gadis kecil

28 3 0
                                    

Salah satu gadis kecil yang duduk dikelas tiga SD itu hanya bisa melihat keramaian teman temannya ditempat duduknya, tak memiliki keberanian untuk bergabung atau hanya sekedar mendekat. Setiap harinya begitu saja, ia seolah hanya menjadi penonton. Gadis kecil itu bernama Anka, yang memiliki postur kecil dan kurus dengan penampilan yang selalu dikuncir kuda, ia seorang gadis kecil introvert membuat dirinya tak seceria anak belia pada umumnya. Sebenarnya ia ingin sekali ikut merasakan kecerian bersama teman temanya namun rasa tak berani dalam dirinya untuk bergabung dengan yang lain tak bisa ia kalahkan.

"Anka, yuk main bareng sama mereka" ajak Rere dengan semangat, teman sebangkunya yang memang memiliki kepribadian 180° berbanding terbalik dengan Anka. Anka hanya menggeleng kepala sebagai jawaban.

"Yaudah,Rere main sama mereka dulu ya. Tapi Anka beneran ga mau ikut sama Rere main?" Tanya Rere dengan wajah polosnya. Lagi lagi Anka tak buka suara, ia hanya mengangguk.

Begitu, Anka selalu saja menolak ketika Rere mengajaknya bermain,padahal usia belia seharusnya menjadi masa yang indah nan ceria, tapi itu tak berlaku untuk Anka. Mungkin orang orang yang melihat Anka akan kasihan dengan ketersendirian dan kependiamannya.

Waktu istirahat tersisa 15menit, Rere yang sudah puas bermain dengan yang lain kembali menghampiri Anka yang masih tetap duduk sambil melihat keramaian diluar kelas.

"Anka, keluar yuk sama Rere. Anka emang gak pegel duduk aja?,Kalau Anka gamau main sama mereka kalo gitu Anka main sama Rere aja yuk, main ayunan".Ajak Rere untuk yang kesekian kalinya. Dan kali ini Anka tak menolak, ia mengangguk dengan senyum tipis dibibirnya.

"Yeayyy, yaudah yuk. Anka jalannya yang cepet nanti keburu bel" Ucap Rere senang lalu menarik pelan tangan Anka sambil berlari kecil menuju ayunan yang terletak dibelakang gedung kelasnya.

Decitan tiang ayunan yang memang sudah usang itu terdengar, Rere yang mendorong ayunan dari belakang terlihat begitu senang diwajahnya sedangkan Anka hanya tersenyum tipis saat melihat raut wajah Rere yang sangat menggemaskan ketika tiap kali mendorong cukup keberatan ayunan yang ditumpangi Anka berhenti. Anka masih melayang bebas diayunan, ada senyuman singkat ketika Rere berdiri disamping ayunan.

"Anka, kalo mau main sama Rere tinggal bilang aja,gausah takut.Rere pasti mau kok." Ucap Rere sedikit berteriak mengingat Anka masih dalam posisi berayun.

"Iya"

"Terus Anka jangan diem aja, Anka juga jangan malu kalo mau main,kan mereka semua temen temen Anka juga."

"Mereka jahat sama Anka, mereka sering ledekin Anka anak kurang gizi, Anka ga suka mereka." ucap Anka dengan raut wajah sedikit merengut.

"Mungkin mereka cuma becanda. Yaudah kalo Anka ga suka.Tapi kalo Rere mau main sama mereka gapapa kan?"

"Gapapa, tapi Rere masih mau kan temenan sama Anka?" ucap Anka pelan.

"Rere masih mau kok temenan sama Anka, Anka kan baik" ujar Rere dengan senyum manisnya.

Anka tersenyum senang mendengar jawaban Rere, pasalnya ia takut kehilangan teman terdekatnya dikelas hanya karena teman yang lain jauh lebih menyenangkan ,takut tak ada lagi yang mengajaknya main seperti saat ini. Ia takut kehilangan orang terdekat dikelasnya sebagaimana ia kehilangan orang yang selalu mengerti Anka, ya..ayah dan ibunya.

Kecelakaan yang merenggut dua sosok yang selalu disampingnya membuat Anka amat kehilangan segala keceriaanya,tak ada lagi senyum lepas seperti sebelumnya, tak ada lagi wajah gembira selepas pulang sekolah. Ia kehilangan tempat cerita seusai pulang sekolah atau apapun itu, ia kehilangan sosok yang selalu membuatkan bekal dan yang selalu mengantarnya sekolah.

Kejadian tahun lalu, perlahan menjadikan Anka yang berbeda. Anka yang pendiam ,penakut,pemalu,pemurung yang sama sekali bukan seperti Anka yang dulu. Anka juga tak mengerti mengapa bisa begini sebab ia terlalu belia untuk mengerti semua ini.

Semenjak kejadian itu Anka tinggal bersama Bibi dan sepupunya dirumah yang sederhana,tempat tinggal milik orang tua Anka dijual untuk membiayai pendidikan Anka kedepannya.

Jam pulang sekolah Anka tiga puluh menit lagi, Winda sang bibi Anka yang sekaligus menggantikan peran Ibunya tengah memanaskan mesin motor untuk menjemput Anka.Jarak dari rumahnya dengan sekolah Anka cukup jauh memerlukan waktu dua puluh menit untuk sampai sehingga harus lebih awal agar tak membuat Anka menunggu lama.

Lima menit yang lalu Winda tiba digedung sekolah Anka, ia menunggu didepan kelas Anka seperti biasanya. Mengerti perubahan dalam diri Anka membuatnya lebih memperhatikan Anka daripada anaknya yang memang umurnya berbeda tiga tahun lebih tua dari Anka.

"Bibi,Ibu sama Ayah udah pulang?" Tanya Anka sambil naik keatas motor,duduk dibelakang sang bibi.

"Belum,udah Anka yang sabar aja ya" ujar Winda lalu melajukan motornya.

Percakapan singkat diatas motor antara bibi dan ponakan itu selalu saja terjadi,masih dengan pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama pula. Usianya yang terlalu muda membuat Anka belum benar benar mengerti arti kepergian yang sebenarnya,ya.. Anka sebenarnya masih selalu menanyakan pada Winda perihal kedua orangtuanya yang ia pikir akan kembali lagi,berkumpul seperti dulu.

Sejak saat itu, Anka kehilangan Matahari dan Rembulan dalam hidupnya.

•••


Tunggu kelanjutannya ya..
Jangan lupa klik tombol bintang
Dan tanggapan kalian dikolom komentar

Dariku untukmu: Terimakasih

senin,5 Agustus 2019

salam,
rachmatiannisa

ANKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang