01 Saya Ingin Mati

2K 138 144
                                    

Pejuang deadline 😁

Naskah ini dipublikasikan guna mengikuti tantangan 300 hari menulis oleh @300days_challenge

Afwan Yaa Alfathunnisa
Chapter : 01 Saya Ingin Mati
POV : Arul Haidar Al-Qousy
Word : 2500+
Estimated reading time in minutes : 10+

Karya saya tidak bagus-bagus sangat (pikir saya), tapi saya harap panjenengan (dengan saya sebagai saksi) adalah sebagus-bagusnya seseorang yang bisa menghargai jerih payah karya orang lain.

Mari bantu saya sisir typo ✍️

🌹🌹🌹

"Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, beruntunglah orang-orang yang masih bisa berkumpul secara lengkap bersama keluarganya."

🌹🌹🌹

Rokok. Sebuah benda yang sangat aneh menurut saya. Mengapa? Sebab di sana tertera dengan jelas bahwa ia mengandung bukan hanya satu, tapi ribuan zat kimia berbahaya yang berdampak buruk bagi kesehatan. Meskipun begitu, banyak saja orang yang masih ingin menghisapnya.

Kaum Adam pun tak akan tinggal diam jika ada yang menghina rokok-rokok mereka. Mereka akan selalu memiliki dalil-dalil yang aneh. Merokok mati, tak merokok juga mati, kalau begitu merokok saja sampai mati. Itulah salah satu dalil mereka. Ada-ada saja, kan?

Ada juga yang berkata jika seorang anak Adam yang tidak merokok itu, bagaikan seorang gadis tanpa bedak. Itu dalil yang lebih konyol lagi menurut saya. Bedak membuat para gadis lebih terlihat cantik. Lah, rokok? Apakah ia malah membuat pria semakin ganteng? Atau katakanlah semakin gagah? Ah, kalian pikir saja sendiri jawabannya.

Diantara dua dalil di atas, yang pertama mungkin mereka lontarkan karena merokok itu miliki kenikmatan, tersendiri bagi mereka. Disamping itu, dalil yang kedua mungkin mereka lontarkan, karena mereka benar-benar merasa, bahwa dengan merokok dapat membuat diri mereka terlihat gagah.

Ya, setiap jiwa yang merokok pasti punya alasan tersendiri mengapa mereka merokok. Biarpun begitu, saya di sini tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan seseorang yang merokok. Sama sekali bukan. Lah, wong saya sendiri saja seorang perokok aktif. Bahkan sangat aktif. Saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok dalam satu hari. Dua bungkus loh, ya, bukan dua batang.

Berkaitan dengan hal itu, alasan saya menghisapnya bukan karena rasanya nikmat ataupun ingin dibilang gagah, tapi alasannya adalah sebab saya ingin mati.

Mengapa saya ingin mati? Alasan yang pertama karena saya memiliki rasa bersalah yang begitu mendalam dengan sosok wanita yang sangat saya cintai. Sosok yang sudah tak bisa saya temui lagi, karena kami telah berada di alam yang berbeda. Sosok yang menjadi separuh jiwa, tempat di mana surga saya terletak. Sosok itu adalah ibu.

Alasan yang kedua adalah saya ingin mempercepat pertemuan antara saya dengan beliau. Sekalipun hal itu belum saya ketahui dengan pasti.

Selain merokok, saya punya candu meminum minuman bersoda. Semua ini, saya lakukan karena ingin merasakan apa yang Ibu rasakan.

Penyakit itu, penyakit yang menggerogoti Ibu, saya ingin merasakannya. Paling tidak, penyakit yang hampir sama dengan penyakit itu. Penyakit apapun yang berdampak pada organ bagian dalam, terutama paru-paru.

Ibu meninggal karena terserang penyakit TBC. Hal yang membuat saya semakin frustasi, hingga nyaris bunuh diri adalah saya tidak ada di sisi beliau saat detik-detik terakhir.

Dulu, saya berada di Pekalongan, memiliki keluarga kecil yang sangat bahagia. Ada Bapak, Ibu, saya, dan adik perempuan. Mereka sangat menyayangi saya sepenuh hati.

Afwan Yaa Alfathunnisa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang