Bab. 5

8 4 2
                                    

Aku menutup pintu kamar ku dengan kasar, ku hapus air mata yang sedari tadi membuat pipi ku basah. Ku tutupi sekujur tubuh ke dengan selimut, ada yang mengetuk pintu ku. Persetan lah, aku ingin tidur sampai mata ku bosan terpejam.

"Irene" itu Kak Sam, suara lirihnya terlihat bersalah. Sebenarnya aku juga tidak mau bertingkah seperti anak kecil, tapi ini menyangkut masalah hati.

Pintu ku terus diketuk, semakin keras dan sekarang sudah seperti tendangan. Jaket yang tergantung dibelakangnya jatuh, "Berisik, pergi dari kamar ku" teriaku diselah-selah isak.

"Mana mungkin, bahkan aku tidak berada didalam sana" Kak Sam menggerutu, tapi aku dengar.

"Kalu begitu, menjauh dari pintu ku" kulempar miniatur Monas kearah pintu hingga menimbulkan suara benda pecah. Jelas saja, patung itu dari kaca.

"Irene aku mohon" aku rasa Kak Sam menangis sekarang, kami sudah seperti seorang sahabat. Tapi hari ini aku akan mengajaknya berperang.

"Iyen, buka pintunya" itu suara Ewil, dia tidak bisa menyebut huruf 'R' dengan baik, aku terkekeh mendengar cara bicaranya yang aneh.

Aku tidak punya pilihan, daripada anak itu menangis dengan berat hati aku membukakan pintu untuk mereka. Tidak ada Kak Sam, hanya ada Ewil yang duduk bersandar ditembok memegangin mukena ku. "Ini, ibu bilang jika sudah selesai ke meja makan oke" Ewil tersenyum manis, cara bicaranya yang aneh membuat  hati ku jadi sedikit lebih tenang sekarang.

Sekarang aku duduk dimeja makan dengan mata sembab, tida ada Kak Sam. Aku menelan nasi dengan susah payah, untuk tiga sendok nasi aku sudah menghabiskan empat gelas air. Aku berdeham untuk mengihilangkan sakit ditenggorokan ku.

"Sayang" ibu menyentuh bahuku, aku tersedak. Untung saja air didalam mulut ku tidak menyembur kearah ibu, ibu mengusap bahuku. "Kak Sam tidak akan lama diKanada" lanjutnya lagi.

"Hemm" sekarang airmata ku ingin jatuh lagi.

"Sudalah nak, kamu bukan anak kecil lagi" ayah menggenggam tangan ku.

"Aku tau" ku seka airmata yang kini sudah mengaburkan pandangan ku.

"Bukan kah kamu suka jika bayi besar mu mendapatkan impiannya" ibu tersenyum lembut, aku hanya mengangguk. "Temuilah dia nak, besok dia akan pergi"

Sebenarnya bukan kepergian yang membuat ku sakit, hanya saja tiga minggu lagi adalah hari penting bagi ku. Dan aku ingin semua orang dirumah ini ikut merayakan kebahagiaan itu, termasuk Kak Sam. Aku melangkahkan kasar kaki ku menuju kamar Kak Sam, kamarnya sedikit terbuka. Ada bayangan yang sibuk berlalu lalang, aku melihat tubuh jangkung itu berjongkok menyusun tumpukan kertas kedalam kardus coklat. Pakaiannya masih belum dikemas, ku pandangi seisi kamar Kak Sam, tidak ada lagi gambar-gambar proyek bangunan diatas meja belajarnya. Hufff sebentar lagi bayi besar ku akan pergi jauh, aku terduduk lemas diambang pintu kamarnya.

Ku tutup wajah ku dengan tangan, isak tangis ku sudah tidak tertahan. Aku ingin menagis meraung-raung tapi aku rasa itu terlalu berlebihan, toh bayi besar ini akan pulang jika sudah tiba masanya. Aku merasa ada yang menyentuh kepalaku, aku dibimbing menuju tempat yang lebih tinggi, sofa santai. Kak Sam terus mengelus kepalaku, ahhh aku pasti akan merindukan moment ini.

"Sudah?" Kak Sam mendongakkan wajah ku menekan pipiku hingga aku tidak bisa bernafas.

"Ahh lepas kan" aku memberontak menjauh dari Kak Sam.

"Sebenarnya aku ini didukung tidak sih" Kak Sam memalingkan wajahnya kearah kaca lemari.

"Ck, apa tidak bisa bekerja dari sini saja" aku mengelap ingus ku, ya ingus. Apa kalian jijik? Persetan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang