akan terulang kembali?

9 1 0
                                    

Kabar kematian yang baru kemarin kemarin Anka ketahui terasa begitu mengiris hatinya, kini kasih sayang dan kehangatan bersama kedua orangtuanya hanya bisa ia ingat dengan memutar kembali kenangan tersebut juga melihat kembali kebersamaan yang diabadikan lewat potret kamera, seperti yang ia lakukan saat ini. Mengurung diri dikamar dan membuka lembaran buku memori yang ia temui waktu itu.

Suara khas buku yang dibuka perlembar mengisi ruang kamar milik Anka yang tak luas itu, sudah lima hari terakhir Anka mengurung diri selepas pulang sekolah lalu bermonolog dengan sebuah buku yang menampilkan dua sosok wajah kesayangannya. Tentu  saja hanya Wida yang tahu.

"Ibu, ayah "

"Berarti kita ga bisa ketemu lagi ya?"

"Padahal Anka pengen cerita , Anka pengen dibuatin bekal sama ibu, pengen diantar sekolah sama ayah sama ibu juga,apalagi sekarang Anka sekolahnya pindah. Anka pengen kenalin ibu, ayah sama Intan, temen sebangku Anka yang baru."

"Kata bibi ayah sama ibu meninggal karena kecelakaan pas waktu itu kita pulang dari taman, padahal waktu itu Anka bareng ayah sama ibu, kita dimobil bareng tapi kenapa Anka masih hidup? enggak meninggal saja? "

Celotehan bernada sendu itu sering kali keluar dari bibir mungil si gadis kecil akhir akhir ini, hingga untuk yang kesekian kalinya pun wanita berkepala tiga itu yang tak lain adalah Winda kembali memergoki ponakannya itu tengah berkomunikasi satu arah seperti yang ia lihat, tentu saja semburat kesedihan menghiasi wajah ibu satu anak itu, juga rasa bersalah dalam yang ujung ujungnya membuat Winda sedikit berpikiran macam macam. Coba saja kalau diberitahu dari semenjak kejadian mungkin Anka  enggak akan seperti ini, begitu yang Winda pikirkan.

Mas,mba sekarang Anka jadi suka bicara sendiri sambil lihat buku memori itu, akhir akhir ini juga dia murung terus. Winda bingung mas,mba harus gimana?. -adunya harap harap bisa terdengar oleh mas dan mba iparnya itu. Namun itu jelas tidak akan mungkin terjadi jika dipikir oleh nalar, sebab mana mungkin jiwa yang sudah tak bernyawa bisa mendengar keluhan hati seseorang.

Melangkahkan kaki untuk masuk atau sekedar mengetuk pintu tak Winda lakukan. Ia tetap pada posisinya yang masih mematung dibalik celah pintu kamar Anka. Membiarkan saja Anka mengeluarkan kerinduannya lewat kata yang tak pernah diceritakan pada siapapun,menjadi opsi yang Winda pilih.

"Bibi" suara Anka terdengar datar,berbeda sekali saat tadi ia 'berkomunikasi dengan ayah dan ibunya', begitu ceria namun tersirat sendu. Terlalu dalam melamun membuat Winda sedikit terkelonjak kaget saat keberadaanya diketahui Anka, tapi ia tutupi dengan senyum yang ia tampilkan.

"Bibi daritadi?" Anka sudah berada tepat didepan Winda.

"Eh enggak kok, bibi baru saja datang." Ucap Winda tidak sesuai kenyataan. "Makan yuk, bibi sudah belikan bakso"

"Iya bi, Gea sudah datang bi?"

"Paling sebentar lagi"

Anka mengangguk. Kembali berjalan menuju meja belajarnya saat Winda beberapa detik yang lalu menyuruhnya segera menyusul keruang tamu dan pamit untuk menyiapkan bakso agar bisa langsung disantap ketika Gea datang. Buku  bermotif garis yang tadi sempat jadi pendengar cerita pendek Anka kepada orangtuanya ditutup dan diletakkan kembali ke laci,tempat persembunyian umum buku tersebut karena memang Winda dan Gea sudah mengetahui.

Rumah sederhana yang tak cukup luas untuk mengadakan ruang makan membuat Winda menyulap ruang tamu tersebut menjadi ruang makan saat jam makan seperti ini. Aroma bakso dan kepulan nasi hangat memanjakan indera penciuman Gea yang baru saja pulang sekolah. Mata bulat milik Gea berbinar begitu terang ketika melihat bakso yang sudah tersaji dimeja ruang tamu itu ,buru buru Gea berlari kecil menuju sofa yang sudah tak lagi bagus,mendudukan dirinya disamping Anka.

ANKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang