13

359 19 2
                                    

*** 

Sesampainya di Apartement, Adiba berinisiatif untuk berterimakasih pada Alby untuk kebaikan yang laki-laki itu lakukan hari ini.

Sebelum keduanya masuk ke kamar masing-masing, Adiba menghentikan langkah Alby dengan menahan lengan laki-laki itu. Alby menoleh.

"Makasih ya untuk hari ini, pak Alby," ujar Adiba dengan anda riang.

Alby hanya mengangkat kedua alisnya. Dan, melepaskan lengannya dari genggaman Adiba. Kemudian, meninggalkan Adiba tanpa sepatah kata pun.

Adiba memurungkan wajahnya. Ia bahkan memutar bola matanya, mengingat-ngingat apakah ia kembali melakukan kebodohan?

Alby menutup pintu kamarnya dengan kencang. Suaranya amat sangat nyaring, karena Alby membanting pintunya dengan keras. Yang sontak membuat semua orang yang berada di kamar langsung keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Saat semua pasang mata menatap Adiba dengan pertanyaan, perempuan itu hanya membalasnya dengan senyuman kikuk.

Lalu, ia masuk ke dalam kamarnya.

Di sana, ia merebahkan tubuhnya. Memikirkan betapa laki-laki itu amat sangat abu-abu dan sangat sulit ditebak.

Di satu sisi, Alby menampilkan sosok yang cool & dingin secara bersamaan. Di sisi lain, ia menampilkan sikap manisnya terhadap perempuan. Dan, di sisi lain, laki-laki itu bisa dengan cepat merubah sikapnya hanya dalam hitungan detik.

Adiba melepas ikatan di rambutnya.

Memikirkan Alby, memang selalu menyisakan misteri yang tidak mudah dipecahkan.

Tapi, semua lamunannya buyar saat notifikasi ponselnya berbunyi.

@AlbyG : Sorry. And, thankyou.

Sebuah notifikasi pesan dari Instagram.

Adiba bangun dari posisi tidurnya dan berjalan mendekati balkon kamarnya. Di sana, ia memandangi indahnya kota Seoul pada malam hari. Merasakan dinginnya angin kota Seoul yang membuatnya enggan untuk berlama-lama ada di luar.

Saat Adiba bersiap untuk menutup pintu balkonnya, ia secara tidak sengaja mendengar suara isak tangis dari kamar sebelahnya.

Lebih tepatnya, suara isak tangis yang berasal dari kamar Alby.

Adiba mengurungkan niatnya untuk menutup pintu, dan kembali menuju balkon kamarnya. Di situ, Adiba duduk sambil terus mendengarkan suara berat laki-laki itu yang tengah menangis.

Alby benar-benar menangis. Bahkan, bisa terdengar suaranya yang kian parau. Tidak hanya suara tangisan, Adiba juga mendengar adanya suara barang yang dibanting.

Untuk sesaat, Adiba merasa kaget dan berinisiatif untuk menghampiri laki-laki itu. Tapi, sedetik kemudian, ia mengurungkan niatnya.

Adiba memilih untuk tetap duduk sambil terus mendengarkan Alby tenggelam dalam kesedihannya.

Mendengar suara tangisan yang begitu menyedihkan itu, membuat Adiba ikut bersedih. Entah apa yang sedang terjadi, tapi Adiba merasakan sesak yang tidak biasa. Seolah ia juga merasakan kesedihan yang Alby rasakan saat ini.

Ingin rasanya Adiba menghampirinya hanya untuk sekedar berkata: Semua akan baik-baik saja. Tapi, di saat yang bersamaan juga, ada yang menahan langkahnya.

Malam ditutup dengan sebuah pertanyaan baru. Sedangkan, banyaknya pertanyaan yang ada belum juga mendapatkan jawaban.

Dari balik dua kamar yang berbeda, keduanya menghabiskan malam dengan airmata.

Yang satu tenggelam dalam penyesalannya.

Yang satu tenggelam dalam kebimbangannya.

Dan, Semesta pun mulai bercerita...

The CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang