11

8.7K 452 25
                                    

Malam semakin larut. Jam kerjaku pun telah tuntas. Kulangkahkan tungkai menuju jalan raya, berbalik kanan dari pintu keluar karyawan menuju parkiran sebelum mencapai bibir jalan di depan sana.

"Reysa." Suara seseorang mengintrupsi membuat langkah terhenti, merotasi tubuh ke arah kiri. Aku tersenyum samar.

Seseorang dengan tinggi menjulang berjalan mendekat. Senyum manis bertengger di bibirnya. "Jadi benar kau Reysa. Ah, aku tak salah lihat rupanya." Dia mengulurkan tangannya. "Apa khabar?" sapanya menunjukkan dimpel termanis yang selalu membuat iri.

Menyambut uluran tangan besar itu, aku pun menyatukan tangan kami. Berjabat tangan. "Aku baik, bagaimana denganmu, Namjoon?"

"Seperti yang kau lihat. Kau kerja di sini? Aku tadi melihatmu dari pintu karyawan sana." Tangannya menunjuk tempat yang kulewati tadi.

"iya, bagian Room Service."

"Begitukah? Kenapa kita tidak berjumpa tadi, harusnya kita bisa mengobrol banyak hal."

"Iya juga," jawabku canggung. "Comeback stagemu, sukses?"

"Ya, begitulah, harusnya kau menonton. Hoseok tampil dengan sangat baik."

"Ah, i-itu bagus," ucapku singkat tak tahu harus bicara apa lagi. Benar-benar canggung. "Kaalau begitu aku permisi dulu, Namjoon," pamitku kemudian.

"Tunggu dulu, apa kau sudah bertemu Hoseok?"

Aku hanya mengangguk.

"Oh baguslah. Kalau begitu lain kali kita bertemu lagi, besok aku akan meminta service special darimu."

Aku mengerutkan dahi tak mengerti.

"Sudah lupakan saja, hanya bercanda." Dia mengibaskan tangannya.

"besok kau kerja jam berapa?" tanyanya lagi mencegah kuberjalan menjauh.

"Night."

"Oh itu bagus sekali, sangat kebetulan. Siang besok aku ingin mengajakmu makan, berikan nomer ponselmu." Namjoon langsung menyodorkan ponselnya.

Sedikit ragu aku mengambil ponsel itu. Kemudian memasukkan angka di sana.

"Baiklah sampai jumpa besok." Senyum manis mengembang di wajahnya. "Aku akan menghubungimu."

Dia melangkah sebelum aku sempat menjawab 'iya'.

Apakah yang kulakukan ini sudah benar?

Apa yang kuharapkan dari pertemuan ini?

..........

"Kau tau awalnya kupikir Hoseok tak bersungguh-sungguh denganmu, tapi semakin lama aku merasa dia telah cinta mati padamu." Suara Namjoon renyah beradu dengan kunyahan makanan di mulutnya.

Ya, seperti janjinya saat jam makan siang Namjoon menghubungiku. Kami pun bertemu di counter MC.D terdekat tentu saja hanya berdua sesuai permintaanku dan sepertinya juga sesuai keinginannya, karena dia hanya akan mengoceh panjang lebar tentang Hoseok.

Bukan malas mendengarkan semua hal tentang harapan (hope) semua orang itu, hanya saja ini menyakitiku. Ya, J-hope sesuai namanya memang selalu mengatakan kalau dirinya adalah harapan semua orang.

Sesaat aku teringat kata-katanya kalau memperkenalkan diri. 'You my hope, I'm your hope. I'm J-Hope.' Aku tanpa sadar mengulum senyum. Untungnya Namjoon tak memerhatikan.

"Seandainya kau bisa melihat betapa kacaunya Hoseok karena kau menghilang, kau pasti akan berpikir ratusan bahkan ribuan kali untuk meninggalkannya." Namjoon melanjutkan bicaranya tanpa jeda.

"Dia hilang kendali," imbuhnya. "Apa kau tak melihat Hoseok sekarang lebih pendiam? Juga lebih kurus."

"Entahlah, Namjoon, aku tak terlalu memperhatikan," kilahku. Padahal dalam hati mengiyakan. J-hopeku memang jadi lebih kurus.

Tangan Namjoon masih sibuk memasukkan burger ke mulutnya. Namun, mulut itu juga terus sibuk mengoceh menceritakan soal Hoseok dan betapa buruknya keadaan pemuda itu selama ini.

"Reysa ...." Dia menjeda kalimatnya tampak serius. "Aku tau kau mungkin sudah siap berpisah dengan Hoseok, atau mungkin anggaplah kalian sama-sama siap. Tapi ...."

Aku menatapnya. Menunggu kelanjutan ceritanya.

"Jika aku boleh minta tolong padamu, tolong cegah dia mengambil keputusan gila kali ini," lanjutnya.

"Ap ... apa maksudmu?" tanyaku sedikit penasaran dengan ucapannya. Dia menelan burgernya lebih dulu dan menyeruput minuman. Baru kembali bicara.

"Ah, entahlah apa aku pantas menceritakan semua ini." Dia menggaruk kepalanya bingung.

Dahiku berkerut menandakan kekhawatiran. "Katakan, Namjoon, jangan membuatku frustasi dan bertanya-tanya."

"Itu ... mmm ... setelah dari sini dia akan ... akan ... menikahi Hyera."

Ah, aku kira apa bukankah itu bagus. Dasar Namjoon. Itu tandanya Hoseok memang sudah siap dengan kehidupan barunya.

"Lalu, bukankah itu bagus? Mereka saling mencintai, 'kan, mereka pasti bahagia."

"YA!!" hardiknya membuatku berjengit kaget.

"Hyera bukan gadis baik-baik, dia hamil, dan kau tau jika dia melahirkan itu artinya semua hak waris atas kerja keras Hoseok selama ini akan jadi milik wanita murahan itu."

"Bukankah itu haknya sebagai istri dan anak. Hoseok memang harus bertanggung jawab."

"Ck. Perempuan bodoh ini," sungut Namjoon kecewa. "Apa kau tak tau kalau Hoseok tak bisa menghamili gadis manapun."

"Aku tau," jawabku tak acuh.

"Kau rela melihat hasil kerja keras suamimu sia-sia saja?" geram Namjoon.

"Jika itu keputusannya aku bisa apa? Lagi pula dia tak harus menyerahkan hak warisnya pada anaknya."

"Justru itu, bodoh!" sarkas Namjoon "Dia tengah bersiap menghancurkan dirinya sendiri, dia hanya menunggu perceraian kalian sebelum menikah dan menyerahkan seluruh kekayaan pada gadis yang bahkan tak pernah disentuhnya."

"Selain istrinya kau juga Army kan bagaimana bisa kau setega itu melihat idolamu menghancurkan dirinya sendiri? Apa kau lupa bagaimana perjuangannya mencapai tingkat ini? Apa kau lupa bagaimana dia dihina dan dibanding-bandingkan dengan member lain hanya karena visualnya?" Namjoon menghela napas.

"Ck, kalian sama kacaunya dan sama bodohnya. Percuma aku bicara denganmu, juga dengan si bodoh Hoseok."

Namjoon terus meracau membuatku pusing dengan bicaranya yang begitu cepat. Oh My God, kenapa bisa ada makhluk bicara tanpa jeda begini?

Kalau mau nge-rap tolong dilagu saja jangan dikehidupan nyata. Jangan membuatku pusing seperti mendengar lagu Daeng atau Tongue Technology milik AgustD Bicaranya terlalu cepat.

"Ck. Iya! Iya!" Pekikku membuatnya terdiam. "Kau ini ribut sekali, aku pusing, Namjoon," protesku.

Dia menggaruk kepalanya canggung "Ya ... maaf," ucapnya kikuk.

Menyebalkan.

Selang satu setengah jam akhirnya aku terbebas dari raper super cepat itu.

Aku melangkah kembali ke apartement. Bersiap untuk istirahat untuk persiapan tenaga bergadang nanti malam.

Belum sepuluh menit aku merebahkan diri, dering ponsel kembali menggangguku.

Namjoon.

Tertera nama itu di ponsel, aku mengangkatnya dengan malas.

"YA!! REYSA!!"

Aku bahkan belum menjawab, dia sudah berteriak memekakan telinga.

"CEPAT KEMARI HOSEOK BUNUH DIRI!!!"

ONS GIRL (18++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang