Part 3

1.8K 80 0
                                        


“Empat orang?” tanyaku masih dengan posisi bersandar, tangan dilipat di depan dada dan kepala sedikit miring dengan mata yang sebisa mungkin aku tahan untuk tidak terlalu membelalak saking terkejutnya dengan jawaban Bayu.

“Sejak kapan?” lanjutku. Kali ini dengan intonasi suara yang kubuat sedatar mungkin.

“Sebenernya begitu kita jadian, besoknya Aa ada mutusin dua orang. Demi Neng. Tapi seminggu kemudian ada yang ngajak Aa jadian, dan yang lainnya nyusul satu-persatu. Aa bener-bener nggak bisa nolak, Neng. Ada yang sampe nangis-nangis minta di terima.”

Gila! Ingin rasanya aku berteriak di depan mukanya, ‘Sok kecakepan banget Lu, Anoa!’ tapi aku urungkan. Aku lebih memilih tertawa mengejek dengan mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat yang bersamaan pandanganku bertemu dengan Yuda, teman sekelasku.

Kulihat dia sesaat memperhatikan Bayu, lalu kembali memandangku dan bertanya dengan gerakan bibir dari jauh, ‘Berantem, ya, Lo?’ yang kujawab dengan mengangkat bahu dan mengerucutkan bibir sebal. Yuda hanya tertawa, langkahnya semakin mendekat dan memilih meja tidak jauh dari tempatku dan Bayu.

“Sekarang semuanya terserah Neng. Aa terima aja.” Pandanganku kembali pada Bayu. Sesaat aku bingung dengan apa yang baru saja ia katakan.

“Maksudnya gimana, nih?” tanyaku seraya mengubah posisi dengan meletakkan kedua tangan di meja.

“Iya, Aa mah sekarang terserah Neng aja. Aa ngaku salah. Nggak seharusnya Aa bohongin Neng,” jawabnya sambil memainkan ponsel di tangan.

Ingin rasanya kurebut dan kulempar ponsel di tangannya sekuat tenaga. Tapi aku khawatir nanti dia akan meminta ganti rugi. Bisa-bisa aku rugi dua kali. Rugi waktu seperti selama ini ditambah rugi materi karena harus mengganti ponselnya.

“Jadi? Mau putus, gitu?” tanyaku meyakinkan dengan alis bertaut mencoba mencerna pernyataan Bayu.

“Yah, Aa, sih, maunya Neng maafin Aa. Tapi kalo emang Neng maunya putus, Aa bisa apa?”  Aku menggaruk kepalaku meski tidak gatal. Apa aku tidak salah dengar? Otakku rasanya semakin kusut memikirkan ucapan Bayu yang rasanya sangat tidak tahu diri.

“Sebentar! Kok nggak ada pembelaan sama sekali? Kalo kayak gini, kesannya situ yang salah, tapi situ yang minta putus, donk? Kok ngaco?” tanyaku sambil memegang erat gelas minuman di hadapan. Sekuat tenaga aku menahan hasrat ingin menyiramnya dengan segelas capuccino panas.

“Bukannya nggak ada pembelaan, Neng. Aa tau Aa salah. Makanya Aa nyerahin semuanya sama Neng.” Wajahnya tampak sedikit memelas, tapi di mataku terlihat sangat menjijikkan.

Aku menghela napas dengan kasar sambil kembali mengalihkan pandangan. Kulihat Yuda tengah menatapku seraya mengangkat gelas dan tersenyum setengah mengejek.

‘Rese!’

-bersambung-

(Bukan) Kisah Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang