Ch. 3 : Arti kuat

7 1 1
                                    

Kembali lagi di padang rumput Desa Galter. Fukushi sudah menunggu di bawah pohon sakura. Satu-satunya pohon di padang rumput ini. Dia melipat lengannya dan bersandar pada pohon. Menunggu kedatangan seorang pewaris pedang Shiroi yang kehilangan pedangnya. Fukushi memainkan pedangnya untuk menghilangkan rasa bosan menunggu Ginmaru.

Tak lama kemudian batang hidung Ginmaru terlihat dengan Akagami. Rambut silvernya tertiup angin. Matanya memandang Fukushi dengan sinis. Sementara Akagami gelisah. Dia takut Ginmaru akan kalah melawan Fukushi.

Ngomong-ngomong tentanh Fukushi. Orang di desa mengenalnya degan tebasan kilat. Dikabarkan Fukushi bisa menebas habis musuhnya dengan hitungan detik. Bukan hanya satu musuh, seribu musuh pun bisa dia tebas. Dia sangat disegani masyarakat disini. Hal itu membuat dia sangat angkuh dan anti dengan orang yang lemah. Sepertinya sifat keras Kure menurun padanya.

"Lama sekali kau. Aku hampir mati karena menunggumu." Fukushi tertawa jahat.

"Kalau begitu kau tunggu aku lagi supaya mati." Ginmaru tersenyum tipis.

"Banyak omong juga kau. Darimana kau dapat pedang yang kau bawa sekarang?" Fukushi menunjuk pedang Ginmaru menggunakan pedangnya.

"Aku meminjamnya pada ayahmu."

"Kenapa ayah meminjamkannya pada orang ini."

Sebelumnya di pandai besi

Kure memegangi dagunya. Palu tempanya dia simpang diatas paron. Ginmaru dan Akagami masih berada di pandai besi, menunggu persetujuan sang pandai besi yang hatinya sekeras batu.

"Aku sedikit terkejut mendengar tantangan Fukushi. Apa kau yakin akan datang?" Akagami memegang baju Ginmaru dan menariknya.

"Aku yakin. Jadi tolong pinjamkan aku pedangmu untuk melawannya."

"Sebenarnya aku mau saja meminjamkannya. Tapi kau harus punya jaminan. Apa ada barang yang bisa kau jaminkan atau apapun itu?" Kure melipat tangannya.

"Jaminannya adalah aku." Kure dan Ginmaru melirik ke sumber suara. Akagami dengan tiba-tiba memotong pembicaraan mereka berdua. "Jika dia menang melawan anakmu maka pedangnya akan jadi milik Ginmaru. Namun jika anakmu menang maka bunuhlah aku." Kure dan Ginmaru terkejut. Matanya terbuka lebar.

"Kau gila. Kau tidak ada hubungannya dengan ini." Ginmaru mengguncang kedua bahu Akagami.

"Aku juga ingin membantumu walaupun sedikit." Akagami melepaskan cengkraman Ginmaru pada bahunya. "Jadi, kau jangan kalah darinya." Akagami tersenyum hangat kembali.

Ginmaru hanya diam mematung. Dia tidak bisa mengeluarkan satu kata pun. Perkataan Akagami benar-benar menyentuh hatinya meskipun sangat sederhana. Ginmaru menghadap kepada Kure kembali.

"Baiklah aku setuju." Dengan cuek Kure memberikan pedang yang sebelumnya dia tempa.

Pedang itu berukuran kecil dan tak panjang. Ginmaru mencoba mengangkat pedang itu. Mencoba mengayun-ayunkan pedang itu. Ternyata pedang itu sangat ringan dari yang dia perkirakan. Namun, masalahnya dari pedang ini adalah jangkauannya yang pendek membuatnya kesusahan ketika pertarungan.

Galter Village Grass Field

Ginmaru memegangi gagang pedangnya. Sementara itu Fukushi masih menatap tajam Ginmaru. Ginmaru menanggapinya dengan santai. Dia menutup matanya. Membiarkan angin berhembus padanya dan merasakan betapa sejuknya itu.

"Apa kita bisa mulai ini?" Fukushi memegang gagang pedangnya.

"Redhead tolong mundur." Ginmaru mengibas-ngibas tangannya. Mengisyaratka Akagami untuk mundur. Akagami mundur dengan gelisah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

White Knight of Treencher (Shiroi Kishi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang