"Good morning," seorang perempuan dengan gaya berpakaian khas Pakistan berdiri di depan pintu flat Izzy dan Amjad. Izzy terkejut, sekaligus bingung. Tetapi juga senang.
Baru dua hari yang lalu dia memaksa Amjad untuk memperkenalkan dia pada keluarganya. Cepat sekali suaminya bertindak. Dia menebak, perempuan berusia sekitar 35an tahun ini pasti kakak Amjad.
Izzy tersenyum kaku, "Morning."
Mata Rehana membelalak. Mulutnya membentuk huruf O beberapa detik. Namun kembali normal dan menarik lekuk ke atas. Dia tersenyum.
Dia pasti kakak Amjad. Amjad sudah berjanji akan memperkenalkan dia pada keluarganya.
Izzy mengulurkan tangan. Tersenyum lebar. Memperkenalkan diri sebagai istri Amjad. Perempuan itu semakin membelalak. Namun tertawa lebar, memyambut uluran tangan Izzy. Lalu menariknya ke pelukan.
"Oh, God! I can't imagine to meet my sister in law. Apa kabar, dear?! Seriously, Amjad tidak banyak bicara. Tapi kami tahu dia memilih istri yang stupid." Perempuan ini tertawa.
"Stupid?!" Izzy terkejut. Perasaannya mulai tidak enak.
Rehana menggeleng dan menatap Izzy tidak enak. Dia menggerak-gerakkan tangan dengan mata terpejam. Mencoba mencari kata yang tepat untuk meralat.
"Sorry, dear. Aku keterlaluan sekali menggunakan kosa kata di Peshawar di Zurich. Eum, jangan salah sangka sayang. Di Peshawar, kami menggunakan kata stupid untuk menggambarkan perempuan yang sangat baik, polos, innocent, dan alim sepertimu. Kau tahu kenapa? Karena orang baik memang selalu menjadi korban." Dia tertawa rendah. Tawa yang melegakan Izzy.
Izzy menarik napas lega. "Ternyata hanya miskomunikasi, ya. Eum... Anda kakak Amjad yang keberapa?"
Mata Rehana terbelalak lagi, "Oh, sayangku. Aku hampir lupa memperkenalkan diri. Aku kakak keempatnya. Rehana!"
Izzy mengernyit. Amjad tidak pernah bercerita memiliki kakak keempat. Dia hanya tahu Amjad memiliki tiga orang kakak.
"Rehana Zarin?" Tanya Izzy lagi. Memastikan.
"Rehana Munawar. Sepupu dekatnya. Kamu tahu, sayang, aku kakak sepupu Amjad yang paling dekat. Kami sudah seperti saudara kandung saja. He loves me too much."
Izzy mengangguk-angguk saja. Rehana melongok ke dalam. "Kamu tidak berniat menyuruhku masuk, adik ipar?"
"Oh, maafkan aku kakak ipar. Aku lupa. Terlalu terpesona dengan kehadiranmu. Aku bahagia sekali kakak kunjungi."
Rehana langsung menyeret koper ke dalam. Tanpa basa basi dan menunggu dipersilahkan, dia duduk di sofa empuk kesayangan Izzy. Mencomot sebuah apel tanpa meminta. Meneguk cola yang tergeletak begitu saja di atas meja.
"Kau yang menata rumah?" Tanya Rehana. Matanya menyapu ke sekeliling. Izzy mengangguk. Rehana berdecak tidak suka, "Seleramu buruk sekali, adik ipar. Aku tidak mengerti mengapa Amjad tertarik dan betah dengan tataan seperti ini."
Izzy diam.
Sepertinya dia tidak akan suka dengan kakak sepupu Amjad ini.
"Oh, aku suka ruang kerjamu. Banyak bukunya," Rehana beranjak ke pojok kerja Izzy. Ada rak buku meninggi hingga ke langit-langit. Ada laptop yang masih menyala menampilkan blog Izzy.
Izzy ingin mencegah Rehana mendekat. Terlambat. Dia sudah duduk di sana dan mengotak-atik halaman kerja. Facebook Izzy masih aktif.
"Kita harus berteman di Facebook. Jadi aku dengan mudah memantau jika kamu dekat dengan lelaki lain." Meskipun disampaikan dengan bahasa Inggris beraksen Urdu kental, Izzy paham persis. Rehana sedikit berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak yang Tak Pernah Berhenti (T.A.M.A.T)
RomanceDia bukan masa lalu. Karena tidak pernah ada kenangan di antara kami. Dia bukan kenangan. Karena kami tidak pernah merajut apa-apa. Dia bukan siapa-siapa. Karena dia bisa menjadi siapa saja. Dia siapa? Hatiku saja yang mampu menjawabnya. #GMGHunting...