Aku tahu kita berbeda kasta. Tapi, cinta tak memandang itu, bukan? Haruskah aku tetap mendekat atau menjauh saja? Tuhan, rasa ini menyiksa.
Setelah kejadian semalam, Kayla disidang oleh ayahnya. Abizar sudah memberi alasan untuk membelanya, tapi Satya tak mendengarkan. Pria berusia 40 tahun itu bersikeras menghukum Kayla. Gadis itu tak diperbolehkan pergi ke mana-mana setelah dari kampus selama satu semester. Berangkat dan pulang harus bersama Abizar. Keputusan Satya tak bisa diganggu gugat.
“Lo puas, kan? Sekarang Ayah marah sama gue,” ucap Kayla tajam kepada Abizar, sesaat setelah mereka sampai di kampus. Mata birunya menatap Abizar penuh kebencian, firasatnya dulu sudah terbukti. Kehadiran Abizar adalah ancaman terbesar untuknya.
“Maksud kamu apa, Kay? Aku udah berusaha jelasin sama Paman, biar kamu nggak disalahkan. Tapi—”
“Udah, deh! Nggak usah banyak alasan lagi. Lo jauh-jauh dari gue!”
Setelah mengatakan hal tersebut, Kayla bergegas pergi. Dia berjalan cepat tanpa memandang ke depan. Akibatnya, Kayla menubruk beberapa orang. Tanpa repot-repot meminta maaf, gadis itu pergi begitu saja. Sedang di belakang, Abizar meminta maaf kepada orang-orang yang tanpa sengaja ditabrak oleh Kayla.
Di ujung koridor fakultas management, Kayla menabrak seorang mahasiswi. Gadis itu sampai terduduk di atas lantai. Dengan marah, Kayla berdiri dan menatap gadis yang ditabraknya.
“Heh, lo lagi, lo lagi! Suka banget sih cari masalah sama gue? Dasar, gadis cupu!” sembur Kayla sambil mendorong gadis cupu di hadapannya hingga terjatuh kembali.
Abizar yang melihat, segera menghampiri keduanya. “Bin, kamu nggak apa-apa?”
Binar menggeleng. Matanya sudah basah, isakan tangis terdengar. Abizar membantunya berdiri, lantas menatap Kayla dengan sedikit kesal.
“Kamu apa-apaan sih, Kay? Pagi-pagi udah emosi aja. Kalau ada masalah sama aku, ya lampiasin ke aku aja. Jangan sama orang-orang. Mereka nggak salah.” Suara Abizar terdengar sedikit keras, membuat Kayla kaget. Gadis itu mundur selangkah.
“L-lo nggak berhak bentak gue!” ucapnya dengan nada gemetar. Tak lama kemudian, Alfaden dan teman-temannya datang. Menghampiri Kayla yang terlihat aneh.
“Lo kenapa, Sayang?” tanya Alfaden perhatian. Pemuda itu melirik Abizar sinis. Karena Abizar, rencananya tempo hari gagal total. Pemuda itu pengacau.
Kayla menjauh dari Alfaden, gadis itu sedikit trauma. Dia sudah mengingat kejadian saat di kelab. “Nggak. Gue ke kelas dulu.”
Alfaden menatap Kayla heran, ada apa dengan gadis itu? Tak seperti biasanya. Kayla seperti takut atau enggan berdekatan dengannya. Dengan langkah pasti, dia menghampiri Abizar yang masih setia berada di sebelah Binar.
“Lo, pengacau! Awas aja, gue bakal beri perhitungan sama lo. Gara-gara lo juga, Kayla berubah. Pokoknya lo bakal menyesal kuliah di sini,” ancam Alfaden tepat di hadapan Abizar. Kemudian melangkah ke kelas, diikuti teman-temannya.
“Kamu bisa jalan, kan? Jangan dimasukin hati ya kata-kata Kayla tadi. Dia lagi nggak dalam suasana hati yang baik aja,” ucap Abizar lembut.
“Iya, Bi. A-aku ke kelas dulu. Makasih bantuannya,” jawab Binar sembari melangkah cepat ke kelas.
Dia butuh waktu. Dia harus memikirkan semuanya. Setelah itu, baru dia akan mengambil keputusan.
***
“Bi, lo dipanggil Bu Arni ke kantor. Katanya, ada yang mau diomongin,” ucap Sandi, teman satu fakultasnya. Abizar hanya mengangguk, lantas bergegas menuju kantor. Tumben sekali dia dipanggil.
Dalam perjalanan, beberapa gadis menatapnya sembari tersenyum malu-malu. Bahkan ada yang menyapanya. Abizar hanya membalas dengan anggukan dan senyuman. Dia mempercepat langkahnya. Sampai di depan kantor, dia mengetuk pintu terlebih dahulu sambil mengucap salam. Terdengar jawaban dari dalam, Abizar masuk dan menunduk hormat. Lantas duduk di kursi depan meja Bu Arni.
“Ibu memanggil saya? Ada apa ya, Bu?” tanya Abizar dengan sopan.
“Ibu sudah lihat nilai di ijazah SMA kamu, Bi. Ibu mau bertanya, apa kamu mau mengikuti olimpiade matematika bulan depan? Untuk mewakili fakultas kita. Jika kamu menang, kamu yang akan mewakili kampus kita di olimpiade semester depan.”
“Bulan depan, Bu? Ibu yakin meminta saya yang mewakili?”
“Iya, Bi. Ibu yakin. Jika kamu tidak bersedia, kemungkinan Ibu akan menawarkan kepada Binar. Nilainya juga cukup memuaskan,” jelas Bu Arni kembali. Abizar mengangguk paham.
“Saya mau, Bu. Saya ingin mencoba juga. Jadi, apa saja yang harus saya pelajari?”
Bu Arni tersenyum senang. Wanita berusia sekitar tiga puluh tahunan itu menyerahkan 4 buah buku kepada Abizar. Dia mengatakan, semua materi ada di sana. Abizar mengambil buku tersebut dan memeluknya di depan dada. Lantas berdiri dari duduknya.
“Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Bu. Sebentar lagi kelas akan dimulai,” pamit Abizar.
Bu Arni mempersilakan, tetapi dia mengucapkan sesuatu sebelum Abizar menutup pintu.
“Kalau ada yang tidak kamu pahami, kamu bisa tanya ke Ibu, ya. Jangan sungkan. Untuk tanggal lombanya, kamu juga bisa menghubungi Ibu kembali. Soalnya dari panitia kampus sendiri, belum ada tanggal pastinya.”
“Siap, Bu. Wassalamu'alaikum.”
Abizar bergegas kembali ke kelas. Dia berpapasan dengan Kayla yang baru saja datang. Sepertinya gadis itu habis dari toilet. Mereka hanya saling melempar tatapan, tanpa menyapa dan duduk di kursi masing-masing.
“Eum, buku apa itu, Bi?” tanya Binar setelah Abizar duduk di belakangnya. Buku tebal berjumlah 4 buah itu menarik perhatiannya. Dengan pelan, Binar membaca judul masing-masing buku.
“Buku materi buat olimpiade bulan depan, Bin. Bu Arni minta aku buat wakilin fakultas kita. Doain, ya.”
“Wah, keren. Selamat ya, Bi. Semoga semua lancar sampai hari H.”
“Aamiin. Makasih, ya.”
“Aku boleh ikut baca bukunya?” tanya Binar dengan pelan, Abizar tersenyum sembari menyodorkan salah satu bukunya.
“Baca aja, Bin.”
Lantas keduanya tenggelam dalam bacaan masing-masing. Di tempatnya, Kayla hanya menatap tak suka. Kenapa Abizar tak meminta maaf padanya? Pemuda itu sudah membentak Kayla di hadapan banyak orang tadi pagi. Dan gadis cupu itu, dia terus saja mencoba mendekati Abizar. Dia tak mendengarkan ucapan Kayla tempo hari.
“Ada apa sama lo sih, Kay? Kenapa jadi kayak begini? Stop, pikiran lo udah mulai ngaco!” omel Kayla ke dirinya sendiri. Kemudian gadis itu memilih menenggelamkan kepalan di atas meja, menutupinya dengan buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abizar [TAMAT]
Fiksi RemajaAbizar, seorang pemuda yang memiliki masa lalu gelap, sehingga membuat kedua orang tuanya kehilangan kepercayaan. Pemuda tersebut berusaha mengembalikan kepercayaan kedua orang tuanya dengan cara berhasil dalam kuliahnya dan sukses. Namun, di tengah...