=1= Dewi Asmara ~Myungjun~

586 37 7
                                    

Dari sudut pandang Myungjun.

Siang ini tak seperti biasanya. Aku tak pernah sekali pun melihat sahabatku itu tak memiliki selera makan. Mie bakso yang ia pesan itu sama sekali tak ia makan. Hanya mienya saja yang ia aduk-aduk dengan pandangan mata kosong. Aku tak kuat lagi dengan situasi kaku ini. Aku pun membuka suara untuk pertama kalinya.

"Lo kenapa, sih? Ada masalah? Kenapa dari tadi mienya diaduk-aduk aja?" Sahabatku itu mendongak. Ia menunjukkan ekspresi sedihnya. Membuatku kembali terheran.

"Myungjun ...," panggil sahabatku, Hyunji. Aku pun berdeham sebagai jawaban. Ia melanjutkan, "Lo ... pernah ngerasain jatuh cinta nggak?" Mendengar pertanyaan itu sontak aku yang tengah mengunyah bakso menjadi tersedak.

"Sejak kapan seorang Kang Hyunji, yang nggak pernah pakai rok selain rok sekolah, yang pakai lipstik aja belepotan, yang hobinya berantem di mana-mana, merasakan jatuh cinta?" tanyaku keheranan dan langsung disambut dengan pukulan keras di kepala. Aku pun meringis kesakitan. Tak bisa dipungkiri, sahabatku yang satu ini memiliki tenaga yang besar, bahkan mungkin lebih besar dariku.

"Gila lo, ya? Sama sahabat sendiri lo tega bilang gitu?" Sifat asli Hyunji mulai keluar, yaitu emosinya yang tak bisa dikontrol.

"Lo serius?" tanyaku kemudian.

"Apa muka gue kelihatan lagi bercanda?" Aku pun terdiam mendengar jawaban Hyunji. Ekspresi itu ... ia sedang tidak bercanda. Aku menghela napas.

"Jadi ... siapa dia?" Hyunji tampak berpikir. Aku masih menunggu jawaban yang akan ia berikan. Tak lama setelah menghela napas, Hyunji pun membuka suaranya.

"Dia ... kapten tim basket sekolah kita. Jinjin."

"Haaaaa?!" Aku mendelik mendengar jawaban Hyunji barusan. "Apa gue nggak salah dengar?" Dengan segera Hyunji menggeleng.

"Enggak. Gue beneran jatuh cinta sama Jinjin."

"Gimana ceritanya sampai lo bisa jatuh cinta sama playboy kampret nggak punya otak itu?" tanyaku mulai malas dengan bahasan ini.

"Apa lo bilang? Playboy kampret nggak punya otak?" Emosi Hyunji kembali memuncak.

"Oke, oke, Jinjin. Puas?" Aku mengalah. "Gimana ceritanya?"

"Lo tahu jalanan kecil yang rusak parah menuju rumah gue?"

"Yang di kanan-kiri jalan ada empang itu?" Hyunji mengangguk.

"Kemaren gue naik motor, dan waktu di jalan itu tiba-tiba ada kumpulan bebek nggak tahu dari mana datangnya ...." Hyunji berhenti sejenak, mengatur deru napasnya yang mulai tak teratur.

"Gue kaget, dan spontan gue langsung nginjak rem. Tapi nggak tahu kenapa hari itu rasanya rem gue kayak blong, dan gue nyeblung ke empang." Aku tertawa terbahak-bahak mendengar cerita absurd Hyunji itu. Namun, tawaku berangsur memudar tatkala Hyunji memberikan tatapan tajam membunuh. Aku pun berhenti tertawa.

"Gue tahu lanjutan ceritanya. Entah datang dari mana, Jinjin datang dan nolong lo. Benar, 'kan?" tebakku. Hyunji hanya mengangguk mengiyakan.

"Setelah itu kita kenalan dan ngobrol banyak. Dan di akhir minggu ini ...." Hyunji kembali menggantungkan kata-katanya. Aku menunggu kalimat berikutnya dengan memasukkan bakso terakhir ke dalam mulut. "Dia ngajak gue dating." Aku terkejut dan spontan bakso yang belum sempat kukunyah itu keluar dari mulutku dan tepat mengenai wajahnya.

"APAAAA?!" pekikku. Hyunji terlihat marah, tapi ia menahannya sebisa mungkin. "Terus, lo mau?" Hyunji hanya mengangguk. Aku menggelengkan kepala dan mengumpatinya lirih.

ASTRO ONESHOOT FANFICTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang