Disinilah aku, duduk dihadapan dua orang yang menjadi pusat masalahku saat ini. Tiga gelas susu kocok dan sepiring besar fish and chips terhidang di hadapan kami. "So apa jawabanmu, Nea?" tanya salah satu diantara keduanya, pemuda tampan dengan nametag Santino dan lambang universitas Indonesia tergantung di lehernya. "Ssst diamlah bocah! Jangan memaksanya untuk bicara sekarang! Athenea, dear, take your time okay? Relax" sembur yang lainnya, pemuda yang tak kalah tampan dengan jaket 'Oxford Basketball Club Captain Reynard' membalut tubuh atletisnya. Aku, gadis biasa dengan rambut seperti singa, kutu buku pendiam, freshman culun dari Universitas New South Wales dihadapkan dua pilihan tersulit dalam hidupku.
Kedua orang yang memegang peran penting dalam hidupku mempertanyakan pilihanku diantara keduanya. Reynald, senior sekaligus pelatihku saat masih duduk di bangku SMP, yang membentuk karakter debatku dan motivator hidupku, dan Ino, partner King saat SMP dan teman terdekatku hingga akhirnya kami memilih jalan hidup berbeda, namun tak memutuskan tali komunikasi kami. Di dalam cafè di Central Park, New York, Kak Rey yang berlari pergi dari jam istirahat pertandingan basketnya, dan Ino yang meninggalkan rombongan pertukaran pelajar kampusnya hanya karena mendengar kabar bahwa aku berada di negara dan kota yang sama dengan mereka.
"Huftt... kalian yakin kalau kalian tidak akan saling meninju satu sama lain lagi saat mendengar keputusanku?" Tanyaku setelah 15 menit terdiam. "Mmhmm" angguk mereka berdua hampir bersamaan, dengan raut wajah serius yang membuat tawaku pecah.
"Oke oke sorry, baiklah. Jadi keputusanku, aku akan memilih..."
"Menjawabnya setelah kita pulang ke Indonesia" jawabku dengan tawa ringan, melihat wajah datar keduanya yang masih saja tampan.
'Apasih, bangun woy'
Aku lalu berdiri dan memeluk keduanya. "Aku harus kembali ke hotel, aku akan menyiapkan materi seminar nanti. Ciao fellas " ujarku lalu melambaikan tangan. Saat aku berbalik keduanya tampak beradu argumen seperti anak kecil yang memperebutkan mainan. Aku tertawa, namun wajahku yang tertekuk menyiratkan perasaanku saat ini.
Gundah, resah. Tak mungkin aku memilih salah satu diantara mereka, karena itu akan merenggangkan hubunganku dengan yang tak terpilih. Selain itu, aku memang menyayangi mereka berdua sama rata. Bahkan keduanya pernah menjadi crush ku di masa lalu.
"Tidak Athenea, lebih baik kau tidak memilih salah satu diantara mereka, dan ikut denganku saja" sebuah suara menyapa rungu ku, dengan bahasa Indonesia beraksen bule. Aku mendongak, terkekeh melihat wajah tampan berhidung bangir yang sedang tersenyum itu. "Hmm, I can't give you a certain answer for that at the moment, tapi ayo pergi dari sini terlebih dulu" jawabku lalu menggaet lengan kekarnya, merapikan rambut pirang pemuda sekampusku, yang statusnya pun masih mengambang, menambah satu lagi tumpukkan masalah di kepalaku. Chris, pemuda Australia-Korea yang membantuku dengan masalah introvertku selama masa-masa awal freshman dan rela mempelajari Bahasa Indonesia demi bisa berkomunikasi dengan lancar bersama keluargaku. Pemuda yang dua tahun lebih tua dariku itu, membatalkan jadwalnya sebagai DJ di Los Angeles dan terbang ke New York untuk menemuiku dan 'menjaga' ku. Memang berat sekali ujian hidup seorang Atalante Athenea ini. Dan tentu saja ini belum termasuk Brian, Maverick, dan bucin-bucinku yang lain. Hah....
"Apa sih yang kalian lihat dariku? Kenapa kalian memutuskan untuk menjadi bucin ku sedangkan ada banyak gadis-gadis yang paket lengkap diluar sana?" Tanya ku saat kami berhenti untuk membeli es krim. Chris tak langsung menjawab. Ia menerima es krim pesanan kami, lalu menuntunku untuk duduk di bangku terdekat. Ia kemudian menyuapiku es krim, sebagai tanda bahwa aku harus diam dan menyimak perkataannya tanpa menyela.
"In my opinion Nea, kau sendiri sudah paket komplit. I'd be honest, badanmu bagus, otakmu cemerlang, dan fisikmu kuat. Mudah bagimu untuk menonjol diantara sekumpulan wanita lain seusiamu. And you have a great heart, honey. Dan aku yakin, mereka semua melihat dirimu tak hanya dari penampilan visual, tetapi bagaimana kau memperlakukan mereka, bagaimana kau memperlakukan orang lain bahkan alam di sekitarmu. That's what pulling me closer into you" jelas Chris panjang lebar, lalu menghabiskan sisa es krimnya yang hampir mencair. Aku hanya terdiam, memproses semua perkataannya sebelum akhirnya berdiri. Chris menatapku dengan sorot mata bingung, yang kemudian berubah terkejut saat aku mengecup pipinya. "Thanks for being my answer Chris. Now I have to go. My other questions are waiting" ujarku lalu melangkah pergi dari bangku tempatnya duduk, meninggalkan Chris yang masih loading termangu seperti orang yang tidak waras.
"I hope this is your last quest Nea, so that your story and mine will become one. A story that will never end"
.
.
.
.
.
A/N
Based on experience ini yak :"v sedikit campuran rl disini :v anyway voment jusseyo, terima kasih dan sampai jumpa
![](https://img.wattpad.com/cover/191730156-288-k259957.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When Dawn Breaks
FanfictionHanya imajinasi liar di tengah insomnia. Selamat membaca