4. Makin Berlanjut

458 101 6
                                    

" Kak saya mau pulang"

Yang tadinya tengah fokus mengunyah siomay didepannya, kini kedua bola matanya mengarah ke arah Raya. Belum ia jawab, ia masih mengunyah makanan yang belum habis ia telan dimulutnya.

" Laper, makan dulu" Jawab Bagas seadanya. Raya memangku dagunya, menatap Bagas yang lebih fokus dengan makanannya dibandingkan Raya. Raya tak menyembunyikan rasa kesalnya, secara berangsur-angsur ia mulai berani dengan Bagas. Bibirnya sibuk memaki, atau bahkan merutuki kebodohannya. Ugh kalau begitu ia naik angkot saja kalau ujung-ujungnya harus nemenin kakak tingkatnya makan di emperan sampai sesore ini. Apa jadinya jika ia sudah sampai dirumah? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan yang harus Raya jawab dari mama-nya.

Raya cuma mau pulang dengan tenang lalu pergi istirahat di tempat tidurnya.

" Suruh siapa tadi siang gak makan" kata Raya, sangat terdengar ketus ditelinga Bagas. Bagas yang sibuk mengunyah makanannya kini menelan paksa makanan dimulutnya, sebelum menjawab, Bagas sedikit meneguk air putih disampingnya dengan sekali.

" Jadi khawatir, nih?" Lanjut Bagas tak lupa tersenyum. Hampir saja sendok yang Raya genggam akan ia lemparkan pada Bagas, sepiring siomay yang dipesan Bagas untuknya pula hanya ia angguri mengingat ia tak berminat untuk menghabiskannya selain pulang ke rumah. Sudah beberapa jam mereka duduk disini, tanpa ada yang mengganggu, bahkan pemilik kedai emperan pun tak berani menegur Bagas.

Bagas seperti preman berhati hello kitty. Tampangnya memang seram, bisa dikata monyet pun takut padanya, tapi kalau sekarang bilamana ada sangkut pautnya dengan Raya, semua sirna dalam sekejap. Mengingat itu Bagas menyadarinya sendiri, kadang jika sedang sendirian ia tertawa mengada-adakan sikapnya. Kadang ia tertawa geli karena merasa aneh dengan hal baru yang ia alami saat ini.

" Enggak, ngapain khawatir sama kak Bagas? Ge'er banget. Kalau gitu saya naik angkot aja ceritanya"

Bagas tak mengiyakan, ia membiarkan Raya untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya secara langsung. Dan inilah hobi barunya yang kedua setelah tertawa sendirian memikirkan sikapnya, yaitu mendengarkan rutukan manis dari bibir perempuan yang sekarang tengah duduk bersamaan dengan dirinya secara berhadapan.

" Terus?" Lanjut Bagas.

" Pokoknya saya mau pulang, atau enggak saya jalan kaki aja ke rumah"

Bagas sengaja terlihat tak perduli, tangannya mempersilahkan Raya untuk pergi. Namun sebenarnya tak ada niatan untuk membiarkan Raya pulang sendiri hanya dengan berjalan kaki, sejujurnya ia tak kerasan, ia tak tega, semua ia lakukan karena Bagas hanya penasaran seberapa tinggi perempuan ini menahan gengsinya.

Dan lucunya lagi, Raya adalah orang yang mudah ditarik setelah ia sengaja mengulur.

" Ya udah pulang duluan kalau lo berani jalan kaki sendirian"

" Rese! Cepet habisin makanannya"

Bagas terlihat tersenyum merayakan kemenangannya, ditandai dengan sesuap siomay yang masuk kedalam mulutnya " Gitu dong, pacar kakak harus nungguin"

" Eh pacar apaan? Gak ada pacaran-pacaran. Ogah"

" Kita pacaran sejak SD. Masa lupa?"

" Enggak, itu gak kehitung. Kalau memang terhitung saya minta putus aja dari kakak. Biar kelar. Saya gak mau punya pacar ngeselin kaya kakak"

Berbeda dengan Raya, Bagas hanya tertawa, rasanya hampir lepas, matanya terlihat menyipit dengan deretan gigi yang nampak rata hingga membuat wajahnya terlihat sangat manis di mata Raya. Bagas tak ambil pusing bahkan tak ambil hati, ternyata cukup menghibur untuk menggoda Raya, dan mungkin ini adalah hobi barunya yang ketiga.

Kak Bagas (WenGa Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang