Prolog

442 39 95
                                    


Abizar memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut. Dampak dari narkoba yang dulu pernah digunakannya saat remaja datang, ternyata berada di tempat rehabilitasi selama setahun belum menyembuhkan sepenuhnya. Belum lagi hati dan pikirannya selalu tertuju pada satu nama, Kayla. Perasaan aneh yang berusaha dikubur mati-matian kepada sepupunya tersebut bertambah besar.

Apalagi desakan kedua orang tuanya, meminta jawaban Abizar soal perjodohan yang mereka bicarakan tempo hari. Lelaki itu mengambil serbuk yang dibungkus plastik kecil yang ada di laci meja samping tempat tidur, menatapnya lamat-lamat. Apakah dia harus menggunakan benda haram itu lagi? Kepalanya semakin sakit. Abizar membuang serbuk tersebut jauh-jauh. Tidak, lebih baik ia mati saja daripada menggunakan benda haram itu. Perjuangannya bertaubat selama ini tak boleh sia-sia.

Ketukan pintu kamar membuat Abizar sadar. Lelaki itu memejamkan mata erat. Mencoba menghilangkan sakit kepala yang mendera. Dengan tertatih ia membuka pintu, melihat sang ibu membawa senampan makanan untuknya.

“Kenapa kamu nggak turun buat makan malam bersama, Bi?”

Abizar diam, wajah lelaki itu pucat pasi. Belum sempat menerima senampan makanan dari sang ibu, tubuhnya limbung ke lantai. Jeritan histeris ibunya tersebut menggema, membuat pria paruh baya di bawah lari tergopoh-gopoh. Setelah itu,  mereka berdua membawa Abizar ke rumah sakit terdekat.

Abizar [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang