Your Arms Around Me

3.6K 580 281
                                    

Your Arms Around Me - Chasing Noise

---

Berpacaran dengan Erisha, artinya Ale harus siap menghadapi perbincangan apapun tanpa embel-embel rahasia. Cewek itu bukanlah tipe yang suka memendam isi kepalanya. Oleh karenanya, sebisa mungkin Ale mengimbangi cara Erisha mengajaknya berinteraksi. Begitu juga topik tentang mantan kekasihnya, Aldo.

Kembali ke minggu-minggu awal setelah Erisha menyampaikan traumanya akibat pernah nyaris dilecehkan Aldo di kamar hotel, Ale menghindari menempatkan cewek itu dalam kondisi di mana hanya ada mereka berdua.

Ale sering membawa Erisha ke kantor Lensproject, bertemu Ceye dan Ladin, bahkan hingga mengajaknya ikut meeting dengan klien. Tujuannya, agar Erisha lebih dulu merasa aman dan percaya bahwa ada banyak yang bisa Ale berikan selain waktu intim berdua.

Masih di tengah-tengah usaha Ale menyingkirkan semua hal tentang Aldo, cewek itu justru dengan berani menyuarakan hal yang telah dipendamnya lama.

"Beberapa hari setelah aku putus sama Aldo, temen-temen aku justru heran. Kata mereka, Aldo salah apa? Terus aku jawab aja sejujur-jujurnya. Ale tahu kan aku nggak bisa ngerahasiain sesuatu lama-lama? Apalagi yang nanya adalah sahabat-sahabat aku."

Ale memang terbiasa dengan kebiasaan Erisha yang suka bercerita dengan tiba-tiba. Tapi bukan tentang topik ini. Jadi responnya sekadar anggukan ragu tanpa kata-kata.

"Ternyata, mereka malah heran kenapa aku berontak. Kata mereka, apa yang dilakuin Aldo tuh wajar. Kata mereka juga, orang-orang kayak aku harusnya nggak usah sok jual mahal kalau diajak--"

"Kamu manusia, bukan barang," potong Ale datar namun tegas. Ada sekelebat amarah dalam suaranya.

Erisha seketika diam. Sementara Ale yang waktu itu sedang sibuk memilah video-video di laptopnya langsung menghentikan kegiatannya dan menghadap sang lawan bicara.

"Kamu masih temenan sama mereka?" tanyanya.

"Udah enggak, kok. Apalagi ternyata selama ini, mereka pikir aku sama Aldo..." Erisha menjeda takut-takut. "Ale ngerti, kan?"

Ale mengangguk. "Jauhin apapun yang berkaitan sama Aldo, termasuk temen-temen kalian."

Mendengar nada tegas Ale, Erisha ikut mengangguk. "Aku nggak pernah berhubungan lagi sama mereka. Ternyata aku cuma dianggep cewek yang nggak tahu apa-apa, yang gampang dibegoin, dan mau-mau aja."

"Sori, Rish. Bukan hak aku untuk ngelarang apapun. Aku cuma nggak mau kamu ketakutan kayak dulu lagi."

"Dan Ale tahu, bukan cuma trauma yang aku rasain. Tapi banyak hal negatif yang langsung muncul di kepala aku. Ternyata, temen-temen yang aku percaya sama brengseknya kayak Aldo. Aku bisa aja kenapa-napa waktu itu."

"Kamu bisa aja kenapa-napa waktu itu." Ale mengulang.

"Untungnya aku nggak kenapa-napa."

"Jangan kenapa-napa."

"Nggak bakal, Ale."

Ale selalu bersyukur bahwa Erisha sangat terbuka soal hal ini. Bukan hal yang mudah untuk mengurai masa lalu satu-persatu, apalagi yang melahirkan trauma. Tapi Erisha dengan susunan kalimatnya yang sederhana dan tanpa dipikir panjang, berhasil menyampaikan apapun yang menyesaki kepalanya.

Sayangnya, dalam rentang waktu yang lama setelah Erisha berani menceritakan masa lalunya, Ale justru belum bisa melakukan hal yang sama. 

----

DI tengah-tengah kuliah dan pekerjaan yang berusaha Ale seimbangkan, ternyata saat ini rutinitasnya bertambah lagi. Well, sebenarnya bukan rutinitas. Ale justru menganggap kegiatan yang satu ini sebagai refreshing yang menjedanya diantara padatnya kuliah dan pekerjaan.

50mm (35mm Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang