Tujuh

503 104 50
                                    

-

Menggores
deretan garis menggunakan tinta hitam yang bersumber dari pulpennya, Eunsang kembali pada jadwal mengajari Dongpyo tentang fisika.

Si manis masih memperhatikan semua ucapan dan pergerakan tangan Eunsang dengan teliti, berusaha untuk mengerti serta memahami cara mengerjakan sebuah soal yang menurutnya aneh dan tidak jelas.

Fisika itu abstrak baginya, setiap rumus terkadang tak pasti. Jika jenis soal dan beberapa sudah dirombak sedikit, rumus yang dipakai sudah bisa melenceng dan soal itu malah tidak menggunakan rumus yang sesuai dengan materi yang diajarkan saat itu.

Pada dasarnya semua rumus punya hubungan, meski Dongpyo tidak mengerti rumus yang mana yang berhubungan.

Tergantung yang diketahui dan yang ditanya, semua jawaban itu tergantung oleh bukti yang ada. Dan sayangnya, bukti itu hanya yang diketahui.

Hidup itu sama, jawaban yang kamu ambil berasal dari hal-hal yang kamu ketahui saja. Sehingga, terkadang kita terlalu cepat memutuskan sebuah kesimpulan.

"Kau mau istirahat dulu?" pertanyaan Eunsang menarik perhatian Dongpyo penuh, langsung mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk untuk membaca buku coretan; ia mengangguk tanda mau dan setuju.

Eunsang tersenyum simpul, "Baiklah, kita istirahat dulu. Ah iya, aku bawa cemilan hari ini. Ambilah jika mau." menarik resleting; membuka tasnya, Eunsang lalu merogoh dan mengambil seplastik keripik dan sekotak berukuran medium yang terbuat dari kardus tipis berisi kue kering.

Ditaruhnya cemilan itu di atas meja; menyingkirkan kehadiran deret fisika yang mengganggu.

Mata Dongpyo berbinar-binar, "Kamu berbagi cemilanmu denganku?" tanyanya memastikan. Ia tidak ingin dilihat sebagai seseorang yang rakus dan suka makan meski kenyataannya memang begitu.

"Makanlah," ucap Eunsang memberi kepastian atas keraguan Dongpyo, "Aku yakin pasti indra pengecapmu butuh yang manis dan asin biar semangat."

Dongpyo tersenyum lebar akan rasa senang yang mengisi hatinya, ia langsung mengambil kue kering tersebut untuk dimakan duluan.

Sesuai dengan dugaan Eunsang, ia tahu Dongpyo menyukai yang manis-manis jadi ia bertaruh kecil pada kue itu sebagai hal pertama yang akan dimakan oleh Dongpyo.

Eunsang menopang wajah dengan kedua tangannya yang bertumpu di atas meja, memperhatikan pipi yang membulat sempurna karena asik mengunyah kue kering yang manis itu.

Gulanya menjalar ke seluruh tubuhnya, parameter tingkat kemanisan dia naik, hehe.

Ingin cubit...

Kok lucu sih, kok kamu bisa lucu?

"Ah, Eunsang, makan juga!" meraih kepingan kue yang baru, Dongpyo langsung menyodorkannya ke Eunsang; menempel dan mengetuk pintu bibir Eunsang dengan kue berwarna coklat yang manis itu.

Seperti kata Junho, berkat Dongpyo, dia suka makanan yang manis-manis.

Kata-kata yang terlontar lepas tanpa sengaja memanglah doa terbaik.

Membuka mulut; akhirnya kue yang sedari tadi maju mundur di depan mulutnya masuk ke dalam.

Tanpa sengaja bibir Eunsang menahan pelan jari telunjuk Dongpyo; hampir tergigit. Dengan rasa tersengat dan pipi yang mulai merona, Dongpyo menarik tangannya, membuat Eunsang bingung di tempat.

"Kenapa?" Eunsang berhenti mengunyah.

"Ti-tidak apa, hehe. Tadi jariku kesentuh bibirmu," jawab Dongpyo dengan mata yang mengerjap-ngerjap lucu karena malu-malu, "Bibir Eunsang lembut banget jadi aku kaget."

ʀᴜᴍᴏʀ , ɢᴏssɪᴘ | ᴇᴜɴᴘʏᴏTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang