Halo, aku ingin memperingatkan terlebih dahulu. Adegan di prolog ini cukup... tragis. Kalau kalian yang tidak terlalu tahan kengerian, bisa aja skip langsung atau baca dengan cepat wkwk. Ini hanya adegan di mana anggota T7 dibunuh, tetapi dari sudut pandang Didi. Terima kasih yorobun!
Selamat membaca...
"22 Desember 2017, Pukul 23.45, Kantor Teroris 7, Kota Saracaz."
Ting...
Ting...
Ting...
Ketika aku masih kecil, Ibuku sering menyuruhku untuk menjadi layaknya bunga mawar.
Terbuka seperti kelopaknya, harum seperti baunya, namun tajam seperti durinya.
Kata-kata yang masih terlalu sulit aku mengerti kala itu....
Didi mendengarnya. Dirinya bisa mendengar suara detakan jarum jam dinding yang entah mengapa terdengar sangat nyaring walaupun ia dalam keadaan mata yang tertutup. Samar-samar, Didi mendengar suara lain memasuki gelombang pendengarannya. Seperti suara dua buah besi yang saling bersentuhan. Berjarak dekat, namun terdengar samar. Mungkin karena kesadarannya kini masih belum terkumpul sepenuhnya.
"Hah!!" Didi membuka mata, terbangun dari pingsan yang telah menenggelamkannya selama hampir dua jam.
Didi langsung melihat sekeliling, hal pertama yang ia lihat adalah seluruh ruangan yang bernuasa putih. Namun pandangannya masih kabur, kepalanya masih terasa pusing. Didi berdesis dan mencoba memijit kepalanya dalam keadaan berbaring. Tetapi tangannya tidak bisa digerakan sama sekali dan seketika rasa nyeri melanda seluruh tubuhnya.
"Walah!? Sial sekali kau Di."
Sebuah suara terdengar dari samping Didi. Suara yang tidak asing dengan logat yang berbeda. Di kedua tangannya, tampak sedang memegang pisau yang sepertinya baru saja diasah. Perlahan, Didi menggerakkan kepalanya ke samping agar bisa melihat siapa yang baru saja mengajaknya berbicara. Ketika Didi menyadari posisinya, ia terbaring dengan posisi telentang serta tangan dan kakinya diikat menggunakan rantai besi yang cukup tebal.
"Meja operasi." Didi bergumam pelan. "Siala-- akhh ...." Kalimat yang baru saja ingin dilontarkan Didi terhenti lantaran tangannya sedang ditembus sebuah pisau. Pisau yang ditancapkan seseorang yang telah dirinya anggap sebagai ... saudara.
"Nasibmu tidak seberuntung teman-temanmu rupanya." Orang itu menunjuk tiga buah tubuh yang tergantung di ujung ruangan. Tubuh yang sudah tidak memiliki kulit, rambut, dan mata. Darah menetes dari setiap pori-pori tubuh mereka. Tubuh itu sangat dikenal Didi, mereka adalah Hata, Zahra, dan Rusnade.
Didi merasa deruan nafasnya kini berembus tidak terkendali. Ada sebuah rasa nyeri yang kini bersarang dihatinya seribu kali lipat lebih sakit dari penderitan terberatnya seumur hidup.
"Kenapa kau melakukan ini pada kami?" lirih Didi yang sekuat tenaga menahan rasa sakit.
"Kenapa kalian melakukan ini padaku?" jawab orang itu dengan pertanyaan yang sama.
Didi tidak bisa berkata apa-apa, ia sudah terlalu kesakitan dan memang tidak punya pembelaan. Setidaknya, pembelaan tersebut terlalu panjang untuk dijelaskan dengan kondisinya yang sekarang.
"Akhh..." Hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Didi ingin menjelaskan sesuatu yang mungkin penyebab serta akar dari semua ini. Tapi keadaannya benar-benar tidak memungkinkan untuk berbicara. Terlebih orang ini, orang yang sudah menancapkan pisau di lengannya adalah sosok malaikat bersayap dimata orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle : The Reverenge
Mystery / ThrillerEza, Sang Detektif Hitam kini telah bersekongkol dengan salah satu pembunuh paling menakutkan. Siapa lagi jika bukan rivalnya sejak masih bersekolah di Sekolah Detektif, Adi. Setelah yakin keenam kawannya ㅡAnggota Teroris 7ㅡ sudah mati, Eza dan Adi...