Ramadhan Al-Karim, Ramadhan Berkah, Ramadhan istimewa, dan segala hal yang ada kata Ramadhan tiba-tiba menjadi trending topik di bulan Mei 2018 ini. Topik tentang teroris, kasus korupsi e-KTP dengan segala dramanya yang ngalahin drama korea, kasus trangender, kisah artis yang lagi naik daun (*pengen deh tak ganti sekali-kali jadi "artis yang sedang naik batang atau naik akar" gitu biar nggak mainstream), dan kasus-kasus lainya yang tak bisa ku ungkap satu per satu (karena kalau tak terusin nanti disini isinya malah cerita kasus-kasus yang ada di Indonesia, wkwk) semuanya kalah sama hastag kata "Ramadhan". Saat itu pula "es kepal milo" harus turun dari kejayaanya digantikan oleh "es kolak dan es buah" yang selalu menang di bulan Ramadhan. Bagi kami, kaum sarungan (santri pondok pesantren) juga punya trending topik di pondok, yaitu adanya santri kilatan atau bisa kita sebut juga pasaran atau pasanan. Kalau di pondok santri kilatan ini lebih populer daripada artis yang lagi naik batang *eh naik daun maksudnya. Pasalnya tiap bulan puasa pondokku sering kedatangan santri kilatan dari berbagai daerah dan berbagai jenis suku bangsa dan budaya (kayak negara Indonesia, J).
Dulu, aku juga santri kilatan yang akhirnya kecantol menjadi santri beneran. Aku bersyukur Allah memperkenalkan aku dengan dunia pesantren dan segala kisah di dalamnya. Terhitung sudah 5 tahun aku mengabdi disini, di Pondok Al-Huda Kendal. 5 tahun bukan waktu yang sebentar ataupun lama, tapi waktu yang wajar bagi santri untuk mengabdi di Pesantren. Aku memutuskan untuk mengabdi di sini usai lulus SMA tahun 2013 silam. Sebenarnya niat awal adalah kuliah, dan saat itu aku sebenarnya juga sudah diterima di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Fakultas Peternakan jalur undangan. Ramadhan sebelum masuk kuliah aku izin sama orang tua buat ikut ngaji kilatan di pesantren ini, sekalian ngisi waktu luang sebelum kuliah masuk (sebenarnya bosen di rumah terus, hehe). Ketika Ramadhan selesai entah kenapa niatku untuk kuliah berbelok ke pesantren, aku ingin menjadi seorang santri bukan mahasiswa. Orang tua sempat tidak setuju dengan pilihanku tapi akhirnya merestui juga dengan segala jenis rayuan dan bujukan maut yang kulontarkan tiap harinya. Dan Alhamdulillah, orang tuaku bangga dengan aku yang sekarang, hasil didikan sebuah pesantren desa yang jauh dari hingar bingar kota. Tepatnya tiga tahun yang lalu ketika mereka diundang ke acara Haflah Khotmil Quran di Pondok dan menyaksikan aku di wisuda "khatam Al-Quran 30 juz bil - Ghaib". Betapa menyenangkanya hari itu, melihat kedua orang tua yang kucintai menangis bahagia ketika aku maju ke atas panggung menjalani prosesi wisuda. Mungkin dulu ketika aku lebih memilih untuk kuliah, dalam waktu 3 tahun aku belum bisa membuat orang tuaku menangis bahagia. Meski begitu, di dalam hatiku yang terdalam hasrat untuk kuliah masih tetap ada. Rencana setelah lebaran ini aku berniat untuk memulai kuliah lagi. Pengen menikah juga tapi sayang jodoh masih belum terlihat.
Mungkin Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan terakhirku di pondok. Setelah 5 tahun aku berjuang mencari berkah, sekarang aku ingin merasakan dunia perkuliahan. Beruntung aku memiliki orang tua seperti abah dan umi yang selalu mendukung setiap langkah yang ku pilih. satu bulan terakhir ini semoga menjadi pelengkap kenangan terindahku di pondok pesantren "Al-Huda" tercinta.
Suasana pondok sudah mulai berubah. Satu per satu santri pasanan sudah mulai datang. Kebetulan di kamarku juga kebagian santri pasanan 2 orang, Asti dan Julia namanya. Sebenarnya aku sudah sering melihat Asti ketika diajak Ibuk (Panggilan untuk Bunyai) pergi ke Pengajian bareng Ibu-Ibu di sekitar Pondok. Ternyata Asti memang warga di desa deket Pondok dan orang tuanya pun kenal dekat dengan Abah dan Ibuk. Kalau Julia, dia santri dari daerah Jawa Barat lebih tepatnya dari Sumedang. Sebagai santri senior ya wajarlah kalau aku perhatian dengan mereka, karena ini juga sebagai kewajiban. Semua hal yang mereka butuhkan aku ikut membantu menyiapkanya, termasuk kitab apa saja yang harus dibeli untuk ngaji pasanan tahun ini. Entah kebetulan atau bagaimana, disaat usiaku yang memasuki daftar masa pernikahan ini ngaji kitabnya adalah "Fathul Izar". Aku merasa seperti mendapat Kode dari Abah (panggilan untuk Pak Yai) untuk langsung mengamalkanya. Huuuufft.. ku elus saja dadaku, semoga Allah masih menguatkan aku untuk bersabar menunggu sang imam datang menjemput. Wkwk
YOU ARE READING
Kiriman Cinta Kopontren
Fiksi Remajaseorang santri yang nakal tapi pintar di sebuah pesantren yang jatuh cinta pada santriwati kesayangan sampai pindah pondok pesantren demi cintanya #7 pondok