Setiap orang memiliki kebebasan untuk berpendadat, setiap orang memiliki tujuan yang berbeda.
Crownveil adalah kota para bangsawan, yang dipimpin oleh seorang raja yang terkenal ramah, selalu peduli pada rakyatnya. Ia memiliki seorang Puteri yang tumbuh di istana selama enam belas tahun, sang Puteri tinggal bersama Raja dan Ratu di Kerajaan Horion yang terletak di pusat kota. Istana itu tidak pernah mengadakan acara pesta atau perayaan, kecuali saat Idul Adha dan Idul Fitri, atau mengundang rakyat-rakyat miskin dan yatim-piatu untuk mensyukuri hari lahir keluarga kerajaan.
Swizzy tidak pernah dizinkan untuk pergi seorang diri ke manapun. Dalam kesehariannya ia lebih menghabiskan waktu di istana dari pada di luar, ayahnya memberi izin untuk pergi ke luar istana hanya untuk berburu, maka ia sangat memanfaatkan waktu yang terbatas itu. Titi, saudara sepupunya selalu bersamanya sejak kecil, ia tahu tuan Puteri sering merasa jenuh dengan lingkungan istana yang luar biasa istimewa. Mungkin rakyat biasa akan berpikir bahwa Swizzy adalah Puteri yang bodoh, karena merasa jenuh selama tinggal di istana. Sementara rakyat biasa sangat ingin tinggal di istana.
"Swizzy," Ratu memasuki kamar tuan Puteri, ia mendapati Swizzy tengah dikenakan hijab oleh para pelayannya, Ratu menghampirinya, memberi isyarat agar para pelayan keluar dari ruangan. "Usiamu sudah enam belas tahun," lanjut Ratu.
Swizzy mendapati dirinya mengernyit dari pantulan cermin, Ratu duduk di sebelahnya.
"Tak lama lagi kau akan dinobatkan menjadi seorang Ratu" gumam Ratu, membuat Swizzy terbatuk setelah mendengarnya. Ratu meraih sebuah teko, menuangkan air ke dalam gelas yang berada di antaranya dan Swizzy.
Swizzy meneguk air sebanyak tiga kali, kemudian meletakkan gelas yang di dalamnya terdapat sisa air. "Ibunda, aku bahkan masih sekolah," Wajahnya berkerut, "usiaku masih sangat muda, aku masih ingin berburu dan bermain pedang, aku tidak ingin menjadi Ratu," Nada bicaranya menekan.
sang ratu tampak bingung, "Apa alasanmu?" tanyanya.
Swizzy memutar bola matanya, menghela napas. "Menjadi Ratu selalu berkaitan dengan perjodohan, menikah muda. Sementara aku masih sangat muda, Ibunda," jawabnya lembut.
Ratu menghela napas, ingin rasanya tergelak, namun ia menahan tindakan itu. "Itu adalah tradisi, sayang," jawabnya, "aku dan Ayahmu juga seperti itu, kami dijodohkan hanya untuk pernikahan politik, tapi akhirnya kami dapat beradaptasi. Bahkan usiaku baru delapan belas tahun saat itu, dan aku menjadi seorang Ratu-"
"Cukup Ibunda!" Swizzy berdiri sembari mengacungkan kedua tangannya, "aku bukanlah kau, aku punya mimpi dan pandangan," Ia bernjak memunggungi Ratu, "aku tidak ingin menjadi Ratu pada usia belasan tahun," ia berbalik. "Tunggulah tiga tahun lagi," Ia menghampiri Ratu, "Ibunda, kumohon."
Ratu berdiri, menghela napas, menggenggam kedua pundak Swizzy. "Kau bisa menikah kapan pun kau mau," katanya berusaha menenagkan putrinya, "tapi kau harus menjadi seorang Ratu," Ia membelai pipi Swizzy. "Ini mutlak, dan acara ini tidak bisa dibatalkan, ayahanda telah mengundang rakyat. Dan lusa kau akan dinobatkan menjadi seorang Ratu."
Swizzy berdiri di balkon kamarnya, menyaksikan alam luar yang gelap. Malam itu ia menangis seorang diri, tanpa sepengetahuan siapa pun, hatinya sangat menolak untuk penobatan itu. Ia berpikir pasti tak lama lagi akan dijodohkan dengan bangsawan yang tak dikenal, gadis itu sangat membenci hal tersebut. Sementara ia sangat menginginkan hidup di alam bebas, pergi ke mana pun tanpa batas, tapi sayangnya hal itu hanya sebatas mimpi. Tiba-tiba Titi memanggilnya, seketika ia menghapus air matanya.
"Hai," kau tidak makan?" tanyanya.
Swizzy mencoba untuk tersenyum, "Aku tidak lapar," jawabnya.
Titi mengernyit, "Kau kenapa?" tanyanya agak panik.
Senyum Swizzy merekah, "Aku baik-baik saja, Titi," gumamnya.(*)
KAMU SEDANG MEMBACA
Horiontine
Teen FictionSwizzy, seorang Puteri yang menolak untuk menjadi seorang Ratu Kerajaan Horion, akhirnya diasingkan ke sebuah sekolah bangsawan. Karena baginya menjadi seorang Ratu akan selalu berkaitan dengan perjodohan atau menikah muda, yang ia tak menginginkann...