Part 2

2.1K 91 6
                                        


Dari jauh, dapat kulihat Bayu sudah ada di kedai Mang Rohim. Dia terlihat sibuk dengan ponselnya di salah satu meja pengunjung. Belum apa-apa, darahku rasanya sudah mendidih melihat sosoknya dari kejauhan.

Saat aku tiba, Bayu langsung meletakkan ponselnya dan berdiri dengan salah tingkah, memintaku duduk di hadapannya. Dengan malas kutarik kursi dan segera duduk senyaman mungkin.

Kutatap datar sosok pria di hadapanku dengan tatapan yang sepertinya tidak membuatnya nyaman. Tampak dari reaksinya yang berkali memaksakan tersenyum tapi terlihat kikuk. Aku tidak perduli.

“Makasih, ya, Neng, udah mau dateng.” Dapat kurasakan ia seperti memaksakan diri untuk mencairkan suasana.

“Sebenernya Aa bingung mau mulai dari mana. Karena terlepas nanti apapun yang akan Aa bilang, Neng pasti nggak akan percaya.”

Aku mulai tertarik dengan apa yang akan ia katakan. Kuubah posisi duduk yang semula bersandar pada bangku, menjadi menopang dagu pada tangan di atas meja. Kuangkat sebelah alisku sebagai isyarat untuknya melanjutkan apa yang baru saja ia ucapkan.

“Aa tau kalo Neng udah tau yang sebenernya.” Aku masih pada posisiku, menatapnya tajam sambil menopang dagu tanpa sepatah katapun yang keluar.

“Jujur, Neng. Mereka itu gak ada artinya apa-apa buat Aa. Mereka semua yang minta Aa buat jadi pacar. Aa Cuma ngerasa nggak enak, Neng.”

Aku cukup terkejut dengan apa yang Bayu ucapkan. Kembali aku mengubah posisi duduk bersandar pada bangku dengan kedua tangan yang terlipat di dada dan kembali mengangkat sebelah alisku.

“Maafin Aa, Neng. Aa gak akan membela diri. Karena Aa tau, Neng pasti gak akan percaya,” lanjutnya seraya tertunduk.

“Ada berapa?” Akhirnya suaraku keluar. Aku ingin memastikan apakah jumlah perempuan yang kutemukan sama dengan yang dia sembunyikan selama ini.

“Selain Neng ada empat,” jawabnya lagi. Sesaat ia sempat memandang wajahku takut lalu kembali menunduk.

Spontan tawaku terlepas. Kalian tahu kan? Tawa sinis yang bercampur dengan rasa kesal dan marah? Ya, seperti itu.

Kualihkan pandangan sejenak. Lalu aku kembali menatapnya tajam. Ingin rasanya saat ini juga aku meremas mukanya sekuat mungkin. Merobek mulutnya yang baru saja menjawab hal sepenting itu dengan entengnya. Empat orang? Wah! Dia benar-benar keterlaluan. Padahal aku baru menemukan tiga.

Kupandangi sosoknya dari ujung kepala sampai ujung kaki. He is not even worth my time, gosh! Demi kerang ajaib, bagaimana bisa aku selama ini menggilainya?

-bersambung-

(Bukan) Kisah Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang