"Terimalah, Um. Jangan patahkan harapan anak kita." Ibu Lis berkata pelan.
Demi melihatku yang terdiam, ia tersenyum.
"Um ... rezeki Allah datang tidak hanya dalam bentuk materi, melainkan juga kesempatan. Saya ingin, Um. Ingin sebisa saya memberikan pendidikan yang tepat untuk anak-anak kita. Untuk tujuan itulah saya mendirikan sekolah ini ...." jelasnya perlahan.
Kau tahu, kawan?
Jika emosi yang membunuh perlahan adalah rasa iri, maka emosi yang meluluhlantakkan pikiran adalah rasa rendah diri.
Mengatakan bahwa kita tidak mampu, merupakan hal yang sangat menyakitkan. Sungguh.
Dan dikasihani, adalah hal yang sejatinya tidak diinginkan siapa pun.
"Um ..." tangannya terulur ke arahku yang tak mampu membendung air mata yang mengalir deras. "Ummi ... mohon jangan salah memahami ini sebagai rasa kasihan ...."
Lagi-lagi wanita berhijab sederhana itu tersenyum teduh.
"Um ... kalau saya tidak ummi izinkan untuk mengajari anak ummi, berarti saya telah berdosa. Berdosa karena telah menyalahi niat awal saya ...."
Aku menghapus wajahku kasar.
"Tapi, Bu. Saya ... belum ..." Ya Rabb, hatiku perih! "belum ... mampu ...."
Netraku kembali menganaksungai. Allah ....
"Ummi ... apakah ummi tidak yakin pada Allah?" ucapnya tegas.
"... bukan begitu ..."
"Kalau begitu yakinlah, Um. Berdoalah. Memintalah pada-Nya. Yakin, Ummi pasti bisa menyelesaikan permasalahan Ummi. Dan untuk pendidikan putri Ummi, serahkanlah pada kami. Insyaallah, kami akan mendidiknya sebisa kami, bersama Ummi juga." Dapat jelas kulihat keteguhan di kedua matanya.
"Tapi ..." sanggahku berulang.
"Tak usah sungkan ya, Um ... bukankah kita bersaudara?" pungkasnya lagi.
"... baik ... Bu ..." ujarku pelan, akhirnya mengambil keputusan yang seumur hidup belum pernah kulakukan: menerima keringanan pembiayaan sekolah karena tidak mampu.
- - -
Nak, tahukah kamu?
Insyaallah keputusan Ambu dan Abah tepat. Kedua mata kami mengembun demi melihatmu mengenakan pakaian ini.
Batinku jua bergemuruh demi mendengarkanmu dan teman-temanmu menghafalkan Alquran di awal masuk pelajaran.
Shalihalah, Nak ....
Mari kita bersama mempelajari indahnya agama ini.
Alviraku tercinta, bimbinglah Ambu menuju Allah ....
#AiyPuspa
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Ambu
HumorSampurasun ... rampes! Halo semuanya, kenalin dulu, ah. Panggil aja saya Mawar, eh, Ambu. Apa sih artinya? Ambu itu sebutan untuk ibu dari bahasa Sunda, Beb. Oh, jadi kamu orang Sunda? Bukan, saya aseli Jawa. Lha kok? Iya, panjang ceritanya mah. E...