Would You Be My Love?

29 2 2
                                    

"Ranaa ish! Kok gitu aja marah sii!??"

Langkah lebar Rananda Irwinsyah membuat Seyna Saraswati kesulitan untuk menjajarkan langkahnya.

Pokoknya jangan sampe lepas! Tangkapan besar akhirnya Rana ngerespon gue.

Pikirin gadis itu kalut sampai tidak memperhatikan adanya dahan rendah yang langsung mencium dahinya.

"Wadaw! E..eeh Ranaa, tungguin kenapasih?! Sakitnii jidaaaat." Seyna terduduk setelah merasakan denyutan yang lumayan membuatnya pusing. Pohon sialan, bisa-bisanya berdiri didepan gue!

Tidak perlu berharap Rana menghentikan langkahnya, cowok itu selalu acuh. Meninggalkan dirinya begitu saja. Rasanya Seyna ingin menyerah saja.

Bagaimana tidak. Sudah sejak bangku sekolah menengah pertama dirinya begitu menyukai cowok itu tapi tidak pernah sekalipun dia mendapatkan respon yang memuaskan.

Mengikuti jejak lelaki itu dalam setiap pilihan hidupnya. Memilih jurusan ips saat dirinya lebih dari mampu untuk menjadi calon dokter masa depan hanya untuk bersama Rana yang ingin mengambil jurusan hukum, dia terjebak menjadi anak fisip.

Hasilnya? hingga mereka sudah menjadi mahasiswapun, hanya karena merasa dititipkan oleh bundanyalah akhirnya cowok itu mau sedikit memperhatikannya. Meski hanya sekedar memberi perintah untuk gadis itu langsung pulang setelah semua kegiatannya dikampus selesai atau mengabari bundanya saat gadis itu akan pulang telat.

Tapi dirinya tidak bisa, atau mungkin dirinya tidak ingin. Memperjuangkan perasaannya pada Rana terasa seperti tantangan tersendiri.

"Gapapa~! Lo tinggalin aja gue, Ran. Tapi sampe lo mau jadi cowok gue, gue gak akan nyerah!" Seyna berseru lantang saat pundak cowok itu masih tertangkap pandangannya.

Tiba-tiba tiga orang perempuan sudah berdiri menjulang didepannya. "Seyna! Sampe kapan sih lo gak punya malu kayak gini!?? Buruan bangun!"

Dirinya disentak hingga berdiri dan hampir terjatuh kalau saja tidak ada yang menangkapnya.

"Hasna! Kenceng bangetsi narik Seynanya! Kalo tangannya sampe lepas gimanaa!??" Birla mengelus pelan lengan Seyna. Ngeri putus beneran katanya.

Hingga terjadilah perdebatan tidak penting sahabat-sahabat Seyna itu. Mengiringi langkah mereka menuju kantin fakultas hukum. Tentu saja untuk mengejar cintanya Rananda. Karena dijam-jam ini cowok itu ada disana, bersama teman-temannya bercengkrama dan tertawa bersama.


Selalu benar. Memang gue cenanyang handal. Cenayang sama stalker beda tipis. Pikirnya.

Melihat dari jauh saja Seyna sudah begitu senang. Bagaimana kalau sampai Rana seperti itu pada dirinya?

"Masih belum nyerah juga sama si Rananda itu, Sey?" Pertanyaan Danisha mengalihkan perhatian gadis itu.

Belum menjawab, jidatnya terasa semakin menggila saat Hasna memukulnya. "Buset tanda cinta dari Si Randatapak, jidat benjol. Hahahaha."

Sontak Seyna melotot pada gadis itu dan berusaha menutupi dahinya karna seluruh kantin sekarang memperhatikan dirinya dan ketiga temannya itu. Belum lagi tawa Hasna, Birla dan Danisha yang begitu merusak gendang telinganya.

"Diem kenapa! Jidat gue nyut-nyutan bukannya di obatin malah diketawain. Temen apaan sih lo bertiga!" Dia mencebik kesal, "Dan buat pertanyaan lo, Sha. Ya! Gue masih dan akan terus berjuang buat Rana." Suaranya melirih dan mulai memakan bakso yang mulai dingin.

"Habisnya! lo tuh sampe kapan mau berkorban buat orang gak peka macem si randatapak sih, Sey? Udahlah ikut aja ujian masuk buat fakultas kedokteran bulan depan!" Hasna kembali menasehati dirinya.

Seyna berpikir sebentar dan kembali berkata, "Ntar deh gue pikirin. Sekarang, makan aja."

Rasa dingin didahi mengalihkan perhatian Seyna yang sedang melamun sambil memperhatikan Rananya. Birla yang duduk disebrangnya dengan telaten menempelkan batu es dan diambil alih oleh Danisha, menghadapkan pandangan Seyna kesisi kirinya. Dimana Danisha duduk.

Sedari sekolah dasar mereka sudah bersama. Danisha yang saat ini menempuh pendidikan kedokteran, Hasna si cerewet yang satu fakultas dengannya, mengambil ilmu komunikasi. Sedangkan Birla dengan jurusan kebanggaannya, ilmu filsafat. Seyna mengulas senyum bahagianya, dia memang harus banyak-banyak bersyukur.

"Iya, Sey. Harusnya kamu udah mulai serius loh! Kita udah semester 3 bulan depan. Masa kamu mau terus cinta-cintaan tanpa mikirin masa depanmu begini?" Birla sangat berhati-hati bila berbicara. Saat dia sudah ikut campur, itu tandanya Seyna memang sudah kelewatan.

"Gue sih gak masalah kalo si Rananya juga cinta. Lah ini? Tiap hari dicuekin mulu, dibikin nangis mulu, ampun deh! Kenapa juga bunda percayaaa banget sama tuh orang!?" Hasna mencibir ke arah depan, tepatnya pada Rana.

Seyna tersenyum konyol, "Ya... Gimana dong, gue cinta mati sama Rana! Dikepala gue cuma ada Rana. Mana bisa gue fokus ke yang lain? Lagian kan masa depan gue jelas. Nih lagi diperjuangin." Sembari mengusap plester didahinya dan kembali fokus pada makannya.

"Kalo lo mau bilang itu si Randatapak, beneran gue beberin ke nyokap lo kalo kerjaannya dia cuma bikin lo nangis di kampus. Sadar Seyna sayang, dianya gak sayang sama lo! Cinta boleh, bego jangan dong Sey." Hasna rasanya ingin menyerah menyadarkan sisi waras dari seorang Seyna. Lebih baik dia ikut makan seperti yang lainnya.

Nasehatin orang jatuh cinta itu butuh tenaga. Pikirnya.

Hingga keheningan yang terasa aneh melingkupi meja yang mereka tempati. Pandangan empat orang itu beralih pada sesosok manusia yang berdiri persis dibelakang Seyna.

"Bunda lo bilang hari ini beliau ada meeting sama klien, diluar kota. Lo balik bareng gue." Rana, cowok itu berkata sambil lalu.

Membuat Hasna menganga tak menyangka, Birla menjerit pelan dan Danisha yang mengernyit tak suka. Sedangkan Seyna? Gadis itu sudah terbatuk-batuk heboh akibat kuah bakso super pedas yang salah masuk saluran tenggorokannya.

"Astaga, Sey!" Ketiga gadis itu langsung mengalihkan perhatian pada Seyna yang masih terbatuk menyakitkan.

"Ingus lo meler tuh Sey!" Dan Hasna yang tidak pernah bosan membuat Seyna kesal. Memberikan tisu pada gadis itu.

"Hasna! Kebiasaan deeh." Danisha mendelik sebal dan Hasna menjerit sakit setelah Birla menjitaknya.

"B-Barusan benaran Rana ngajak gue balik ba-barengkan? Kalian denger juga kan??"

Ketiganya mengangguk. Jeritan penuh kebahagiaan membuat mereka menjadi perhatian seantero kantin.

"AAAAA! AKHIRNYAA! Gais gue cabut, gue tidak boleh membiarkan pangeran gue menunggu." Gadis itu merapikan penampilannya dan memasukan ponsel kekantongnya setelah mengecek kebenaran dari perkataan cowok itu pada bundanya.

"ANW makasih buat saran kalian, tapi minggu depan gue bakalan ikut pertukaran pelajar ke Jerman. Jadi sayangkan kalo harus pindah lagi? Ok! Kalian gak perlu khawatir. Luv u all- RANAAA TUNGGU AKU~"

Ketiganya menggeleng. Tidak tau malu! Hanya kata-kata itu yang terlintas dibenak mereka.

Memangnya ada cinta yang kenal tempat dan situasi kondisi?






TBC

[SONG FICTION] LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang