27

350 21 0
                                    

***

Adiba dan Alby tiba di sebuah restaurant yang sudah dipenuhi oleh rekan Alby.

Ah, undangan makan siang bisnis rupanya.

Sebelum Alby bergabung dengan rekan bisnisnya yang lain, ia mengantar Adiba pada sebuah meja kosong di sana.

"Kamu di sini aja," celetuk Alby.

Adiba mengangguk.

Sebelum Alby berbalik badan, ia kembali menoleh pada Adiba.

"Kamu bisa nyetir?"

Adiba kembali mengangguk,"Bisa, pak."

Alby pun membalasnya dengan anggukkan.

"Dib, mungkin saya akan sedikit minum dan..." Alby menggantungkan kalimatnya. "...mungkin sedikit mabuk."

Alby tersenyum pada Adiba sebelum akhirnya ia meninggalkan Adiba sendirian dan bergabung oleh rekan bisnisnya yang lain.

Adiba tak berkata banyak. Ia hanya melihat Alby dari kejauhan yang mulai mengumbar senyum pada para rekannya. Sekilas, Alby terlihat seperti orang yang hidupnya selalu bahagia dan baik-baik saja.

Padahal, jika mau dilihat dari dekat, hidupnya jauh dari kata baik-baik saja.

Terbelenggu dalam sebuah rasa penyesalan yang mendalam dan terus menyalahi diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Alby harus terus bertahan dan melalui malam-malam kelam setiap harinya.

Sampai-sampai, berteman dengan alkohol merupakan hal yang biasa.

Adiba terperangah kaget saat beberapa hidangan makanan sudah sampai di mejanya. Padahal, ia belum memesan apapun.

Tak hanya makanan, pelayan restauran memberikan ia secarik kertas yang berisikan...

Aku pesenin ini. Aku takut kamu bingung mau makan apa. Jadi, aku pesenin makanan yang biasa aku makan. Enjoy your time. : )

....

Adiba terperanjat. Ia menutup mulutnya untuk tidak berteriak saat itu juga.

"Sweet," gumamnya.

Dengan pancaran mata bahagia, Adiba menyantap makanan yang Alby pesankan padanya.

Benar saja, makanan ini enak dan cocok di lidahnya.

Adiba benar-benar jatuh cinta...

...pada makanan yang ada di hadapannya.

Eh, atau pada orang yang memberikannya?

The CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang