Tumpukan sampah kertas yang bertebaran, corat coret tinta pena yang tidak teratur sama hal nya dengan manusia yang tengah mengamatinya dengan seksama.
Aku!
Harus dengan kata apa agar kau tau seberapa berat untuk mengatakan selamat tinggal. Kenangan demi kenangan yang silih berganti berlalu bak kilasan film menampilkan cuplikan nyata, saksi dari sebuah kebahagian yang pernah ada.
Meratapi nasib, salah satu hal yang selalu ku lakukan semenjak kau memutuskan untuk benar benar pergi. Betapa bodohnya aku yang membiarkan mu pergi. Dan yang terparah betapa bodohnya aku menyakitimu
Kita sepasang manusia biasa yang selalu bertahan dengan ego masing masing, kau dengan segala opini mu dan aku dengan segudang pembelaan yang akan slalu ku ucap. Keras kepala!
Menyesal tidak ada gunanya, menyesal hanya menyisakan rasa bersalah yang semakin lama menggerogoti fikiranku. Biarlah, setidaknya dengan begini aku bisa menghukum diriku sendiri yang telah mengakibatkan kekacauan besar.
Kehilanganmu bukan perkara mudah, demi apapun itu, aku sungguh tidak ingin kehilanganmu. Menjalani hari hari dengan tawamu, maupun amarah yang sering kali terlihat menggemaskan.
Apa yang sedang kau pikirkan saat ini? Apa kau merindukanku? Atau justru kau malah menikmati masa indah Tampa kehadiranku?
Aku bisa hidup normal, tertawa seperti biasanya, tidur seperti biasa, makan seperti biasa. Tak ayal semuanya terasa begitu hambar tanpa dirimu.
Katakanlah gombalan lama yang sudah usang dan berdebu. Tapi aku tidak akan berbohong mengenai perasaan ini. Aku benar benar menyesal. Aku mencintaimu, hingga detik ini aku masih selalu mencintaimu dan berharap kau hadir disini.