BAB 9

35 2 2
                                    

Rasanya seperti baru saja berada di tempat itu, dan sekarang kau akan meninggalkannya. Pasti kau takkan pernah menyia-nyiakan waktu yang tersisa itu.

"Kau akan kembali ke istana?" tanya Cherry pada Swizzy ketika tengah berjalan menuju meja makan. Mereka membawa masing-masing nampan.

Chevia dan Sofia yang tengah berjalan di belakang mereka, segera bergabung dengan mereka. "Kau akan kembali ke istana?" tanya Sofia sembari menoleh ke arah Swizzy.

Swizzy menoleh ke arah Sofia lalu mengangguk, menghampiri sebuah meja makan yang menyediakan empat kursi. "Aku minta maaf," ujar Sofia pada Swizzy sembari menunduk, lalu mendongak untuk menatap Swizzy. "Aku juga," imbuh Chevia. Swizzy dan Cherry saling bertatapan heran akan permintaan maaf mereka, kemudian kembali menatap keduanya. "Maaf..." lanjut Sofia. "...karena telah melaporkanmu tentang malam tahun baru itu pada kepala sekolah," Menatap dan mengaduk minuman soda yang berada di dekatnya dengan tampak menyesal.

Terdapat ekspresi tak percaya pada wajah Swizzy. Benarakah ia yang berada di balik semua ini? Batinnya. "Tapi kenapa?" Swizzy mengerutkan wajah.

"Kami..." Chevia mengigit bibir. "Kami merasa iri padamu karena telah bertemu seorang Pangeran."

"Tolong maafkan kami," gumam Sofia dengan nada sedikit bermohon. "Kami amat menyesal! Tolong jangan kau tangkap kami."

Swizzy merekahkan senyum setelah berpikir sejenak. "Tidak mungkin aku melakukan hal itu," Ia memperbaiki posisi duduknya. "Dengan permohonan maaf dan pengakuan kalian," katanya. "Kalian telah menunjukkan bahwa kalian adalah orang-orang jujur, dan ingin mengakui kesalahan."

Mereka amat terkejut, tak disangka bahwa tuan Puteri memiliki hati mulia. "Kau tak akan membawa kami ke dalam sel, bukan?" tanya Sofia cemas.

Swizzy tergelak. "Aku telah memaafkan kesalahan kalian."

Setelah kejadian itu, tuan Puteri tak lagi melakukan kesalahan, bahkan dua teman sekamarnya telah bersedia menjadi sahabatnya, jadi mereka menjadi empat sekawan yang selalu membantu hingga hari perpisahan tiba. Swizzy memberi mereka masing-masing kenangan yang telah ia rencanakan pada beberapa waktu sebelumnya, rasanya mereka telah menyesal karena tak dapat membalas pemberian itu. Mobil berlalu meninggalkan sekolah menuju Istana Horion, dalam perjalanan pulang, rupanya tuan Puteri menangis karena rasanya persahabatan mereka hanya sebentar. Seandainya aku dapat mengunjungi sekolah itu lagi, pikirnya. Dan setibanya di Istana Horion, seorang pengawal menarik terbuka pintu mobil, mempersilakan Swizzy untuk menuruninya.

Ia mendapati istana yang berdiri di hadapannya dengan haru, karena akhirnya ia dapat kembali lagi ke istana, keluarga dan teman-teman satu perguruannya . Mendapati keluarganya tengah berdiri menyambutnya, bahkan Titi yang ia rindukan juga berada di sana. Dengan tergesa-gesa ia berlari menghampiri sang Raja, ia mendapati Ayahnya mengangkat kedua tangan, Swizzy menyambut peluknya. "Ayahanda!" Ia mendekap, lalu melepas peluk. "Aku..." Ia terisak.. "Aku amat merindukan Ayahanda," mendongak menatap sang Raja, lalu menoleh ke arah sang Ratu. "Ibunda," Ia segera beranjak dan memeluk ibunda erat.

"Ibunda juga amat merindukanmu."

Setelah acara penyambutan itu usai, Swizzy dan Titi menapak menuju kamar tidur tuan Puteri. Duduk di atas ranjang untuk bercerita banyak hal tentang Noble Unity Islamic High School, pagi itu tampaknya menjadi sebuah perbincangan seru bagi keduanya, sehingga mereka lupa bahwa Swizzy belum mengganti pakaiannya. Sang Ratu berjalan menuju kamar Swizzy, mendapati pintu kamar yang sedikit terbuka, setibanya di ambang pintu, sang Ratu mendorong terbuka pintu itu, berniat untuk masuk, namun ia segera mebatalkan niatnya setelah melihat Swizzy dan Titi tengah tertidur pulas, menggeleng lalu menutup pintu dan pergi.

Dan pada keesokan harinya sang Puteri bangun dari tidur dengan terlambat, sementara Titi telah bangun dari beberapa menit lalu, jadi ia mencoba untuk membangunkan Swizzy dengan pelan. Tak lama Swizzy membuka kedua matanya perlahan, lalu terbelalak setelah mengetahui bahwa sebentar lagi akan terbit fajar, jadi gadis itu segera pergi ke kamar mandi kemudian menunaikan salat subuh. Selesai itu, terdengar suara pintu diketuk, Swizzy berkata masuk dengan sedikit berteriak, kedua pintu terbuka, para pelayan istana memasuki ruangan. "Aku juga akan bersiap," kata Titi. Berjalan mundur sembari mengedipkan sebelah mata, dan tuan Puteri membalas kedipannya. Sementara para pelayan tetap dengan tugas mereka, Titi berbalik, menarik terbuka pintu, keluar ruangan dan menutupnya kembali.









"Inilah Swizzy, Putri tunggal Kerajaan Horion, Crownveil..." ucap seorang menteri. "Usianya enam belas tahun dan akan dinobatkan menjadi seorang Ratu pada hari Rabu, 20 Desember 1921," Para hadirin memberi tepuk tangan meriah untuknya. Beberapa orang tengah berbisik pada lawan bicaranya.

Hadyan tengah berada di perjalanan, tak sengaja melewati Istana Horion, dengan cukup penasaran akhirnya ia meminta supirnya agar menghentikan mobilnya. Seorang Supir turun lalu beranjak, membukakan pintu mobil untuk Hadyan, kemudian Hadyan memasuki gerbang, terus berjalan untuk memasuki istana. Dengan segenap rasa penasaran ia berusaha memasuki kerumunan orang, dan setibanya di tengah barisan ia menyaksikan Swizzy tengah berdiri dengan sebuah mahkota Ratu, memang tak begitu jelas namun sepertinya ia mengetahui bahwa itu adalah Swizzy. Mengangguk lalu berbalik dan melangkah keluar dari kerumunan orang, menapak keluar istana dan kembali memasuki mobil, kemudian melaju. Kini kedudukan Swizzy telah berubah dari seorang Puteri menjadi seorang Ratu, sungguh itu adalah hal yang membuatnya merasa cemas.

Tentu saja! Karena ia akan menangung banyak beban selama akan memimpin Negeri Treindlass. Jika ia harus memilih, mungkin ia tak akan mau menjadi seorang Ratu, karena seorang pemimpin pasti akan mempertanggung jawabkan apa yang dipimpinnya, lalu bagaimana jika ia tidak adil? Bagimana jika terdapat rakyat yang merasa tidak puas dalam kepemimpinannya? Sungguh! itu amat menakutkan. Pada keesokan harinya, tuan Puteri terbangun ketika mendengar suara azan, bangkit duduk, menutup mulut saat menguap, menggosok mata, lalu beranjak dan melakukan salat subuh. Berusaha untuk berada di dalam kelas lebih awal, memeluk buku-bukunya, rasanya amat gembira ketika berada dalam kelas tersebut, karena ia telah lama tak berada di sana.

Mendapati kelas tampak kosong, berjalan menghampiri kursinya, meletakkan bubu-buku di atas meja, menarik kursi dan duduk. Membuka buku kemudian membacanya, mendongak menatap jendala. Di sana ia mempelajari banyak hal, memanah, berkuda, bahkan tahfiz, sehingga ia dapat menjadi seorang hafizah meski belum mencapai tiga puluh juz Quran. Suatu saat ia mengikuti perlombaan memanah dan hafiz, namun sayangnya ia harus kalah dalam perlombaan memanah, tapi akhirnya ia berhasil memangkan lomba hafiz yang menyenangkan. Hingga pada akhir masa sekolahnya, ia dinyatakan lulus, membuat dirinya semakin bersyukur akan kebahagiaan yang telah ia dapat.

Hingga pada waktunya, ibunda Swizzy memasuki kamar tuan Puteri, mendapati Swizzy tengah duduk di atas kursi depan cermin. Berdiri di belakangnya, memegang kedua pundaknya. "Swizzy..." ujarnya lembut. Dan Swizzy mendongak mendapati ibundanya. "...Ibunda baru saja membicarakan tentang perjodohanmu," Senyumnya merekah, lalu menghela napas.

Ibunda melepas kedua tangannya dari kedua pundak Swizzy, dan Swizzy berbalik, mendogak menatap Ibunda. "Dengan siapa aku akan dijodohkan?" tanyanya penuh harap, bahwa ia akan dijodohkakan dengan Pangeran Hadyan.

Ibunda tersenyum hangat. "Kau akan dijodohkan dengan Raja Ardhi," Membelai pipi Swizzy hingga dagunya sembari menjulurkan kepala, menatap bola mata gadis itu. "Dari Istana Stavia di Barlie." Ia menarik kepalanya, berbalik dan beranjak. "Selamat menanti hari istimewa!" Ibunda meninggalkan Ratu dalam kekecewaan.

Saat itu juga Sang Ratu menangis di depan cermin tanpa sepengetahuan siapa pun.(*)

HoriontineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang