sayangnya, kenangan tinggallah sebuah kenangan.
Yang berubah menjadi luka yang amat menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The CEO
General FictionAkhir dari sebuah cerita memang rahasia Semesta. Namun, usaha yang ditempuh tergantung masing-masing manusia. Mereka yang mau bertahan menyembuhkan luka. Atau, mereka yang menyerah begitu saja.