Bab. 2

11 2 0
                                    

Orang-orang penghuni kelas Ipa A porak poranda merapikan diri dimeja masing-masing. Aku berjalan santai menuju meja ku, Lukas cengengesan sambil mengunyah permen karetnya.

"Sial" upat ku karena kursi yang ingin kududuki ditarik oleh Lukas sampai aku terduduk dilantai.

"Haha sorry Irene, kau terlalu kaku seperti zombi. Aku fikir kau butuh sedikit bantuan untuk membuat ekapresi baru" dia mengulurkan tangan untuk membantu, tentu saja langsung ku tepis tangan jahil anak itu.

Mereke tidak mengenal ku saja, hingga berani menjahili ku begini, aku memang tidak menggunakan nama belakang keluarga untuk alasan tertentu. Aku tidak ingin Orang-orang bertingkah sok baik hanya karna aku anak dari pemilik sekolah.

"Otak mu memang kosong, manamungkin menjahili orang lain bisa membantu." omel ku sembari menarik lagi kursi tanpa mengubah ekspreai ku.

"Kau tau Irene, kau sangat manis jika tersenyum" sekarang manusia konyol ini malah menyeringai menjijikan, aku melengos tak peduli."tapi sayangnya muka zombi mu itu abadi, bahkan kau menggunakan wajah datar saat marah" lanjutnya lagi dengan bibir mengejek.

Aku berdiri untuk bersiap melempar muka Lukas dengan buku, sayangnya tangan ku ditahan oleh Bilal "ada bu Ageng, kau bisa menghajarnya sampai mati setelah jam istirahat pertama nanti" katanya tanpa menatap wajah ku. Ahhh orang ini, mengapa juga aku harus duduk didepannya. Aku kembali pada posisi duduk ku dan bu Ageng menjadi pembukaan hari-hari membosankan pagi ini.

Apa kalian dengar nama yang di sebut Lukas? Irene, itu nama ku.
Irene Marlen Kharahab, tapi jika di sekolah aku hanya mencantumkan nama depan dan tengah ku saja. Kalian tau alasannya kan, aku tidak dikenal sebagai anak dari keluarga Kharahab melainkan sebagai siswi berprestasi. Baru tiga bulan disekolah ini aku suda mendapat dua piala olimpiade kimia, apa aku hebat? Tidak menurut ku.

Hal hebat yang berhasil ku raih adalah seseorang yang bisa disebut sahabat semenjak disekolah ini, kami bertemu saat mengumpulkan ijazah ke ruang TU. Waktu itu aku terburu-buru dan menabrak Harum, dia membantuku dan kami muli berteman. Dulu Harum punya seorang teman tapi entah mengapa mereka jadi bermusuhan semenjak Harum dekat dengan ku, walau satu ruangan kelas Harum dan Andini Hampir tidak saling menyapa. Andini lebih dekat dengan Bilal bahkan mereka sering berdebat tentang hal konyol seperti cara berjalan pak Suhar.
Suhar ini adalah guru BK yang seperti membawa beban berat saat berjalan, dia bungkuk hingga mendapat julukan
kura-kura ninja. Hahaha jangan berfikir buruk tentang kami, harusnya guru harus sadar akan sangsi jika terlalu kejam pada muridnya.

Harum sangat baik, dia rela menungguku selesai rapat PMR untuk mengajak ku makan siang. Dia rajin menanyai ku PR dan mengajak ku jalan jika hari libur, aku benar-benar suka anak ini. Dia sangat sopan dan penurut, apapun keinginan ku dia selalu menurutinya. Berbeda dengan Andini yang selalu mengocehi segala gerak-geriku seakan apa yang aku lakukan itu salah, aku pernah memergoki Harum dan Andini bertengkar. Jelas saja aku membela Harum, Andini justru semakin marah dan mengupat. Dia bilang "kasihan sekali, kau memelihara ular didalam dompetmu"

Sebelum aku sempat bertanya apa maksud Andini, Harum segera menariku menjahuinya. Yang membuat ku bingung adalah ular yang dia maksud itu siapa, aku? Atau Harum?
Apa kami begitu buruk hingga disebut ular, bahkan kami tidak peduli saat ada orang yang menginjak kaki kami, kami tidak pernah mengganggu orang lain.

Harum bilang Andini hanya cemburu karena aku jauh lebih dekat dengan Harum, wajar saja. Mereka berteman sejak disekolah dasar dan sekarang mereka seperti mata dan telinga, tidak bisa terjangkau. Apa aku merasah bersalah? Tidak-tidak, aku tidak melakukan kesalahan disini. Andini saja yang mulutnya terlalu jahat sehingga semua orang muak dengan sikapnya. Andini adalah orang yang tidak mau berbohong, baik atau buruk maka mulutnya akan mengatakan tanpa sensor sedikit pun.

16:30
Semua kegiatan disekolah telah usai, Fradika terlihat murung karena menunggu ku terlalu lama, jam terbang ku dan Fradika memang berbeda. Fradika lebih cepat pulang karena tidak ada kegiatan ekstrakulikuler yang dia ikuti, bukan karna malas hanya saja sekolahnya melarang anak kelas 12 untuk ikut dengan alasan harus fokus belajar menjelang ujian ahir.

Fradika lebih tua dua tahun dari ku, tapi aku jauh lebih dewasa dari anak tolol ini. Aku menghampirinya dengan senyum ramah sebagai balasan karena dia sudah rela menunggu ku.
"Siapa yang kau temui"
Lihat, tuduhannya itu yang membuat ku muak.

"Tidak ada, aku menghadiri pelatihan untuk anggota PMR baru" aku langsung bergegas menuju mobilnya, sial masih terukunci.

"Benarkah? Aku dengar tadi siang kau berduaan diperpustakaan"

Apa? Berduaan, orang gila ini konyol. Haruskah aku menunjukan cctv agar dia puas, lagi pula siapa yang dia maksud. "Jangan konyo, ada delapan ratus lebih penghuni sekolah ini. Kau bisa menemukan separuh dari mereka diperpustakaan setiap jam kosong"

"Terserah" dia melewatiku begitu saja, lalu pergi tanpa aku. Aku ditinggalkan, sialan itu rela menunggu hanya untuk membicarakan hal konyol. Bodoh.

Aku menatap nanar bagian belakang mobil Fradika, aku menghela nafas geram. Mataku menyapu jalanan mencari taksi, namun yang aku temukan hanya motor besar milik Bilal. Ya Tuhan, mungkinkah Bilal yang dimaksud Fradika. Siang tadi kami belajar bersama untuk persiapan mendaftar olimpiade sains, hala Fradika terlalu protektif.

Dulu kami tidak begini, layaknya pasangan muda lain kami sering mengisi waktu luang bersama, menonton film bersam, menikmati senja dengan cup es krim. Tapi dulu tinggal lah dulu, semuanya hancur berantakan sejak saat itu. Fradika mencium adik kelasnya, katanya itu hanya taruhan. Dia fikir aku akan percaya, alasan seperti itu malah membuat ku murka. Apa wanita serendah itu sampai dijadikan bahan taruhan, tapi Fradika mengejar ku disalah satu mol dan berjongkok memohon ampunan. Dia tidak mau berdiri jika tidak kumaafkan, aku bisa apa. Semua orang menatap kami seolah tontonan romantis, jadi ku iyakan permintaannya itu.

"Berdiri atau ku tendang" aku masih mengamati orang-orang kolot dimol itu.

"Kau menyuruh ku berdiri, apa artinya aku dimaaf kan?" Fradika memasang wajah melas yang menjijikan.

"Hemm" kata ku sambil mengangguk, aku terpaksa. Kalian tau itu. Aku menyesal pernah mengatakan itu dulu, harusnya aku tinggalkan saja dia yang berjongkok dilantai mol waktu itu. Tapi aku ingin dikenal sebagai orang yang baik.

Tin,,tin,,tinnnn
Suara klakson membuyarkan lamunan ku. "Apa kau mau berdiri disitu sampai besok" Bilal tiba-tiba mengulurkan helem pada ku.

Aku menatapnya tenang, berpura-pura tenang lebih tepatnya. "Bukan urusan mu" aku membuang muka.

"Naik lah, akan ku antar kau pulang" tangan Bilal masih mengambang diudara memegang helem yang diulurkannya pada ku.

"Taksiiii" teriak ku sambil melambaikan tangan pada mobil taksi yang melintas di sebelah motor Bilal.

"Keras kepala" Bilal melajukan motornya dengan memegang helem ditangan kirinya. Entah mengapa aku merasa bersalah, tapi semua orang tau Andini sangat dekat dengan Bilal. Aku tidak ingin dianggap sebagai penggangu, mengingat Andini yang selalu nyinyir aku takut dia menyebarkan gosip yang tidak-tidak.

Pandangan ku kosong menatap jendela taksi, aku sudah muak sekali dengan Fradika. Tapi aku ini bodoh, tidak sepatah kata pun yang berani aku adukan pada ayah atau pun ibu, merekalah yang ahir-ahir ini bertanya mengapa aku menjauhi Frandika tapi aku hanya menjawab 'tidak papa' aku merasa tidak enak karena ayah berteman baik dengan papa Fradika bahkan papa Fradika menjadi donatur tetap dirumah singga milik keluarga kami, disana ada banyak penyandang disabilitas yang dalam proses pengobatan dan bimbingan.

Ayah Fradika juga salah satu rekan kerja ayah dengan saham yang cukup besar, sayang kan jika hubungan ini hancur karena ku. Tapi sepertinya semua pemikiran itu sudah hilang, aku bertekat mengatakan ini pada ayah dan ibu nanti. Aku muak, aku ingin lepas dari Fradika.

Hehehe
Gimana menurut kalian si Irene Marlen Kharahab ini 😂
Greget yah, dikasih bantuan malah sok gak denger.

Apakah hubungan Irene dan Fradika akan berlanjut? Kuy like dulu dong entar kita cari tau sama-sama.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang