Sudah biasa memang Anka mendapat perlakuan dari mereka seperti itu, tapi tidakah mereka tahu Anka sedih atas perlakuan mereka?.
Semenjak kejadian tadi, Anka semakin tak berani untuk bergabung main dengan yang lain, ia keluar kelas jalan jalan sendiri berkeliling sekolah menikmati suasana sekolah atau mungkin justru sebenarnya ia sudah bosan dengan gedung yang sangat tidak menyenangkan itu. Anka menyusuri koridor yang tak panjang itu sambil menempelkan telapak tangannya pada dinding yang tampak mengkilap.
Ibu, anka sedih. Anka malu tadi dikelas,anka sekarang ga punya temen.Anka ingin seperti yang lain, tapi kenapa Anka ga bisa? batinnya ingin sekali menangis.
Gadis kecil itu tampak murung, ia ingin sekali bermain apalagi setelah melihat teman temannya sedang bermain ditepi lapangan. Semakin lama ia melihat suasana lapangan yang tampak ceria itu semakin besar keinginannya untuk bermain, dengan segala keberanian ia berjalan ketepi lapangan,mendekati teman temannya yang tampak sedang bermain kejar kejaran. Begitu tiba ditepi lapangan, Anka berdiri dengan gugup namun tak disangka diantara delapan siswa siswi tersebut salah satunya datang menghampiri Anka.
"Yuk, ikutan" ajaknya
"Boleh?" Tanya Anka dengan senyum bahagianya. Yang mengajakpun mengangguk dan segera berlari, kemudian langsung disusul oleh Anka.
Mereka lari berhamburan saling mengejar. Anka pun mengikuti mereka lari, ia lari dengan begitu semangat. Namun tak lama kemudian semangatnya hilang, langkahnya semakin memelan karena tersadar tak ada seorangpun yang mengejarnya. Anka mengigit bibir bawahnya, memerhatikan mereka yang masih berlarian kesana kemari. Anka malu, Anka tak nyaman berada diposisi itu hingga akhirnya Anka memutuskan untuk berlari kembali kekelas. Tapi rupanya dari arah yang berlawanan ada salah seorang dari mereka yang berlari tanpa memerhatikan jalan hingga membuat Anka yang sama sama berlari pun terjatuh ke tanah cukup keras sampai meninggalkan luka dilengannya. Anka menangis.Alih-alih mengantarkan Anka ke UKS atau sekedar membangunkan,siswa tadi justru pergi berlari meninggalkan Anka yang menangis semakin sesenggukan,mungkin siswa tadi ketakutan jika nanti dimarahi oleh guru.
"Waduh si Anka nangis"
"Ayo pergi aja deh, takut dikira bu guru kita yang nangisin"
Setelah berucap seperti itu kedua siswa tersebut berlari yang kemudian diikuti oleh anak anak lainnya. Jahat sekali mereka.
Ibu Lina yang kebetulan sedang berjalan dikoridor pun tak sengaja melihat Anka,murid yang akhir akhir ini ia beri perhatian khusus sedang terduduk dilapangan sambil menangis. Ibu Lina segera berlari menghampiri Anka.
"Aduh..kamu kenapa? lenganmu kok berdarah gini?" Tanyanya khawatir sambil menghapus air mata yang mengalir begitu deras dipipi Anka."Sudah Anka jangan nangis,ayo sini ikut ibu ke UKS,ibu obatin lukanya" Anka yang masih menangispun langsung digendong oleh guru tersebut.
Sesampainya di UKS, Anka segera diobati oleh Ibu Lina dengan telaten, rengekan kesakitan sesekali keluar dari bibir Anka ketika obat merah diteteskan pada lengannya yang luka. Seling beberapa menit,Anka pun selesai diobati.
"Anka kenapa bisa berdarah gitu?"
"Tadi ketabrak sama yang lari bu.." ujar Anka tak menyebutkan nama teman kelas yang menabraknya tadi. Entahlah Anka merasa tak enak jika nanti teman kelasnya itu ditegur oleh Ibu Lina hanya karena dirinya.
"Siapa emang yang nabrak Anka?"
"Anka ga kenal bu" bohongnya.
"Yasudah..Anka baringan disini dulu ya, ibu mau telpon bibimu dulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKA
Ficción GeneralHidupnya yang selalu dihiasi abu abu itu membuat dirinya selalu menyalahkan dunia yang kenapa sering tak berpihak padanya. Dunia yang ia tinggali seolah tak mengijinkan untuk ia warnai. Entah dunia yang memang tidak mengijinkannya atau ia yang meman...