Ali duduk di bawah pohon rindang di belakang sekolah, tempat ini memang sangat sunyi, dan terkesan menyeramkan. Mungkin hanya Ali yang sering datang ke tempat ini, menumpahkan keluh kesahnya.Tempat ini menjadi tempat favoritnya saat menghadapai masalah, membuang sejenak beban pikiran.
Semenjak kematian ibunya satu tahun yang lalu, dan ayahnya kembali menikah dengan kakak kandung ibunya yang sudah memiliki anak satu, Kelvin. Pria yang baru saja adu kekuatan fisik dengannya adalah saudara tirinya, sebenarnya ia tidak mau membuat masalah dengan saudara tirinya itu, karna ia tau semua orang di rumahnya akan lebih membela Kelvin di bandingkan dirinya, ia selalu salah di mata siapapun.
"Ma, semenjak mama pergi, Ali merasa tidak berguna di dunia ini, Ali pengen nyusul mama," Ali merogoh saku celananya mengambil pisau kecil dan mengarahkannya ke tangannya.
Nasya yang berdiri tidak jauh dari tempat Ali, membelalakkan matanya. Memang sejak tadi Nasya mengikuti ali, memperhatikan gerak gerik ali, karna ia tau pikiran Ali sedang tidak tenang, seseorang yang memiliki banyak masalah bisa saja dengan mudah mengakhiri hidupnya.
Ali memejamkan matanya baginya ini adalah keputusan yang tepat, melepas semua beban dalam hidupnya. Perlahan ia mulai menggoreskan pisau tersebut, darah kental itu perlahan menetas.
Dengan cepat kilat Nasya menendang pisau di tangan ali, pisau itu melayang ke sembarang tempat, walau tidak sopan dengan perlakuannya setidaknya Nasya merasa lega, Ali tidak sempat menggoreskan pisaunya lebih dalam.
Ali menatap horor Nasya.
"Maaf kak, jika aku sudah tidak sopan, menyelesaikan masalah tidak seperti ini caranya," Nasya hanya bisa menundukkan kepalanya tidak berani menatap wajah Ali.
"Sejak kapan Lo di sini? Kenapa Lo ngikutin gue? Gak usah sok jadi pahlawan Lo, Lo gak pernah tau tentang hidup gue," Ali berucap sinis.
"Aku memang tidak tau tentang hidup kakak, tetapi mengakhiri hidup bukan lah menyelesaikan masalah. kak, Allah tidak suka jika ada umatnya yang mengakhiri hidup hanya karna sebuah masalah, aku yakin Allah akan memberi jalan untuk menyelesaikan masalah kakak, yang terpenting kakak berdoa pada Allah dan dekatkan diri padanya." Nasya berucap lembut takut jika Ali tidak suka di nasehati, untuk pertama kalinya Nasya berani menasehati seorang laki-laki.
Ali hanya diam, raut wajah amarahnya kian memudar tetapi masih terkesan dingin.
"Iya makasih."
Nasya memberanikan diri melihat Ali lalu tersenyum, berucap syukur dalam hati, Ali menerima nasehatnya.
"Syukurlah kak, maaf ya kak, kalau Nasya ngikutin kakak, Nasya cuman mau minta ijin mau bawa pulang seram kakak untuk di cuci, besok Nasya balikin." Nasya berucap.
"Terserah ...."
"Oh iya, alamat Lo di mana?" Ali bertanya, raut wajah Nasya seketika berubah bingung.
"Untuk apa kak?"
"Mau melamar Lo."
"Hah."
"Biasa aja kali, iya kali gue ngelamar anak SMP, gue mau jemput seragam gue besok, emang Lo pikir ini sekolah gak punya aturan," ucap Ali sambil menahan tawa hanya mengukir sedikit senyuman.
Terdengar hembusan nafas walau sangat pelan, tetapi Ali masih bisa mendengarnya Ali yakin wajah Nasya sudah memanas karna ucapannya.
"Kok Lo diam aja sih, Lo gak lagi kemasukan kan? ngomong dong alamat Lo di mana? Gini aja deh, gue minta no handphone Lo aja," tukas Ali
Tidak ada jawaban hanya tangan yang bergerak memberikan handphonenya pada ali, dengan cepat Ali mengambilnya dan memindahkan nomor hp Nasya ke handphonenya dan Ali juga menulis nomornya pada hape Nasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DOA (SELOW UPDET)
Teen FictionANNSYAH SHAHIRA gadis pintar, berparas cantik dan hijab yang selalu melingkar di kepalanya. Menyukai kakak seniornya sebagai ketua osis, dan selalu menyebut namaya di dalam sujud dan doanya. tetepa ada seseorang yang juga menyebut Nasya di dalam do...