5

1.9K 396 21
                                        

"Apa kau tidak punya soju atau bir?"

Seokjin terdiam menatap Namjoon, kemudian menggeleng setelah dua menit hanya menatap. "Soju tidak baik untukmu, Tuan. Mau kuberikan sesuatu yang manis dan hangat?" Suaranya ramah sekali pun dia pandai bagaimana mengontrol ekspresinya yang tadi terkejut mendengar permintaan pelanggan setianya.

Namjoon lagi-lagi datang ke Magic Shop, dan lagi-lagi tidak tahu kenapa setiap menyalakan mobil tangannya akan menuntun kendaraaanya menuju tempat ini. Kini dia sedang mengeluh tak tentu arah dengan tangan terlipat di atas meja bar. Sementara si pemilik cafe berada di balik meja bar, sedang menyiapkan sesuatu untuk Namjoon.

"Aku ingin soju," keluh Namjoon sembari menaruh sebelah pipinya di atas lengan yang terlipat di atas meja. "Di saat seperti ini aku butuh sesuatu yang memabukkan."

Seokjin lantas tersenyum di balik punggungnya sembari meracik suatu minuman. Kemudian dia berbalik dan menaruh secangkir minuman dengan cangkir cantik berwarna hijau seperti batu giok. Wanginya begitu menarik perhatian hidung Namjoon dan membuat pria itu menggerakkan kepalanya dan menatap cangkir itu penuh minat.

"Pernah minum teh dengan alkohol?"

"Kau menambahkannya dengan alkohol ya?" tanya Namjoon terkesima begitu mencoba minumannya. "Aku suka rasanya."

"Itu Chamomile Tea dengan Gin. Kuharap anda bisa kembali segar setelah meminum ini." Seokjin tersenyum lembut dan membuat pipinya terangkat manis, khas dirinya.

Duh, sudah berapa lama Namjoon tak lihat senyum itu? Rasanya rindu.

"Aku tidak bisa tidur dua hari ini," ujar Namjoon lesu sembari menaruh cangkirnya kembali ke atas tatakan piringnya.

"Bagaimana dengan pertemuannya?" tanya Seokjin penasaran.

"Aku tidak datang. Aku demam setelah berbicara dengan Haye. Wanita itu terlalu blak-blakan. Aku jadi kaget," jawab Namjoon mengeluh kesal.

Setelah bicara empat mata dengan Haye, Namjoon mendadak tidak enak badan. Entah mungkin karena angin dingin yang terlalu senang menerpa tubuhnya, atau akibat karena terlalu serius memikirkan kata-kata Haye. Dia merasa ada yang salah dengan rencana wanita itu. Haye terlalu percaya diri ketika menyodorkan perusahaannya sebagai 'senjata' untuk menjatuhkan ayahnya yang dia anggap licik. Hasilnya, Namjoon tak bisa hadir ke makan malam--yang katanya terakhir--di hari berikutnya. Dan sekarang Namjoon tak tahu kapan dia harus menghadiri makan malam memuakkan itu lagi.

Seokjin malah tergelak pendek lalu mengambil kursi bar yang berada di sekitarnya untuk duduk menghadap Namjoon. Seokjin mencondongkan badannya sembari menaruh lengannya di atas meja bar sebagai penahan badan. Dalam jarak sedekat ini, Namjoon dan Seokjin bisa melihat satu sama lain lebih dekat, dan anehnya jantung Namjoon tercekat begitu melihat wajah Seokjin yang berkali-kali lipat lebih manis daripada sebelumnya.

Apa ini efek dari tehnya?

"Anda sudah menetapkan rencananya? Jika sudah, kuharap tidak merugikan dirimu dan dia." 

Namjoon agaknya terkejut dengan ucapan Seokjin yang seperti mendukungnya. "Jadi kau pikir ide Haye itu tidak masalah untuk keluarga kami? Dia mempertaruhkan perusahaannya, sementara aku hanya mempertaruhkan uangku yang bisa aku dapat kembali. Ini menyangkut citra keluarganya."

"Kalau begitu anda tidak masalah tentang ayahmu yang mengendalikanmu? Saya yakin ayahmu akan melakukan pertunangan lainnya kalau nantinya Haye berhasil menghukum ayahnya yang licik itu."

Aneh.

Alih-alih tersinggung dengan dukungan Seokjin untuk membalas dendam ke ayahnya, Namjoon malah merasa kedatangannya ke Magic Shop adalah hal yang tepat. Seharusnya dia marah karena Seokjin itu orang asing dan mampu membuat Namjoon terlena dengan sarannya, tapi Namjoon tak pernah merasa sesemangat ini memikirkan cara apa untuk membalas perbuatan ayahnya. Apakah ini yang namanya dukungan? Sudah berapa lama dia tidak mendapatkannya? Namjoon sampai lupa bagaimana rasanya didukung.

[END] Magic Shop | NamJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang