epilog

90 22 9
                                    

Taehyung ditemani ibunya berangkat ke universitas. Sang ibu sibuk merapikan pakaian yang Taehyung kenakan. Takala pujian dari bibirnya terucap berulang kali. Cantik, cakap dan manis.

Berbinar matanya mendapatkan Taehyung berpenampilan rapi. Taehyung tersentuh dapat menyaksikan ibunya senang karena dirinya. Bertahun-tahun Taehyung mendamba sosok orangtua yang bisa ia buat bangga atas apapun termasuk hal kecil, yang bisa membuat bahagia.

Musim gugur ini melindungi sisi melankolis Taehyung. Mata yang merah bisa ia tutup dengan alasan kedinginan.

Sang ibu kini mengeluarkan sebuah syal merah dari tasnya. Ia mengalungkan syal tersebut di leher Taehyung. Taehyung nampak kian bersinar dengan syal tersebut.

"Ini eomma buat sendiri," ujarnya sembari merapikan lilitan syal di leher Taehyung.

Tiba-tiba sang ibu berhenti. Raut wajahnya menampakan bahwa dirinya salah tingkah. Seolah melakukan sebuah kesalahan yang sudah ia janjikan tak akan ia lakukan namun terjadi.

"Ah, mianhae Taehyung-ah, eomma membuatmu malu,"

Taehyung menggelengkan kepalanya, "Aniyo, saya merasa nyaman eommonim," sahut Taehyung tersenyum hangat. Sang ibu pun tertular.

"Syukurlah, anak eomma tidak suka terlalu diperhatikan, dia selalu mendumel malu hihi,"

Anak itu tidak pernah sekalipun orangtuanya menyebutkan nama. Taehyung hanya mendengar kata anak ibu-anak ayah. Entah mengapa, Taehyung pun tidak berani bertanya.

"Joah, anak laki-laki kami tampan sekali!" Pujinya sekali lagi.

Mendengar kalimat ibunya, otomatis tangannya menggaruk kepalanya bagian belakang.

"Gomawoyo eommonim,"

Ketika sang ibu menepuk bahu Taehyung. Matanya terfokus pada seseorang diseberang jalan. Apalah itu, seperti magnet yang menarik langsung perhatiannya pada seseorang itu.

Seseorang perempuan muda. Dari wajahnya seumuran dengan Taehyung. Saat penampakan perempuan itu kian jelas. Sang ibu terkejut. Ia melihat Jiyeon tengah menunggu lampu hijau perjalan kaki.

Penampilan Jiyeon terlihat jelas bahwa dirinya dan Taehyung mendaftarkan diri di universitas yang sama.

Jiyeon memakai syal merah buatan sang ibu. Ia merasa lega Jiyeon memakai syal, udara dingin ini bisa saja membuat Jiyeon pusing.

Sang ibu yang didalam waktu yang lamban pun tersadar. Dia menatap anaknya Taehyung.

"Taehyung-ah, kau kenal gadis itu?" Jari telunjuk sang ibu menunjuk Jiyeon.

Taehyung menerawang objek yang dimaksud ibunya. Park Jiyeon. Taehyung mengenal Jiyeon tetapi tidak begitu tau mendalam.

"Ne, dia teman satu kelas saya," jawab Taehyung yang menatap ibunya.

"Sepertinya dia sendirian," ujarnya cemas.

"Iya betul,"

Kini sang ibu menatap anaknya, "Kamu temani dia, musim gugur lebih baik bersama teman dan keluarga. Pamali kalau sendirian."

"Ne eommonim," Taehyung hanya mengiyakan ibunya tanpa bertanya.

Ibunya mendorong-dorong tubuhnya, "Cepat, keburu dia hilang,"

Taehyung membungkuk berpamitan ibunya. Dia berjalan seiring angin serta dedaunan kering sesekali merepa tubuhnya.

Kini Taehyung berada di seberang zebra cross. Menunggu Jiyeon menyeberang.

Sebenarnya Taehyung sedikit bingung untuk menyapa Jiyeon. Walaupun dia dan Jiyeon pernah sesekali berbincang tetapi selepas liburan musim dingin, Jiyeon sangat tertutup bahkan suara Jiyeon jarang terdengar.

Ia sibuk berpikir. Taehyung tak mengerti kenapa dia harus berpikir. Padahal hanya sebatas menyapa dan berjalan bersama menuju ruang ujian bersama.

Jiyeon pun menatap seberang jalan.

Bing!

Ditelinga Taehyung mendengar lonceng berbunyi. Ketika mata Jiyeon jatuh di retinanya.

Mereka berdua bertatapan. Waktu melamban seketika. Semua orang berjalan pelan bahkan angin.

Seolah olah Jiyeon berada di hadapannya. Tiga langkah lebih dekat. Taehyung berdebar-debar tanpa alasan yang ia ketahui.

Warna oranye berubah menjadi merah muda.

Taehyung jatuh cinta.

Jiyeon mencium pucuk hidungnya. Sepasang mata Taehyung membulat lebih lebar. Entah apa yang terucap di bibir Jiyeon.

Waktu Taehyung berkedip semua berjalan normal. Jiyeon masih diseberang jalan. Taehyung menyadari bahwa dirinya terpana hingga dalam dunia lamunan sejenak.

Lampu berubah menjadi hijau. Seakan tanda semesta untuk Taehyung, wanita di hadapannya itu adalah wanitanya.

Jiyeon melangkah. Setiap langkah Jiyeon membuat detak jantung Taehyung kian cepat.

'Langit ... Aku seperti bertemu. . .'

Jiyeon berhenti di hadapan Taehyung. Senyuman Jiyeon menyapanya. Hatinya berdesir tak karuan.

"Taehyung, kau juga mendaftar di sini," cetus Jiyeon.

Taehyung mengangguk canggung, "Eoh, kau juga?" Tanya Taehyung sekedar memastikan.

"Eum," Jiyeon mengangguk, "kau ambil jurusan apa?"

"Manajemen,"

"Aku hukum," jawab Jiyeon tanpa mendengar pertanyaan Taehyung.

"Kajja," ajak Jiyeon kalem.

Jiyeon berjalan mendahului Taehyung. Taehyung tetap di tempatnya.

Surai hitam Jiyeon melambai. Aroma tubuh Jiyeon masih tertinggal. Seolah aura merah muda menguap di sekitar garis tubuh Jiyeon.

Musim gugur berubah menjadi musim semi bagi Taehyung.

"Saranghae . ." ujar Taehyung spontan.

Jiyeon berbalik, "Eum?" alis Jiyeon naik. Jiyeon tak begitu mendengar ucapan Taehyung.

Wajah Taehyung memerah. Ia lantas berjalan mendahului Jiyeon.

"Tidak apa-apa," jawab Taehyung gugup.

Bing! Taehyung kembali mendengar suara lonceng. Entah apa itu, Taehyung tetap berjalan walaupun sedikit cepat ia tau Jiyeon berada di belakangnya, mengikuti jejaknya.

Taehyung yakin akan satu hal. Hal tersebut tidak bisa ia elak bahwa Jiyeon ...

Mempesona.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Flowers In front Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang