Bab. 1

10 3 0
                                    

Aku memang tidak pandai berteman tapi bukan berarti aku tidak punya pacar, pacar yang telah dua tahun bersamaku dengan keterpaksaan. Tidak, sepertinya hanya aku yang menjadi kandidat yang dipaksa disini, sementara Fradika Hakim sepertinya cukup menikmati hubungan ini. Yah kalian tau lah, aku lebih dari layak untuk dipamerkan pada teman-teman futsalnya yang norak itu. Bukannya sombong, tapi kalian bisa mensurve seratus siswa yang ada disekolah ku dan aku pastikan semua dari mereka akan memberikan pujian manis yang menjijikan. Dalam waktu tiga bulan aku sudah dikenal hampir satu sekolah Sebagai siswi berpretensi.

Sekarang Fradika Hakim sedang berdiri disebelah mobil mewahnya dengan secangkir minuman yang entah apa, aku tidak bisa melihatnya dari jendela kamar setinggi enam meter ini. Mata Fradika menyapu jalanan dan ahirnya mata kami bertemu, anak manja itu melambaikan tangan memberi tanda agar aku segera turun sambil menyesap minumannya. Kuputar bolamataku dengan malas, ini tidak dibuat-buat teman. Aku memang kurang nyaman dengan Fradika, dia memang manis dan aku suka saat dia menggenggam tangan ku. Hangat, tapi aku tidak menemukan kenyamanan disitu. Mungkin ini yang dinamakan tidak cinta.

Aku menuruni tangga dengan berlari kecil melewati kak Sam yang sedang menutup pintu kamarnya.
"Selamat pagi kak" kataku menepuk bahunya sambil bergegas menuruni tangga.

"Hati-hati, jika jatuh aku tidak akan menolong" katanya menyusul ku turun. Aku hanya menjawab ejekannya dengan menjulurkan lidah.

Pintu kamar kami memang bersebrangan, tapi kalian harus tau dia sering menggangguku dengan menelfon atau mengirim pesan hannya untuk mengambilkannya minuman. Dasar bayi besar.

Dipintu kamarnya tertulis ' Samuel Kharahab, pergi dari kamar ku atau mati ' coba bayangkan siapa yang tidak tertawa melihat tulisan besar warna pink dengan emot setan merah itu. Hahah dia memintaku memesankannya di pengerajin kayu, berhubung aku baik ku kerjailah dia dengan warna cantik itu. Konyol memang, dia masih memasang tulisan itu demi aku katanya. Yang benar saja, lebay sekali kakak ku itu.

Tapi jujur saja pagi ini dia sangat tampan dengan kemeja jankis polos dan dasi bermotif garis warisan ayah, aku dengar dia akan menemui temannya yang menjanjikan proyek pembangunan, tentusaja kak Sam bersemangat. Karna dulu ayah tidak terlalu mendukung keinginannya menjadi seorang arsitek, dan hari ini dia akan membuktikan pada ayah dengan proyek besar dari temannya. Aku memang jarang berdoa, bahkan setelah shalat aku segera melempar mukenaku ke sembarang tempat. Tapi hari ini aku harap bayi besar ini mendapatkan yang dia harapkan selama ini, amin.

Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa tidak ada ibu didalam cerita ku ini, apa aku punya ibu?
Tentu saja punya, aku butuh ratusan ribu kertas untuk menceritakan sosok wanita hebat ini. Aku mengetahui semua kisah hidupnya melalui dongeng yang selalu dia sajikan untuk ku setiap malam, diantara anaknya yang lain mungkin aku lah yang paling mengerti tentang ibu. Dan sekarang dia sedang memangku Ewil Kharahab dan menyuapinya roti coklat kesukaan ku, aku cemburu.

"Hay, sayang" ibu menatap ku "sarapan?" ibu menyodorkan roti coklat sisa Ewil. Oh ayolah ibu aku butuh yang lebih baik dari itu.

Aku menggeleng dan menyambar apel dan secangkir susu. "Tidak, Fradika sudah menunggu diluar" aku meletakan gelas susu kosong ku dan mencium tangannya, begitu pula tangan ayah. Kepala dari keluarga Kharahab yang diturunkan kakek kami.

"Kenapa tidak diajak sarapan sekalian" kata ayah sambil mengelus rambut ku. Jangan bingung, sudah ku bilang keluarga ku ini orang baik semua.

"Tidak, takut telat" ujar ku sembari menepuk bahu kak Sam lalu berkata "semoga berhasil bayi besar"

Semua orang terkekeh dengan gaya bicaraku tidak terkecuali Ewil yang menyeringai dengan gigi ompongnya, sementara kak Sam hanya mengangkat gelas untuk merespon perkataan ku dengan ekspresi kesal dan membuang muka. Aku tersenyum puas sambil melambaikan tangan.

Diluar Fradika tersenyum manis sok ganteng, dia membukakan pintu mobil menyuruhku masuk lalu menyusul.
"Pagi sayang" katanya setelah mobil dinyalakan.

"Pagi" jawab ku singkat dengan senyum yang dipaksakan, tenang saja aku pandai dalam mengatur ekspresi muka. Dia tidak akan sadar dengan keterpaksaan ku ini.

Sepanjang perjalanan Fradika banyak bertanya tentang hari ku disekolah, karena dia tau aku susah untuk beradaptasi ditempat baru. Sementara aku menggunakan anggukan untuk menjawab pertanyaannya yang menurutku terlalu ingin tau atau lebih sering orang sebut kepo, yah Fradika kepo, Fradika protektif, aku tidak nyaman.

Fradika melambai padaku sambil tersenyum dan mulai melajukan mobilnya, mengapa Fradika pergi?
Karena kami tidak satu sekolah, dia bersekolah di sekolah ala anak orang kaya sombong lainnya sementara aku berada di sekolah yang menampung anak-anak kusus perusahaan kakek ku, karena sekalipun sudah jadi milik ayah tapi aku harus sekolah disini untuk menghormati orang-orang pekerja diperusahaan warisan ini. Kakek ku memang sangat baik, semua anak dari pegawai yang menerima gajih dari perusahaannya diberikan pendidikan yang layak tanpa terkecuali, untuk anak para pegawai OB atau semacamnya diberikan biaya siswa hingga sarjana. Sekarang siapapun bisa bersekolah disini berkat ketetapan baru ayah, katanya sekolah ini terlalu besar jika hanya dihuni anak-anak pegawainya saja.

Dan sekarang aku berada didepan pintu kelas yang sudah ramai oleh kegiatan aneh dari penghuninya, ada yang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, ada yang tertawa terbahak-bahal sambil mengisap debu dari sapu seorang petugas piket, ada yang berteriak membela idolanya yang diejek karena masuk penjara karena narkoba, bahkan ada yang sedang rela bertumpuk mendengarkan gosip dari admin grup majalah sekolah. Aku hanya menatap nanar orang-orang diruangan ini, aku rasa sekolah ini terlalu bagus untuk menampung murid-murid jahil yang bobrok seperti ini.

"Menyingkirlah, kau menghalangi orang yang mau masuk" bahuku ditabrak begitu saja, menuruti naluri aku segera melangkah bergeser dan benar saja ada empat siswa dan siswi yang berdiri dibelakangku menyusul Alvaro Bilal Gautamah.

Siapakah dia, nanti aku ceritakan. Karena bel masuk sudah berdentum menandakan jam-jam membosankan dimulai.



Gimana-gimana
Suka gak kalian yuys???
Kuy dah, didukung tuh keluarga Kharahab nya.
Ehh jangan lupain si bayi besar abang Sam sama si bego Fradika hehehe

Penasaran sama pemeran utamanya yah :") saya juga wkwkwk

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang