1. Bertemu Denganmu

142 9 4
                                    

Sepuluh tahun kemudian...

"Woi, Za! Coba lihat penampilan baru gue!"

Eza mengeram pelan, menatap malas ke arah Adi, rival yang kini sudah berganti posisi menjadi seorang teman baginya. Dia berdecak kesal dan memandang Adi dengan tatapan membunuh. Eza berniat tidak akan merespon pertanyaan Adi apapun itu yang Eza yakin pasti benar-benar tidak penting dan memilih melanjutkan menonton Upin & Ipin saja, kartun dari Malaysia yang cukup menghibur bagi Eza. Setidaknya menonton dua kembar gundul itu tidak lebih membosankan daripada melihat wajah Adi.

Seakan tahu dirinya tidak akan dihiraukan, Adi sengaja menghalangi layar televisi dengan tubuh kekarnya itu.

"Minggir," usir Eza sembari mengibas-ngibaskan tangannya sebagai perintah agar Adi tidak menghalangi tontonan televisinya.

Mood Eza sedang tidak baik malam ini. Entah kenapa, kejadian sepuluh tahun yang lalu membayanginya. Rasa benci itu, masih tumbuh subur sampai saat ini. Bahkan ketika Eza tahu betul bahwa kini orang-orang itu sudah terkubur di neraka. Sebuah kesalahan besar ketika dirinya memilih menuruti permintaan Adi yang menyuruhnya untuk membawa jasad keempat sahabatnya itu ke rumah sakit.

Didi.

Wanita itu ternyata masih hidup entah bagaimana caranya.

Tentu saja Eza berniat untuk membunuh Didi lagi. Sayang Didi kini sudah menikah dengan Dokter yang menyelamatkannya kala itu. Mereka tidak memiliki anak untuk bisa dijadikan Eza sebagai target. Pasti mereka merencanakannya. Dan Dokter itu adalah seorang anak yang dibesarkan dari panti asuhan yang sudah lama sekali ditutup karena kebakaran yang menghanguskan hampir seluruh bangunan. Tuhan seakan tidak mengizinkan Eza untuk menghancurkan keduanya. Teman? Juga tidak ada. Eza sama sekali tidak bisa menjadikan siapapun sebagai sandera, karena sepertinya kedua bunga itu tidak berniat melibatkan siapapun. Lihat saja, seberapa lama mereka bertahan untuk tidak memiliki keturunan.

Mengenai suami Didi, namanya adalah Karel. Seorang dokter spesialis bedah yang sangat terkenal akan ketampanan serta keuletannya dalam bekerja. Perlu Eza tekankan di sini, bahwa Karel juga lulusan sekolah detektif seperti Eza, Adi, Didi, serta orang-orang itu. Semua orang tahu betapa cerdasnya Karel. Dibandingkan dengan Eza, Karel memang sedikit lebih cerdas. Tapi tetap saja, Eza adalah lulusan terbaik. Hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan keduanya.

Eza, seorang lelaki tampan yang berprofesi sebagai... bisa dikatakan pembunuh paling menakutkan sekarang. Umurnya kini sudah menginjak 34 tahun, namun tak terpungkiri aura ketampanannya masih bersinar sampai saat ini. Dulunya ia seorang Detektif Hitam dengan penglihatan yang tajam dan daya konsentrasi tinggi. Ia sangat terkenal karena reputasi baiknya yang sering memecahkan berbagai macam kasus sulit bersama keenam kawannya. Namanya selalu memenuhi surat kabar setiap hari dan tercantum di berbagai media. Namun, kecerdasan itu justru membuatnya yang semula seorang detektif kini menjadi seorang pembunuh akan teman-temannya. Tentu saja ia melakukan hal itu karena suatu alasan.

Masa lalu yang benar-benar memuakkan.

"Lo nggak beri gue komentar?" tanya Adi heran.

Ah, pertanyaan Adi berhasil membawa Eza ke dunia nyata kembali. Adi melangkah mendekati Eza dan ikut duduk di sofa tepat di samping Eza. Dirinya baru saja datang dari salon untuk merubah gaya rambutnya, tapi temannya ini sama sekali tidak peduli. Padahal Adi sangat yakin ketampanannya kini bertambah  99,9% dari sebelumnya.

Dan Adi, lelaki itu memang dari dulu sudah berprofesi menjadi seorang pembunuh paling menakutkan. Dulu dia memang sudah berteman baik dengan Eza sejak di sekolah detektif. Sekolah yang menciptakan para detektif beserta pembunuh tiada tanding. Mereka menjadi musuh saat pekerjaan mereka berbanding terbalik. Namun kembali menjadi teman baik saat Eza beralih profesi. Sama seperti Eza, Adi juga berumur 34 tahun. Hanya saja, visual Adi memang lebih tampan dari Eza.

Circle : The ReverengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang