Sean Adya Prasetya, dalam hidupnya tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Sean diacuhkan, tidak pernah diperhatikan, bahkan kehadirannya tidak pernah dipedulikan.
Anin dan Bara, kedua orang tuanya selalu memandangnya penuh kebencian. Menatap Sean, putera mereka sendiri dengan pandangan jijik.
Sean sadar kenapa mama dan papanya membencinya sampai seperti ini. Ia memang salah, membuat keduanya kecewa dan malu sebagai orang tua. Tapi sungguh, Sean tidak pernah mau hal ini terjadi.
Sean salah mengambil langkah dalam bergaul. Pergaulan bebas bersama teman-teman seusianya, justru menarik Sean dalam jurang kegelapan. Menyeretnya pada kekecewaan mendalam mama dan papanya.
Obat-obatan terlarang, Sean tidak pernah sudi untuk menyentuh apalagi memakai benda haram tersebut. Tapi ia dijebak, teman-teman yang ia percaya justru memaksanya menjadi sama seperti mereka. Menarik Sean agar ikut tersesat di jalan yang salah.
Razia disekolahnya, membuat Sean harus di keluarkan dari sekolah. Papa-nya marah besar. Mamanya hanya menangis karena rasa kecewa.
Sean melewati masa sulitnya seorang diri. Menghadapi kekecewaan mendalam kedua orang tuanya dengan sepenuh hati. Ia yakin, suatu saat nanti, ia akan dianggap kembali. Menjadi kebanggaan keluarganya, akan diperhatikan sama seperti adiknya. Tapi hal tersebut tak kunjung Sean dapatkan. Seolah, kebencian mama dan papa telah paten terpahat dihati mereka.
"Bagas, mau tambah lauknya, nak?" Anin memandang Bagas penuh kelembutan. Senyumnya merekah dengan begitu tulus. "Bagas anak mama. Kebanggaan mama dan papa. Jangan membuat kami malu seperti yang dilakukan kaka kamu, ya sayang."
Selalu seperti itu. Dimeja makan, Sean selalu diacuhkan bahkan ditusuk dengan setiap kalimat yang papa dan mamanya katakan. Hanya satu kesalahan Sean, apa pantas kedua orang tuanya membencinya sampai seperti ini?
Bukankah Sean masih 17 tahun? Wajar jika ia melewati jalan yang salah. Seharusnya Anin dan Bara menuntunnya, bukan justru menyalahkan Sean atas kesalahannya dalam memilih.
Sean sakit, selalu mengeluh pada mamanya agar diperhatikan. Kepalanya selalu berdenyut hebat, tubuhnya kerap kali lemas membuatnya sulit hanya untuk menopang tubuh. Tapi mamanya selalu berkata.
"Salah kamu sendiri. Mungkin kamu penyakitan karena pernah pake barang haram. Allah mungkin sedang menghukum kamu, Sean."
Tidak ada obat, tidak ada raut kecemasan yang selalu Sean harapkan dari wajah kedua orang tuanya. Bahkan, Bagas pun mulai acuh dan ikut menyudutkannya.
Semua yang Sean lakukan dianggap salah. Prestasi Sean disekolah dianggap keberuntungan saja. Padahal, Sean berusaha amat keras agar menjadi kebanggaan kedua orang tuanya. Disaat anak seusianya pergi bermain, Sean justru mengurung diri didalam kamar untuk belajar. Disaat teman-temannya pergi makan siang dikantin, Sean berkutat diperpustakaan untuk belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot (RANDOM)
AcakCerita pendek dengan berbagai genre.. Bisa request, tapi tdak janji dibuatkan🤣🤣 *Read and Vomment guys* THANKS😊