iii. garis senyum awan kelabu

362 66 4
                                    

───── Meja makan nampak tenang, dengan empat kursi yang telah diisi pemiliknya yang larut dalam menu seafood yang ayah beli sepulang kerja untuk dijadikan makan malam mereka kali ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

───── Meja makan nampak tenang, dengan empat kursi yang telah diisi pemiliknya yang larut dalam menu seafood yang ayah beli sepulang kerja untuk dijadikan makan malam mereka kali ini.

"Kuliah kalian gimana?" sesi makan menemui penghujung, buat figur kepala keluarga Manggala mengarahkan fokus pada ketiga anaknya.

"Lancar yah, palingan bulan depan aku bakal jarang pulang karna harus ngurus diesnat." ucap Arshaka.

"Lalu Ali sama Nanda bagaimana?" lanjutnya.

"Aman yah." koor keduanya bersama, buat pria dewasa yang mengambil peran sebagai kepala keluarga tersenyum hangat, cukup bangga dengan usaha dan pencapaian ketiga putranya.

"Kerjaan dikantor juga aman Althair?" satu nama yang dipanggil mengangguk tegas, buat sosok ayah kembali umbar senyum bangga karna figur putra sulungnya tak pernah gores rasa kecewa kala ia beri rasa percaya.

Lantas obsidiannya ia alihkan pada satu kursi kosong yang entah sejak kapan juga ikut serta kehilangan pemiliknya, buat hela nafas kembali ia hembuskan panjang.

Kerutan diatas kening menjadi tanda, seberapa lelahnya ia memberi peringatan pada salah satu putranya yang kian hari kian sulit dirinya kendalikan.

"Althair kamu hubungin Athlas sekarang, suruh anak itu pulang atau engga usah pulang sekalian." baritone tegasnya mengalun dingin, buat nama yang disebutkan sedikit bergidik ngeri.

Selama dua puluh dua tahun hidup sebagai sulung Manggala, tak satu kalipun ayahnya bersikap sedingin itu. Atau mungkin Althair yang terlalu keliru dan lupa, bahwa ada figur Athlas yang selalu mendapatkan nada dingin dari sosok yang masih dipanggilnya ayah.

"Lah Li, Ala kan dikamar." pekik Arshaka buat sulung Manggala ikut mendelik, sama lupanya bahwa sang adik sudah dirumah sejak hari menjelang sore tadi.

"Jangan bohong Arshaka, ayah ngga suka cara kamu lindungin kembaranmu itu." teguran sang ayah buat putra ketiga Manggala terkejut pun tertawa miris setelahnya.

Entah sejak kapan rahang sang presiden mahasiswa itu mengatup keras, pun buku tangannya memerah akibat ulah sang empu yang mengerat tangannya kuat kuat.

Buat figur berisinya bangkit dari kursi untuk menjauh dari meja makan, rahangnya masih terkatup keras selepas meninggalkan meja makan, Arshaka tengah mencoba menahan gejolak amarah yang siap meledak jika tidak ingat siapa figur yang ingin dilawannya.

Dan pintu kamar berbahan kayu eboni milik Athlas menjadi sasaran, debuman keras karna ulah tangan Arshaka buat semua orang terkejut.

Terlebih pada sang pemilik kamar yang sebelumnya masih berselimut lelap kini menatap nyalang sang pelaku kerusuhan dikamarnya.

"Lu mau makan apa?" tanya Arshaka berusaha selembut mungkin, total abai pada tatapan tajam menghunus kearahnya.

"Ala,"

blue birthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang