Suasana mendung kian menghitam, menurunkan berjuta butiran kecil yang kemudian semakin membesar dan deras. Rintikan hujan menyelimuti suasana kelas yang semakin senyap akibat pertanyaan Ibu Lina, tak ada respon dari siapapun hanya suara bisikan kecil dari beberapa mulut murid yang ada didepannya.
"Anak anak, ada yang mau kalian sampaikan pada Anka?" Ibu Lina kembali bertanya namun tetap tak ada respon, dan bahkan kini Ibu Lina disuguhkan keributan dari murid perwaliannya yang saling siku menyiku untuk menyuruh berbicara sepatah dua patah. Guru tersebut hanya menghela nafas.
"Ya sud.." Belum juga Ibu Lina menyelesaikan ucapannya, tiba tiba Rere berlari kecil dan memeluk Anka. Anka yang sedari tadi menunduk pun kini membalas pelukan Rere dengan ragu.
"Anka, maafin Rere. Maaf akhir akhir ini Rere ngejauh dari Anka, Rere cuma pengen Anka berani main sama yang lain, bukan sama Rere aja, maaf Rere waktu itu enggak tolongin Anka pas Anka jatuh, sebenernya waktu itu Rere mau tolongin Anka,tapi tangan Rere keburu ditarik sama yang lain." Aku Rere sejujurnya,dengan air mata yang kini membasahi seragam Anka.
"Gapapa Re.." Ujar Anka sangat pelan sehingga hanya Rere saja yang dapat mendengar.
"Rere sayang Anka, Anka jangan lupain Rere ya" pesan Rere sambil menghapus air matanya dengan kekehan kecil. Anka hanya mengiyakan saja.
"Makasih udah mau temenan sama Anka" Rere hanya mengangguk tersenyum lalu memeluk Anka kembali.
"Maapin kite kite ya ka suka ngejahilin, tapi bener dah sebenernya kite kite cuma becanda doang, iyekan temen temen?" suara itu tiba tiba terdengar begitu lantang dari arah belakang pojok kelas dengan logat betawi yang kental sekali , siapa lagi kalau bukan Tio, pemilik suara tadi. Siswa yang selalu bertingkah lucu.
"Iya bener tuh" murid yang lain menimpali perkataan Tio, dengan suara yang didominasi oleh laki laki tentunya.
Suasana kelas kini tampak lebih cair berkat Tio, penduduk kelas yang tadinya hanya diam mematung kini mulai melempar perkataan pada Anka mulai dari permintaan maaf, menanyakan kesekolah mana Anka pindah sampai pesan pada Anka agar jangan melupakan teman temanya itu. Anka hanya menjawab seadanya, entahlah kalimat kalimat yang dilontarkan penghuni kelas tersebut terasa seperti omong kosong belaka.
Bel pulang untuk kelas Tiga sudah terdengar, kini saatnya penghuni kelas tersebut untuk pulang. Semuanya tampak membenahi barang barang mereka.
"Anka, Rere silahkan duduk kembali." Kata Ibu Lina
"Iya bu"
Semuanya sudah terduduk rapih dengan tas yang sudah dipakai dipunggung. Semua murid kelas tiga tersebut tampak khusyu merapalkan doa saat beberapa menit yang lalu Ibu Lina memimpin doa.
"Selesai" semuanya kembali menatap lurus Ibu Lina.
"Anka" panggil Ibu Lina. "Bisa kembali kesini"suruh Ibu Lina, Anka hanya menurut saja.
"Silahkan Anka boleh pulang, pesen ibu Anka tingkatkan lagi semangat belajarnya dan baik baik disekolah barunya ya" ujar Ibu Lina, Anka hanya mengangguk kemudian mencium tangan guru tersebut. Dilihatnya teman teman kelas yang sedang menatapnya, Anka tersenyum kecil.
"Dadah Anka" kompak seisi kelas mengucapkan kalimat perpisahan itu, entahlah Anka tidak bisa membedakan itu adalah rasa simpati dari mereka atau justru mereka senang dengan pindahnya Anka. Anka hanya membalas dengan senyuman kecil.
Langkah kecil perlahan membawa Anka menuju keluar kelas, dilihatnya koridor yang tak panjang itu tampak ramai oleh orang tua murid yang didominasi ibu ibu, tengah menunggu anak anaknya dengan jas hujan dan payung ditangan mereka. Walaupun disituasi seramai itu, Anka tetap bisa menemukan bibinya dengan mengenakan jas hujan yang sudah cukup basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKA
General FictionHidupnya yang selalu dihiasi abu abu itu membuat dirinya selalu menyalahkan dunia yang kenapa sering tak berpihak padanya. Dunia yang ia tinggali seolah tak mengijinkan untuk ia warnai. Entah dunia yang memang tidak mengijinkannya atau ia yang meman...