7

1.9K 402 39
                                        

Taehyung membuatku sadar kalau Magic Shop tidaklah nyata.

Aku mengunjunginya di siang hari ketika aku tidak punya keinginan untuk bertemu dengan Seokjin. Toko teh yang katanya dibuka dua puluh empat jam bukanlah toko teh yang sebenarnya di siang hari. Itu hanya toko buku biasa dengan pemilik seorang kakek tua dengan pendengaran setengah kabur.

"Seolji? Siapa?" tanya kakek itu ketika kutanya pegawai miliknya yang bernama Kim Seokjin. Aku menyerah setelah dua kali mengulang pertanyaanku. Orang tua itu tidak membantu sama sekali.

Kupandangi jalan-jalan di depan toko. Setiap malam saat aku datang ke sini, aku bisa melihat gambar-gambar mural besar yang digambar di dinding sepanjang jalan dengan berbagai warna. Gambarnya sering kali mengingatkanku akan masa kecil yang mulai samar-samar antara ingat dan lupa.

Tidak ada yang janggal. Toko di kiri kanan Magic Shop masih sama seperti yang kulihat di malam hari. Hanya saja saat ini sedang penuh aktivitas manusia yang lalu lalang di depan toko. Sangat berbeda dengan malam ketika aku datang.

Aku tertawa dalam hati, menggaruk pelipisku dengan telunjuk.

"Sepertinya aku sudah gila."

Aku kembali ke kantor. Taehyung menanyaiku yang menghilang saat makan siang.

"Aku ke Magic Shop."

Taehyung mengerutkan kening. "Tempat si Kim Seokjin itu? Apa yang kau dapat? Apa tempat itu benar-benar ada?"

Aku menoleh lalu mengangguk. "Tempat itu ada, Tae. Hanya saja mereka tidak menjual teh dan kue. Hanya buku-buku tanpa meja dan sofa untuk duduk."

Kerutan di dahi Taehyung berganti dengan matanya yang membulat, tapi setelah itu mengerutkan kening lagi.

"Tapi kau bilang tokonya selalu ada satu dua orang yang duduk di sofa untuk baca buku. Kau bahkan beristirahat di sofa dekat jendela sambil membaca buku. Apa itu semua cuma halusinasi, hyung?"

Telingaku mendengar ocehan Taehyung sembari masuk ke dalam ruang pribadiku kemudian duduk di kursi kerjaku.

"Mungkin." Kupijat pelipisku yang mendadak pusing. "Tapi, aku nggak mau itu cuma jadi halusinasiku. Kim Seokjin terlalu nyata."

Taehyung menatapku dengan tatapan prihatin, pun bersimpati dengan diriku yang selama beberapa minggu ke belakang selalu bercerita tentang Seokjin yang ini dan yang itu. Seolah-olah Kim Seokjin adalah pacarku yang akan kunikahi bulan depan.

Coba kalau dia benar-benar asli...

"Dia tidak menjawab apa-apa setelah kukatakan tentang kecurigaanku pada toko dan dirinya."

Kim Seokjin hanya tersenyum dengan kekehan kecil nyaris tak terdengar sebelum mendekatkan wajahnya. Dia berhasil membuatku salah tingkah dengan jarak sempit yang dia sisakan, ditambah dengan senyum di wajahnya yang entah apa artinya. Aku harus menahan napas agak lama dan mengutuk dalam hati karena dia tak kunjung menjauhkan wajahnya.

Seokjin memiringkan kepalanya ke kanan dengan gerakan kecil, terkekeh samar sebelum menarik wajahnya menjauh. "Jangan lupa bernapas, Tuan." Dia menggodaku dan tertawa tanpa suara dengan tangan terlipat di depan dadanya.

Aku buru-buru mengangkat cangkir tehku dan menyesapnya sampai tersisa setengah. Aku tak yakin bagaimana warna rona wajahku sekarang, tapi jujur dilihat sedekat itu membuat jantungku tak karuan. Untungnya aku masih waras. Kalau tidak, mungkin sudah kutarik dasinya dan melumat bibir tebal yang selalu berhasil mengambil alih perhatianku setiap datang ke sini.

"Kau tidak cemas seperti biasanya, Tuan."

Seokjin berbicara sembari menatap air teh yang keluar dari teko untuk mengisi cangkirku yang hampir kosong. Kulirik cangkirnya sebelum menatapnya lagi. Pembawaan dirinya yang selalu tenang dengan senyum tipis membuatku sulit mengerti ucapannya yang kadang terdengar seperti pujian dibalik ejekan.

[END] Magic Shop | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang