part 6

113 28 21
                                    

.
Pagi hari yang mulai terasa sejuk. Memasuki musim gugur. Seragam sekolah berganti dengan menggunakan sweater. Sweater milik Chanyeol selalu ia tinggal di loker.

Entah kenapa ia tidak terburu-buru memakai sweater-nya. Lebih memilih menjinjing sweater, menyandarkan punggung di loker.

Chanyeol menunggu seseorang. lebih tepatnya Chanyeol menemukan satu lempar pesan yang tertempel di lokernya. Surat itu dari Jiyeon, Jiyeon meminta Chanyeol menunggunya.

Ada bebrapa untaian kata yang hendak Jiyeon bunyikan. Dan itu tidak di hadapan banyak sepasang mata.

Menghindari cibiran.

Sementara itu Chanyeol mulai kedinginan ketika angina tertiup di lehernya. Daerah sekitar pun kian sepi, tanda-tanda kedatangan Jiyeon semu. Dengan sekali menghela napas, Chanyeol melangkah. Kecewa.

Sebenarnya Chanyeol penasaran dengan apa yang akan Jiyeon ucap. Mengetahui tidak lama mereka bercium secara tidak sengaja. Hal itu merisaukan Chanyeol setiap mengingat adegan tersebut.

Bibir Jiyeon masih terasa membekas. Hangat.

Seketika Chanyeol menggelengkan kepala. Mengeluarkan cuplikan memory-nya. Sayangnya Jiyeon yang kini di hadapannya mempersulit Chanyeol.

Chanyeol diam. Jiyeon mendekati Chanyeol.

Langkah kaki Jiyeon seirama detak jantung Chanyeol. Chanyeol mengutuk dirinya yang lemah karena sebuah kecupan.

Sepasang mata Jiyeon jatuh tepat di retina Chanyeol. Tersirat rasa menyesal serta keraguan.

“Maaf membuatmu menunggu lama, aku hanya ingin benar-benar hanya kita berdua di sini.” Jelas Jiyeon.

“Eoh, gwenchana . . .” Chanyeol bingung sendiri kenapa dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Jadi,” suara Jiyeon yang ini membuat Chanyeol semakin berdebar, “masalah kemarin,” sekarang Chanyeol menahan napas. Entah kenapa.

“Maaf aku menyesal melakukannya padamu, Chanyeol,” ujar Jiyeon agak terbata.

“Bukan.. mas-masalah haha,” tawa garing yang lemah.

“Karena kejadian kemarin pasti banyak yang kirim pesan ponselmu, juga… semua orang tau hal ini. Maaf karena ulah ku, kau jadi kelelahan menghadapi mereka..” ujar Jiyeon sungguh-sungguh.

Mata Jiyeon cukup menyakinkan Chanyeol. Bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Jiyeon itu tulus.

Mereka membisu untuk sementara. Sejenak Chanyeol larut dalam tatapan Jiyeon, Jiyeon salah mengartikannya. Mengagap Chanyeol enggan berkata sepatah kata.

Lantas Jiyeon menunduk lalu meninggalkan Chanyeol. Butuh beberapa detik menyadari Jiyeon akan pergi. Reflek Chanyeol menyergrap pergelangan tangan Jiyeon. Seketika Jiyeon menoleh ke belakang lalu memutar balik ke arah Chanyeol.

“Ani. .  gwenchana .. .karenamu aku jadi paham rasa penyesalan perempuan ketika ciuman pertamanya bukan dengan seseorang yang dicintai hehe,” tawanya canggung.

“Ciuman pertamamu?” tanya Jiyeon nada lemah. Tak menyangka kejahatan Jiyeon lebih dalam.

“Eoh, ciuman pertamaku, cupu ya hehehe, ganteng-ganteng baru ciuman,” ejeknya pada diri sendiri.

“Maaf, aku bersalah,” rintih frustasi, “sebenarnya itu juga ciuman pertama ku, awalnya sedikit menganggu tapi setelah aku pikir,” Jiyeon menatap lekat Chanyeol, “aku bersyukur ciuman pertamaku denganmu Chanyeol. Laki-laki benar daripada laki abal-abal.”

Chanyeol tersentuh. Juga tersenyum malu-malu.

“Jiyeon, itu—“

“Emn, maaf aku mau ambil buku,” seseorang memotong pembicaraan mereka.

Mereka tersentak. Chanyeol sigap melepas tangannya di pergelangan tangan Jiyeon. Entah mengapa dirinya panic.

“Aku duluan,” pamit Chanyeol tergesa-gesa.

“Eoh,” jawab Jiyeon.

Ketika orang itu selesai mengambil bukunya sempat tersentak mendapati Jiyeon di belakangnya.

“Kaget, aku?!” tersentak, Taehyung.

Mereka berdua melangkah bersama menuju lab IPA. Sepanjang perjalan mereka membisu.
..
.
.
Sesampai di Lab mereka mendapat semua orang siap dengan partner masing-masing. Guru Kim yang mengajar pun mendesak Jiyeon dan Taehyung untuk segera duduk.

“Kalian berdua satu kelompok, cepat duduk pelajaran segera dimulai,” tegas sang guru.

“Ne,” jawab mereka berdua.

Mereka mengenakan jas putih dan kacamata khusus. Pelajaran hari ini membedah seekor ikan. Sebelumnya sempat mengusulkan dengan membedah katak namun banyak siswi yang menolak.

Mereka berdua dengan seksama memperhatikan sang guru. Dimulai dari mengambil ikan di akuarium kecil di meja, lalu proses membedah dengan pisau kecil.

Setelah semuanya benar-benar selesai, praktek pun dimulai. Jiyeon dan Taehyung memandangi akuarium sejenak lalu bertatapan satu sama lain. Seketika keduanya mempunyai firasat kuat bahwa masing-masing takut menagkap ikan yang hidup di akuarium di depan mereka.

Tatapan Jiyeon ia perkuat. Hingga benar-benar mengintimidasi, mau tak mau Taehyung maju memberanikan diri. Walaupun pergerakan tangan Taehyung tampak ragu-ragu dan bergetar.

“Au . . ‘ keluh Taehyung yang ragu-ragu menangkap ikan. Saat ikan tersebut menyenggol tangannya spontan Taehyung mengeluarkan tangannya dari akuarium.

“Ah!!”

“Gwenchana, kau pasti bisa,” tegur Jiyeon yang cemas.

Taehyung memasukan tanganya lagi dan lagi-lagi ikan itu menyenggola tangan Taehyung, “Wargh!!” sontak Taehyung menarik tangannya kembali.

Taehyung menggelengkan kepalanya, “Aku tidak bisa,” ujar Taehyung pucat.

Jiyeon menghela napas, “Eotteokhe .. “

Jiyeon pun mencoba sekuat tenaga. Ia memasukan keluarkan tangannya beberapa kali, setiap detik terpenuhi keraguan. Setelah beberapa menit Jiyeon berhasil mencengkram ikan tersebut lalu histeris.

“Eotteokhe! Eotteokhe! Eotteokhe!” Jiyeon komat-kamit menjunjung ikan tersebut.

“Leatkann! Letakan!” panic Taehyung.

Jiyeon pun meletakan ikan tersebut di atas nampan, “Pukul! Pukul!” perintah Jiyeon, lantas Taehyung mempukul kepala ikan dengan gunting sampai ikan tersebut tiada. Spontan mengetahui mereka berhasil, mereka melakukan tos.

Waktu pun berlalu. Pelajaran hampir selesai dan ikan di nampan bedah mereka selesai di nilai. Taehyung pun mengeluarkan bungkus dan memasukan ikan tersebut ke dalam. Jiyeon menyaksikan itu hingga Taehyung tersadar bahwa betapa nelangsa dirinya di hadapan Jiyeon.

“Hehe, memalukan ya, tapi sayang jika ikan ini dibuang lebih baik dimakan.” Ujar Taehyung yang menebak Jiyeon memandangan dengan pandangan kasihan.

“Selebihnya bukan kasihan karena membawa ikan ini pulang, tapi lebih tepatnya sadar betapa susahnya seorang sepertimu, yatim puatu, berjuang  mandiri,” tukas Jiyeon.

“Tidak juga, dulu iya tapi sekarang aku terbiasa. Lagi pula sebentar lagi aku harus masuk universitas, aku harus berkerja supaya punya tabungan untuk kuliah, dan juga biaya kost nantinya. Karena setelah lulus dari sini mana mungkin aku tetap di panti asuhan.”

Jiyeon sadar bahwa Taehyung termasuk anak kurang berhuntung. Diusianya yang sudah sekolah menengah atas masih belum ada yang mengadopsi. Alias tidak ada satupun keluarga yang berniat mengadopsi dirinya.

Apalagi Jiyeon tak bisa merasakan diposisi Taehyung. yang hanya bisa melihat salah satu temannya diadopsi sedangkan dirinya berdoa setiap saat supaya mendapatkan keluarga baru.

“Aku tak bisa bayangkan berada diposisimu, Taehyung. Pasti sakit. .  kau orang satu-satunya menurutku paling kuat.”

“Bukan hal besar,” Taehyung merendah.

“Dan aku agak kaget ternyata kau bisa banyak bicara,” gurau Jiyeon yang membuat Taehyung tersenyum.

Flowers In front Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang