Kamu boleh merencanakan semua hal semaumu, tapi berhasil tidaknya itu terserah pada Tuhan, kan?
***
Kayla berlari menuju kafe depan kampusnya. Cuaca sedang tidak bersahabat. Seolah-olah langit paham akan situasi hatinya, mendung dan akan segera turun hujan deras. Benar saja, baru Kayla membatin, rintik hujan sudah turun membasahi bumi. Dia segera masuk ke kafe, mengibaskan sweeter-nya yang agak lembap.
"Bi, maaf. Lo udah nunggu lama, ya? Gue ada urusan tadi."
Abizar mengangguk paham, pandangannya terarah ke rambut Kayla yang lembap. "Kamu kehujanan, Kay? Tadi padahal pas aku ke sini, cuaca masih cerah. Sekarang udah hujan deras aja," ucap Abizar sembari memperhatikan keadaan luar kafe. Musik di dalam kafe teredam oleh hujan. Bahkan aroma kopi tercampur dengan petricor.
"Mau pesan apa, Kay? Yang hangat aja, ya. Biar badan kamu nggak dingin habis kena hujan," tawar Abizar.
Setelah itu dia memanggil salah satu pelayan. Dia menyebutkan beberapa menu makanan dan minuman. Setelahnya kembali menatap Kayla yang sedang memperhatikannya.
"Ada apa, Kay?"
"Gue udah putus sama Alfaden."
Abizar sempat kaget mendengar penuturan Kayla barusan. Dia tak menyangka, hubungan keduanya akan berakhir secepat ini.
"Kenapa, Kay?"
"Gue ngerasa hubungan kami udah masuk ke toxic, dan gue pengin berubah ke hal yang lebih baik. Gue mau fokus kuliah dan ngebanggain Ayah," ujar Kayla penuh dengan tekat dan semangat.
Abizar tersenyum lebar mendengar ucapan Kayla. Entah mengapa hatinya bahagia. Ada rasa lega dan suka? Ya Abizar tak dapat mendeskripsikannya dengan kata-kata.
"Mas, Mbak, ini pesanannya. Bubur ayam 2 sama teh anget dua. Untuk dessert, nanti menyusul, ya. Silakan dinikmati," ucap pelayan yang datang dengan senampan penuh makanan dan minuman pesanan Abizar tadi.
"Makasih, Mbak," jawab Abizar sopan. Tak lama kemudian pelayan tersebut pergi.
"Makan, Kay. Ini bisa buat perut hangat dan kenyang. Hujan kayaknya bakal awet juga, kita ngobrol-ngobrol aja sambil nunggu reda," saran Abizar. Kemudian dia mulai memakan bubur di hadapannya. Tak lupa dia berdoa terlebih dahulu. Membuat Kayla yang melihat, ikut melakukan hal yang sama. Pemuda itu meneguk teh hangatnya sekali, baru mulai makan bubur. Mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW.
Tak ada pembicaraan antara keduanya saat makan, karena memang hal itu tak diperbolehkan. Takutnya mereka akan tersedak. Jadi menghabiskan makanan dulu baru berbicara adalah pilihan yang bijak.
"Olimpiade matematika bisnis lo tinggal dua hari lagi kan, Bi? Gimana persiapannya?" tanya Kayla setelah selesai menghabiskan buburnya. Dia memandang Abizar, menunggu jawaban. Sedang si empunya masih diam, belum mengeluarkan sepatah kata pun.
"Alhamdulillah, Kay. Semua lancar. Dan insyaallah semua materi udah aku pelajari semua. Doain aja, ya," ucap Abizar sembari tersenyum.
"Oh iya, aku mau cerita soal Binar. Tadi dia ngehampirin aku pas di parkiran. Kamu tahu, penampilan dia berubah total. 180 derajat," cerita Abizar dengan nada antusiasnya. Kayla hanya memasang wajah datar. Dia sudah tahu kejadian di parkiran tadi.
"Terus, dia bilang kalau dia suka sama aku. Dan dia ngubah penampilannya juga karena aku. Terlebih karena omongan ku sebelumnya. Emang, kamu bilang apa, Kay?"
Kayla masih tak menjawab, dia hanya diam saja.
"Kamu keberatan sama pembahasan ini, ya? Ya udah aku nggak bakal bahas lagi. Kita bahas yang lain aja."
Kayla tiba-tiba saja memajukan badannya ke depan, kedua tangannya menopang dagu, menatap Abizar dengan intens.
"Terus kalau dia udah berubah sekarang, lo mau apa, Bi? Pacaran sama dia?" tanya Kayla dengan nada pelan, tapi terdengar sarkastik.
"E-enggak. Lagian kan di agama kita nggak dibolehin namanya pacaran, Kay. Yang boleh itu langsung ta'aruf atau nikah," jelas Abizar. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi, mengindari tatapan tajam mata biru Kayla.
"Ada alasan lain di balik berubahnya penampilan Binar, Bi. Ini semua karena Alfaden. Dia yang ngajak atau lebih tepatnya maksa Binar buat kerjasama sama dia. Dia ngancem bakal ngelukain adik Binar kalau cewek cupu itu nggak mau."
Informasi yang baru saja didengar Abizar membuatnya syok. Tak menyangka Alfaden berbuat sejauh itu. Hanya karena dirinya? Apa dia tak suka melihat Abizar dekat dengan Kayla?
"Kamu tahu dari mana? Atau dari yang katanya kamu buntutin mereka kemarin itu?" tanya Abizar mengingat sesuatu. Kayla mengangguk, menyeruput teh hangatnya kembali.
"Hujan udah selesai. Kita pulang aja. Ayah pasti nyariin, Bi. Dessert-nya kita bawa pulang aja, makan bareng-bareng," saran Kayla sambil berdiri dari duduknya.
Abizar mengiakan, lantas berjalan menuju kasir. Dia membayar dan menerima bungkusan dessert. Kayla sudah ke parkiran terlebih dahulu.
***
Alfaden menemukan Binar yang sedang menangis di halte. Riasan gadis itu sudah kocar-kacir, tak keruan bentuknya. Dia segera menghampiri, menarik gadis itu ke mobil.
"Mau apa lagi kamu, hah? Aku gagal. Aku nggak bisa goda Abizar, Al. Nggak bisa!"
"Shut, diam dulu. Gue lagi nggak mau kasar sama lo. Kita bakal ngomongin rencana kedua. Di apartemen gue, lo nggak boleh protes."
Apartemen Alfaden? Apa tak berbahaya Binar ikut ke sana? Dia takut Alfaden khilaf dan menyerangnya. Meski dia bukan tipe pemuda itu, tapi setan ada di mana-mana. Binar harus tetap waspada.
Akhirnya, Binar mengambil jepit rambut di kepalanya. Lantas memasukkannya ke tas. Benda ini bisa digunakan untuk jaga-jaga nanti di apartemen Alfaden. Tanpa terasa, mereka sudah sampai di depan bangunan bertingkat seratus lebih. Bahkan, terlihat seperti menembus awan.
"Turun, bersihin riasan lo pake ini tisu. Gue nggak mau dikira bawa orang gila," ucap Alfaden sadis. Dia turun terlebih dahulu, sedangkan Binar segera menghapus make up-nya yang tak beraturan. Dia cukup kaget mendengar pintu di sebelah kirinya terbuka. Alfaden membukakan pintu untuknya? Sungguh kejadian langka.
"Nggak usah geer. Cepet turun. Gue nggak mau buang-buang waktu," perintah Alfaden. Setelah memastikan Binar turun, dia menutup pintu mobilnya kembali. Lalu menekan kunci untuk mengaktifkan pengaman. Keduanya berjalan menuju lift, di mana sudah banyak orang yang mengantre di dalamnya.
Alfaden mengambil tempat yang kosong di dalam lift, menarik tangan Binar agar ikut serta. Keduanya hanya diam selama di dalam lift, hingga pintu besi tersebut terbuka. Setelahnya Alfaden segera menuju apartemennya.
"Lo duduk di sini dulu. Gue mau ganti baju. Setelah itu, gue bakal kasih tahu rencananya."
Alfaden pergi ke kamar, meninggalkan Binar sendiri di ruang tamu. Tak lama kemudian, dia sudah kembali. Dengan dua gelas orange juice di kedua tangannya.
"Jadi, gue berencana membuat Abizar nggak bisa tampil di olimpiade lusa. Caranya lo masukin obat perangsang ke makanannya. Gampang, kan?" ucap Alfaden sembari minum. Binar hanya menatapnya tak percaya. Jahat sekali.
"Gue lupa. Lo nggak ada hak buat nolak. Kalau lo nggak mau adek lo kenapa-kenapa."
Mendengar hal tersebut, Binar hanya diam. Ya, dia memang tak ada pilihan lain. Dia akan terbebas dari semua ini jika ada yang menolongnya. Atau tidak, Alfaden berubah. Itu merupakan hal yang cukup mustahil menurut Binar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abizar [TAMAT]
Teen FictionAbizar, seorang pemuda yang memiliki masa lalu gelap, sehingga membuat kedua orang tuanya kehilangan kepercayaan. Pemuda tersebut berusaha mengembalikan kepercayaan kedua orang tuanya dengan cara berhasil dalam kuliahnya dan sukses. Namun, di tengah...