Padahal kita bukan siapa-siapa, tapi kenapa aku selalu merasa khawatir padamu?
•••
"Sejak kapan lo di situ?" tanya Elvano dengan raut wajah yang kaget.
Karena tidak mendapat balasan dari Gita, Elvano melangkah mendekatinya dengan kaki yang terpincang. Sebenarnya dia hanya sengaja membuat kakinya terpincang-pincang agar Gita tidak berpikiran aneh tentangnya.
Elvano melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah Gita untuk menghentikan lamunannya. "Heloooo...."
Gita mengedipkan matanya berkali-kali lalu mengabaikan tatapannya dari Elvano.
"Lo ngapain di sini? Lo ngikutin gue yah? Yaelah, segitunya yah lo ngefans sama gue?" Elvano lagi-lagi masih bisa bertingkah kepedean tingkat raja di saat situasi seperti ini.
"Lo baik-baik saja?" tanya Gita dengan spontan.
Ah, bodoh! Ngapain gue nanya gini
Bukan-bukan, Gita menanyakan hal itu bukan karena dia khawatir, hanya saja dia ingin memastikan kondisi Elvano saat ini.
"Lo khawatir sama gue?" Sekarang tingkat kepedean Elvano meningkat menjadi kepedean tingkat dewa.
"Hah? Siapa yang khawatir? Gue cuman nanya, lo baik-baik saja gak? Soalnya tadi gue lihat lo ketabrak di jalan sana, terus lo masih bisa lari kayak gini," kata Gita yang menolak mentah-mentah kegeeran Elvano.
Elvano mengabaikan ucapan Gita, dia melangkahkan kakinya untuk kembali ke tempat di mana pemilik tas itu berada.
Karena merasa diabaikan, Gita pun ikut mengekor di belakang Elvano. "Lo gak usah kegeeran yah, gue ke sini bukan karena mau lihat lo, tapi kebetulan aja gue tadi mau beli sesuatu di warung dekat sini," ucapnya berbohong.
Elvano menoleh ke Gita yang berjalan bersampingan dengannya. "Terus sekarang lo gak jadi beli karena ketemu gue?"
"Hidih, najis. Gue gak jadi beli karena warungnya ketutup bukan karena ketemu sama lo," ketus Gita lalu melangkah mendahului Elvano dengan kaki yang sengaja dia hentakkan.
Mereka berdua berjalan bersamaan menuju tempat yang sama, Gita menghentikan langkahnya sebelum akhirnya menyebrangi jalan raya besar itu. Dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan kalau kendaraan sudah tidak ada yang melintas lagi.
Baru saja dia melangkahkan kakinya dua langkah, langkahnya malah terhenti saat sebuah genggaman menariknya untuk kembali ke tempat semula.
Pip... Pip...
"Kalau bawa motor lihat-lihat dulu dong, Bro!" teriak Elvano memarahi pengendara motor itu yang nyaris menabrak Gita.
Gita melepas genggaman Elvano. "Gu-"
"Lo juga, kalau jalan tuh lihat dulu, di sini kan ada lampu lalu lintas buat pejalan kaki, lo gak bisa lihat warnanya apa? Lo buta warna?" tanya Elvano dengan nada yang terbilang membentak tapi sebenarnya ada rasa khawatir dalam dirinya.
"Kalau ngomong tuh gak usah ceplas-ceplos gitu, gue gak buta warna yah," ketus Gita lalu melangkahkan kakinya lagi untuk menyebrangi jalan raya itu.
Lagi-lagi tangan Elvano menghentikan langkah Gita. "Belum lampu hijau, masih lampu merah buat pejalan kaki." Kali ini nada bicara Elvano sengaja dia pelankan agar tidak terkesan membentak.
Gita hanya terdiam, dia mengabaikan ucapan Elvano sambil menunggu lampu untuk pejalan kaki bewarna hijau. Tak lama setelahnya lampu yang tadinya bewarna merah kini berganti menjadi hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Fisikku memang tidak bisa merasakan apapun, tapi hatiku mampu merasakan cintamu yang tulus." Elvano memiliki arti hadiah dari tuhan berupa anak yang kuat. Tapi dalam cerita ini, Elvano bukanlah anak yang kuat. Hanya saja di...