2.

2.5K 421 18
                                    

Aku tak tahu bagaimana caranya aku bisa sampai di dalam mobilku sendiri pagi tadi. Aku terbangun dengan sabuk pengaman masih membentang diagonal di badanku. Leherku pegal-pegal dan bahuku rasanya mati rasa saat kucoba menggerakkan badan. 

Tapi bukan itu yang menjadi kebingunganku saat itu. Aku ingat sekali aku berada di book cafe sampai pagi. Bahkan chamomile tea yang kuminum pun sudah beberapa kali minta tambah. Aneh bukan kalau penyebab aku jatuh tertidur sampai tak tahu bagaimana caranya kembali hanya karena segelas teh yang diminum berulang kali?

Kulihat jam tangan yang masih melingkar di pergelangan tangan kiri. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku sudah di kantor dan sedang menikmati segelas coklat panas dengan beberapa potong roti dari toko roti langganan.

Saat aku terbangun di mobil, waktu masih menunjukkan jam tujuh pagi. Kemudian dengan kecepatan penuh aku langsung pergi meninggalkan tempatku bermalam dan menuju kantor. Kedatanganku agaknya membuat Taehyung terkejut, apalagi saat melihat bajuku yang belum berganti sejak kemarin. Dia mengekoriku ke dalam ruangan dan bertanya sambil menunjuk setelanku.

"Kau kemana tadi malam, hyung?" tanyanya setelah tidak dapat menemukan kata protes apa yang tepat untuk pakaianku ini.

Aku menoleh sebentar ke arahnya, agak terkejut karena ternyata dia mengekoriku sampai ke kamar pribadi yang sengaja disediakan di dalam ruanganku. "Di sebuah book-cafe yang buka dua puluh empat jam."

"Di mana?" tanyanya menuntut dengan mata membulat penasaran.

"Di suatu tempat. Tenang. Masih di Korea." Aku malah terkekeh dengan candaanku sendiri. Taehyung hanya menatapku tajam dan membuatku malu sendiri.

Taehyung menggerakkan tangannya dan bersedekap di dadanya. "Katakan padaku dimana letak persisnya. Jadi aku bisa menjemputmu kalau-kalau nanti kau butuh dijemput."

Aku pun menggeleng. "Kalau aku tahu dimana letaknya, aku pasti memberitahumu, Tae. Dan sialnya tadi malam ponselku mati, jadi aku tidak bisa memastikan letaknya. Mungkin.... Cheondamdong? Mirip seperti itu."

Kulempar jas dan kemeja yang sudah kulepas dari badanku ke atas kasur. Lalu menggantinya dengan jas dan kemeja yang baru dari dalam lemari. Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan langsung berbalik ke Taehyung yang sedang melihat-lihat jadwalku dari iPad-nya.

"Tae, kau tahu tidak efek samping minum teh chamomile?"

Yang diajak bicara mengangkat kepalanya, kemudian mengernyit bingung dengan pertanyaanku yang tiba-tiba. "Bukannya itu teh yang selalu kau minum sepuluh tahun ke belakang? Tidak ada efek sampingnya 'kan? Kenapa bertanya seperti itu?"

Kebiasaan Taehyung yang tak bisa dihilangkan. Dia suka banyak memberikan pertanyaan sekaligus tanpa memberiku waktu untuk menjawab satu-satu. Ditambah pekerjaannya sebagai sekretaris. Semakin banyaklah pertanyaan yang mengarah kepada detail-detail tertentu. Padahal dia tidak perlu menanyakan itu semua karena kegiatanku pasti hanya kantor dan apartemen.

Kecuali, kalau book cafe itu masuk ke dalam daftar kegiatanku selanjutnya. Taehyung pasti akan banyak bertanya tentang tempat itu dan apa saja yang aku kerjakan di sana.

"Rasanya lebih manis dari yang biasa aku minum. Aku suka." Senyumku merekah begitu mengingat rasa teh bunga putih itu. Rasanya ingin kembali lagi.

"Apa mereknya? Aku akan menyediakannya untukmu."

"Kurasa itu olahan sendiri. Dari sekian banyak jenis teh chamomile yang sudah kucoba selama ini, baru kali itu aku merasakan rasa itu. Kuyakin mereka membuatnya sendiri. Oh ya, bagaimana dengan pertemuanmu malam itu?" tanyaku sambil berjalan keluar kamar menuju meja kerja. Kududukkan bokongku di atas kursi kebesaranku lalu mengulurkan tangan meminta iPad Taehyung.

"Orang tuamu tidak berkata apa-apa. Dan calon tunanganmu juga tidak bicara apa-apa lagi saat aku datang. Semuanya diam dan rasa makanannya tidak enak sama sekali." Taehyung mengeluhkan keadaan malam itu setelah memberikan iPad-nya padaku.

"Dia begitu? Tidak biasanya." Aku tersenyum samar pada Taehyung dengan ekspresi simpati. Lalu kembali menatap layar iPad sambil menggeser-geser permukaannya. "Pasti sulit sekali bertahan di sana selama satu jam."

Taehyung dengan cepat menghembuskan napas kasar ketika mengingat pertemuan dengan calon tunangan Namjoon. "Yah, setidaknya calon tunanganmu cukup handal dalam mencairkan suasana. Dia mulai membicarakan tentang golf dan korupsi pemerintahan dengan paman. Duh, aku tidak suka sekali materi obrolannya."

Kejujuran Taehyung membuatku tertawa lepas. "Sekarang kau tahu 'kan kenapa aku tidak suka bertemu dengannya?"

"Karena wawasannya yang luas?" tebak Taehyung polos.

Aku menggeleng. "Karena kegigihannya mengambil hati orang tuaku. Mereka tahu kalau perusahaan yang dipegang orang tua si perempuan tidak terlalu menguntungkan. Tapi sepertinya dia dipaksa untuk mengambil hati orang tuaku agar pertunangan itu terkabulkan dan perusahaan kami bisa menjadi satu."

"Sedih sekali."

 Taehyung benar-benar bersimpati pada wanita yang sudah beberapa kali ini dia temani makan malam menggantikan Namjoon. Agaknya dia bisa melihat kesulitan wanita itu setiap kali mengangkat topik dengan ayah Namjoon yang terkenal sulit didekati. 

"Tapi setidaknya dengan cerdiknya dia memilih topik pembicaraan, paman tidak terlalu kebosanan menghabiskan waktu dua jam di sana."

Aku pun mengangguk-angguk saja, menyetujui perkataannya lalu mengembalikan iPad miliknya. Aku pun bangkit dari kursiku dan berjalan menuju pintu keluar dengan Taehyung yang mengekoriku. Pagi ini aku ada jadwal rapat dengan tim pemasaran terkait pengembangan promosi maskot artisku ke luar negri. Tidak hanya rapat pemasaran, akan ada rapat dengan beberapa brand yang masih bekerja sama dengan artisku dan katanya ingin memperpanjang kontrak.

Intinya, hari ini sibuk sekali. Bahkan sampai malam pun aku masih harus berkutat dengan tumpukan kertas yang mesti aku tanda tangani.

"Taehyung~" panggilku dari dalam ruangan. Beberapa detik kemudian yang dipanggil langsung memunculkan kepalanya dari balik pintu.

"Ya?"

"Kau tidak pulang?" tanyaku terkejut mendapati dia belum pulang.

"Aku harus mengurus jadwalmu untuk satu bulan kedepan sebelum aku mengambil cuti."

"Ah iya. Kau memang bilang ingin cuti. Sudah dapat tujuan mau kemana? Aku boleh ikut?"

Lelah berdiri di depan pintu, akhirnya Taehyung masuk ke dalam ruanganku dan duduk di salah satu sofa panjang berbahan kulit mahal berwarna hitam yang ada di tengah-tengah ruangan. 

"Aku pergi bersama pacarku."

Untuk sejenak aku lupa siapa nama pacar Taehyung yang baru-baru ini dia kencani. "Jungkook ya? Selamat bersenang-senang deh kalian berdua. Jangan sampai aku dapat laporan Jungkook datang dengan anak di gendongannya."

Taehyung lantas tertawa rendah. "Aku malah ingin memberikanmu keponakan secepatnya, hyung."

Sepupuku Taehyung memang suka bermain-main, tapi aku yakin dia sangat menyukai Jungkook sampai ingin menikahi pacarnya secepat mungkin.

Mendadak aku merindukan book cafe itu saat sedang mendengarkan Taehyung bercerita tentang pacarnya yang lucu seperti kelinci itu. Aku rindu aroma buku-buku tua di cafe itu. Aku rindu bagaimana wanginya teh chamomile yang dihidangkan meski aku memintanya berkali-kali. Juga, aku merindukan wajah tenang dan manis pria berseragam putih dengan celemek hitam di pinggangnya. Pria yang mendengarkanku dengan sabar setiap ceritaku sembari memberikan tanggapannya. Aku jadi ingin cepat-cepat pergi ke book cafe-nya. 

Kira-kira tempatnya buka jam berapa ya?


[*]

Hai namjinist :)

[END] Magic Shop | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang