Empat

739 117 41
                                    

-

Deretan
angka serta huruf memenuhi kertas bergaris hitam milik Dongpyo. Sesekali ia meraih stabilo berwarna pastel untuk memperjelas beberapa baris di catatannya.

Setelah selesai menulis garis besar rangkumannya dengan pulpen hitam, Dongpyo menggeser tempat pensil; mendekatkan tempat pensil itu ke arahnya.

Jari kecil lentiknya membuka resleting, mengubek-ubek, mencari pulpen berwarna yang diinginkan.

Pulpen merah mencolok ia raih, bagus untuk menulis rumus agar matanya melek ketika mencari area rumus di catatannya nanti.

Selesai menulis, Dongpyo lalu menyenderkan badan ke bagian belakang kursinya. Mata menatap langit-langit rumah.

Kedua ujung mulutnya terangkat, ia terkekeh kecil mengingat kejadian hari ini. Dongpyo memajukan badannya, menyilangkan kedua tangan di atas meja; membenamkan setengah bagian kepalanya di celah silangan tangan.

Tangan kanan yang masih memegang pulpen merah itu ia hadapkan di depan kedua manik kelereng hitamnya.

Ia tersenyum lebih ceria lagi.

"Kamu mirip Eunsang."

Dongpyo mengajak bicara pulpen merah di depannya. Si pulpen merah menyahut dalam bisu, kalau bersuara, ceritanya nanti berganti genre.

"Hehe, mirip... pacar aku."

Setelah mengucapkan itu, Dongpyo tertawa lagi. Tertawa geli karena ia merasa digelitik setiap menyebutkan kata pacar.

Ia belum punya pacar sebelumnya, ini terasa baru, dan karena belum familiar dengan kata pacar, ia merasa geli dan lucu. Meski ini hanya pacar pura-pura.

Dongpyo menyembunyikan penuh wajahnya di dalam celah silangan tangan, menyembunyikan senyuman karena rasa geli dan malu, padahal ia tahu tidak ada orang di sini.

Lalu kepala Dongpyo terangkat cepat, "Enak saja Yohan hyung memanggilnya tomat! Dia sama sekali tidak mirip tomat, Eunsang itu tampan!"

Dongpyo kembali mengajak si pulpen merah mengobrol.

"Apa Yohan hyung merasa tersaingi ketampanannya jadi dia memberi julukan yang aneh pada orang-orang?"

Jawabannya tepat. Tapi pulpen merah tidak tahu dan ia sekali lagi hanya menyahut dalam bisu karena itu adalah kewajibannya.

"Pulpen, kamu paham kan kalau Eunsang itu tampan, beda jauh dengan tomat."

Pulpen berkata iya tanpa suara.

"Kan, pulpen mengerti."

Kemudian ia menutup buku catatannya yang berwarna-warni, memasukkan si pulpen merah kembali ke dalam tempat pensil dan badannya menyender ke belakang; menempelkan punggung di kursi lagi.

Mendengar suara plastik yang tergeser, ia menunduk sedikit, menemukan cemilannya tumpah dari isi plastik.

Maaf, ya, Yohan hyung,

Padahal aku bercanda, tapi hyung benar-benar langsung ke supermarket yang ada di depan komplek dan langsung membelikanku seplastik cemilan.

Pasti hyung capek ngurusin Dongpyo, ya.

Dongpyo menghela napasnya berat, rasa bersalah dan tidak enak mengisi rongga hati serta pikirannya.

Ia turun dari kursi, meraih plastik isi cemilan itu dan mengambil langkah untuk keluar dari kamar.

Setelah sampai di dapur, kakinya lanjut melangkah ke lemari makanan; memasukkan dan menyortir cemilannya di dalam sana.

Setelah selesai, ia terdiam menatap deretan cemilan barunya.

ʀᴜᴍᴏʀ , ɢᴏssɪᴘ | ᴇᴜɴᴘʏᴏTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang