PENYINTAS Bag. 2

4 2 0
                                    

Dia adalah satu-satunya yang tak pernah berhenti bersembunyi. Tanpa menyemai sisa-sisa dendam dari tragedi yang merenggut hidupnya. Dia adalah sosok yang selaunlari dari buruan Martha juga Lukas. Dia yang telah berkorban lebih dari apa yang mereka ketahui. Cinta, kerabat bahkan buah hati untuk saling membunuh akibat ego yang masih terjunjung tinggi di hati mereka yang tak mengenal kata maaf.

Bertahun-tahun dia berlari, bertahun-tahun dia berganti nama, bertahun-tahun dia mencoba melepaskan diri dari kenangan keji masa lalu. Bertahun-tahun pula dia menyaksikan orang-orang yang dia cintai saling membunuh. Saudara membunuh saudara, ornag tua membunuh anaknya, cucunya hanya karena satu kata yang selalu mereka junjung tinggi 'dendam'.

Satu kesempatan terakhir yang dia ambil hanyalah saat dia menyelamatkan sepuluh anak yang tak lahir dati rahimnya, tak berasal dari darah dagingnya untuk segera mengakhiri drama kolosal yang tak kunjung berakhir.

Martha tak berhasil membunuhnya, tapi dia berhasil membunuh cintanya, anak-anaknya dan hidupnya. Tak ada alasan lagi untuk menyimpan dendam dan prahara hanya karena ego yang terus-menerus meronta untuk kembali bangkit.

'Maafkan aku Mbak, aku harus mengakhiri ini. Kau sudah terlalu jauh melangkah menjerumuskan anak-anak tak berdosa ini. Kau telah merenggut suamiku dan anak-anakku. Maafkan aku Mbak.' Lirihnya dalam hati.

"Kita mau ke mana?" Tanya Farris pada perempuan yang menyelamatkan mereka dari kungkungan jeruji penjara.

"Ke mana saja, sejauh mungkin. Meninggalkan semuanya. Membentuk hidup baru, melupakan dendam." Jawabnya.

"Sekarang kita keluarga, tak ada lagi Akarsana tak ada lagi Wilaga. Kalian anak-anakku sekarang. Kalian anak-anakku." Pungkasnya.

Entah mengapa baru kali ini mereka merasa tenang setelah mendengar kata-kata yang keluar dari bibir perempuan itu. Kata-kata yang terasa meyakinkan akan mampu membawa kebebasan yang hakiki pada mereka, meruntuhkan dinding yah mengurung mereka. Merontokman dendam dan menghapus mimpi buruk di malam-malam mereka.

Ribuan detik, ratusan menit mereka lalui menuju tempat baru untuk menemukan rumah baru. Rumah yang tak hanya sekadar bangunan untuk mereka berteduh, tapi rumah untuk mereka hidup sebagai keluarga. Rumah yang tak lagi perlu menatap masa lalu, rumah yang di tengah samudra di mana hanya matahari, bulan dan bintang menemani. Rumah di mana hujan menghapus luka, rumah di mana malam tak lagi menjadi momok, rumah di mana seorang Ibu berperan sebagaimana mestinya.

Rumah di mana tak ada Akarsana ataupun Wilaga. Rumah Narrei.

***

AKARSANA : Putri Tak BertuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang